Oleh : Ummu Aimar
Pemerhati anak dan pendidikan Retno Listyarti meminta kepolisian menelusuri dugaan prostitusi anak dalam kasus yang menimpa gadis berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Pasalnya, para pelaku melancarkan aksinya dengan cara mengiming-imingi korban mendapatkan pekerjaan dan uang.
Hingga Selasa (30/05) Polda Sulawesi Tengah telah menahan lima tersangka dari 11 terduga pelaku dan memeriksa sejumlah saksi. Meski demikian hasil penyelidikan belum mengungkap motif para pelaku. Sementara itu pendamping korban, Salma Masri, mengatakan kondisi kesehatan anak terus memburuk lantaran alat reproduksinya mengalami infeksi akut dan rahimnya terancam diangkat.
Salma Masri bercerita psikis korban anak hingga saat ini masih sangat terguncang. Situasi tersebut diperparah dengan kondisi kesehatannya yang kian memburuk. Dalam sejumlah rangkaian pemeriksaan ditemukan adanya infeksi akut pada alat reproduksi korban anak sehingga harus dilakukan tindakan operasi untuk mengangkat rahimnya.
(Rabu, 30 Mei 2023
https://www.bbc.com)
“Indonesia darurat kekerasan seksual” kalimat yang pantas disematkan untuk Indonesia saat ini. Sebab predator seksual kian gencar beraksi. Dan kasus ini hanya kasus yang terlapor saja. Karena masih banyak kasus-kasus sama.
Berbagai kebijakan dan perundang-undangan dibuat baik menyangkut pemerkosaan ataupun perlindungan terhadap anak, tetapi tidak menyurutkan kasus kekerasan seksual. Indonesia makin darurat kasus kekerasan seksual pada anak. Berdasarkan catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 kasus pada 2022. Jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus. Sanksi hukum nampak tak menjerakan dalam sistem kehidupan kapitalisme sekuler liberal hari ini.
Darurat kekerasan seksual terhadap anak makin meningkat dan parah dialami oleh anak-anak perempuan di Indonesia. Kekerasan seksual menjadi bukti nyata ada yang salah dengan kebijakan pemerintah dalam sistem yang diterapkan hari ini.
Seperangkat sanksi hukumnya pun tak mampu memberi efek jera bagi pelaku dan bahkan tak mampu memberi rasa takut hingga memunculkan pelaku-pelaku baru.
Nyatanya hukuman para pelaku tak sedikitpun memberi efek jera, terbukti nyata kasus kekerasan seksual pada anak makin meningkat. Makin sadis dan brutal, tak sedikit kekerasan seksual pada anak dilakukan secara ramai-ramai dengan banyak pelaku, ada yang dilakukan bersama oleh anggota keluarga beserta tetangga.
Pasalnya, negeri dengan mayoritas Muslim ini makin rusak bukan karena agamanya, tetapi karena makin jauh dari agamanya. Bahkan, sistem kehidupan yang membelenggu hari ini, yakni kapitalisme sekuler liberal nyata menjauhkan mereka dari agama. Akidah sekuler yang telah meracuni pemikiran masyarakat membuat mereka berlepas dari aturan syariat-Nya, pemikiran liberal pun memperparah perilakunya, bebas berperilaku asalkan mampu memuaskan hawa nafsunya tak peduli lagi baik buruk. Diperparah kapitalisme yang mampu membuat siapa pun yang minim iman rela melakukan apapun demi memperoleh materi sekalipun melanggar syariat-Nya.
Sistem kehidupan ini tidak memiliki sanksi hukum yang mampu memberi efek jera bagi pelaku, dan terlebih tak mampu mencegah munculnya pelaku-pelaku baru. Kapitalisasi menjadikan media-media tanpa malu menyebarkan berbagai macam pornografi pornoaksi dan sistem pendidikan pun tak memiliki andil mencetak karakter yang islami, negara mandul tak memiliki peran yang berarti. Inilah kenyataan hidup dalam peradaban yang dibangun oleh kapitalisme sekuler liberal.
Darurat kekerasan seksual pada anak tentu menyita perhatian banyak pemangku kepentingan. Namun, apabila yang ditawarkan solusi yang tidak dapat menghapus kejahatan ini dari akarnya, maka dampak makin meningkatnya kekerasan terhadap anak akan membuat nasib anak yang memiliki potensi sebagai generasi penerus peradaban teramputasi sejak dini dan dihancurkan masa depannya.
Kasus kekerasan terhadap anak yang makin meningkat jelas menunjukkan hilangnya peran berbagai pihak. Hilangnya peran keluarga dalam memberikan penjagaan. Kekerasan seksual pada anak tentu akan berpengaruh pada masa depan mereka, trauma yang diakibatkan bisa jadi akan merusak karakter generasi. Meninggalkan sisa rasa sakit yang tidak akan pernah sembuh, mentalnya menjadi sakit, bahkan bila parah bisa menimbulkan rasa dendam hingga menuntut mereka kelak menjadi pelaku.
Di sinilah nampak hilangnya peran negara, dalam memberikan keamanan bagi rakyatnya, terutama memberikan rasa keadilan yang diharapkan para korban. Bahkan dalam kasus kekerasan seksual yang dialami R ini melibatkan anggota Brimob yang seharusnya menjadi penegak hukum malah menjadi bagian dari pelaku kejahatan kekerasan tersebut.
Peran masyarakat sangat penting sebagai kontrol di tengah-tengah umat ketika terjadi penyimpangan, menjauhkan mereka menjadi bagian dari pelaku penyimpangan.
Dan negara wajib menjadi filter berbagai media dan informasi yang merusak. Mulai dari penghapusan situs-situs porno hingga tontonan-tontonan yang dapat merusak akidah generasi.
Maka negara harus sanksi tegas. Sanksi yang tegas di dalam Islam diketahui mampu memberi efek jera sekaligus menjadi penebus dosa. Bagi pelaku kekerasan seksual baik pada anak maupun perempuan akan dirajam hingga meninggal apabila pelaku telah menikah. Sedangkan akan ada hukuman cambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun bagi pelaku yang belum menikah. Sanksi ini akan dipertontonkan di depan umum sebagai pelajaran bagi masyarakat agar tidak ada yang berani melakukan kejahatan serupa.
Sungguh kejahatan kekerasan seksual pada anak tidak akan mencapai kondisi darurat ketika negara berperan penuh meriayah rakyatnya dengan aturan islam. Berikut dengan menerapkan sanksi Islam yang pasti memberi keadilan bagi korban dan menjerakan bagi pelaku, serta mencegah munculnya pelaku lainnya
Melihat dari terulangnya kasus yang sama, ini membuktikan bahwa hukum bagi predator seksual di negeri ini tidak membuat pelaku perbuatan bejat itu jera. Sekalipun ada hukuman ‘kebiri’ bagi predator seksual dirasa tidak akan mampu menjadi solusi untuk masalah ini.
life style sekuler. Gaya hidup yang sekuler dan pemikiran sekuler tidak menganggap bahwa agama adalah pengontrol dan pengatur. Mereka memandang agama hanya sebatas ritual saja. Untuk masalah perbuatan bukanlah ranah agama yang mengatur.
Aturan-aturan yang pemerintah buat, seperti kebiri kimia dan pidana hanya 5 sampai 15 tahun, tidaklah tepat. Seperti halnya kebiri kimia, efek obat anti-libido akan hilang setelah menghentikan pemberian. Artinya hukuman kebiri kimia bersifat sementara. Dan ini berpotensi untuk kembali melakukan hal yang sama.
Dengan demikian, tak ada solusi lain kecuali kembali kepada solusi yang sudah Islam tetapkan. Islam mempunyai mekanisme dalam menangani masalah ini, baik bersifat pmencegah dan menyembuhkan.
Untuk mencegah terjadinya predator seksual, secara sistemis Islam melarang keras rangsangan seksual dari publik seperti pornografi dan porno aksi. Kemudian secara internal keluarga, orang tua mempunyai tugas untuk memberi pemahaman kepada anak batasan-batasan aurat, yang boleh dan tidak dilihat atau dipegang oleh orang lain.
Dan hukuman yang bersifat menyembuhkan, yaitu dengan memutus siklus dari masyarakat dengan menerapkan pidana mati bagi predator seksual atau sejenisnya. Karena kebiri saja tidak cukup.
Wallahu a’lam bishawab