Bingkaiwarta, CIREBON – Pengusaha Alat Berat asal Cirebon, Sugiarto, telah menghadapi sejumlah permasalahan hukum terkait lahan yang disewanya.
Dalam sebuah wawancaranya dengan media, Sugiarto membagikan kisah perjuangannya melawan klaim kepemilikan lahan dan tuduhan pencemaran nama baik.
“Ya jadi begini kronologi awalnya, saya (Sugiarto seorang pengusaha yang bergerak di bidang alat berat) menyewa lahan seluas 14.500 meter persegi atau seharga Rp 4,2 miliar ke ahli waris bernama Asmat bin H Punyut,” ujar Sugiarto, Sabtu (3/8/2024).
Menurut Sugiarto, kontrak sewanya dimulai sejak tahun 2013 hingga 2023. Di atas lahan tersebut terdapat 200 unit alat berat yang dimilikinya.
Permasalahan muncul ketika Tony dan Jony Surjana mengklaim bahwa lahan tersebut adalah milik mereka dan menuduh Sugiarto telah melakukan penyerobotan.
“Permasalahannya di mulai sejak kedatangan Tony dan Jony Surjana (mereka kakak beradik). Di mana, keduanya menyatakan bahwa saya sudah melakukan penyerobotan lahan dan mengklaim tanah tersebut adalah milik mereka,” jelasnya.
Akibat laporan Tony dan Jony Surjana, Polda Metro Jaya menyita 200 unit alat berat milik Sugiarto pada tahun 2019.
Namun, 45 hari setelah penyitaan, alat-alat berat tersebut dikembalikan setelah Sugiarto memenangkan upaya hukum praperadilan.
Dalam kesaksian praperadilan, Tony dan Jony Surjana mengakui bahwa mereka tidak menguasai fisik lahan tersebut. “Usai prapid, saya pun bebas, itu permasalahan kesatu,” ucapnya.
Permasalahan kedua terjadi ketika pengacara Sugiarto memasang sebuah plang di lahan tersebut, namun di luar area lahan. Plang tersebut berisi permohonan perlindungan hukum atas pemalsuan surat ukur dan meminta pengusutan tuntas mafia tanah.
“Plang itu berbunyi ‘Kepada Bapak Presiden dan Kapolri, mohon perlindungan hukum atas pemalsuan surat ukur nomor 4/II/INV/2004 Tgl 24 Februari 2004, diakui petugas ukur BPN, usut tuntas mafia tanah’.” terang Sugiarto.
“‘Putusan perkara perdata, pengadilan tinggi Jakarta Utara nomor 335/PDT/2015/PT.DKI Tgl 29 Juli 2015, yang mengakui keberadaan SHM nomor 512, 4076, 4077 dan SHM nomor 690. Ternyata didasarkan berita acara penelitian/pengukuran, nomor 4/II/INV/2004 Tgl 24 Februari 2004’,” tambahnya.
Tony dan Jony Surjana melaporkan Sugiarto atas tuduhan pencemaran nama baik terkait plang tersebut.
Namun, dalam persidangan, ditemukan bahwa plang yang diajukan sebagai barang bukti memiliki nomor yang berbeda, sehingga tidak ada barang bukti yang sah.
Sugiarto kembali dibebaskan oleh majelis hakim karena ditemukan adanya keterangan palsu dari pihak pelapor. “Nah sekarang, ahli waris tersebut sudah melaporkan Tony dan Jony Surjana dan akhirnya mereka telah ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan pemalsuan surat tanah itu,” katanya.
Kisah Sugiarto menjadi contoh bagaimana keteguhan dalam menghadapi persoalan hukum dapat membuahkan hasil positif. Meski menghadapi berbagai tuduhan, Sugiarto berhasil membuktikan kebenaran dan mempertahankan hak-haknya.
Sementara, usai dua kali mendapatkan permasalahan hukum dan dua-duanya berhasil dimenangkan, Sugiarto siap menggugat balik pengembang, Tony dan Jony Surjana.
Sugiarto menuntut keduanya harus ganti rugi karena atas ulahnya, alat berat miliknya selama 45 hari disita dan tidak bisa disewa. “Kami menuntut ke mereka berdua sebesar Rp 340 miliar, di mana inmateril Rp 100 miliar dan materil Rp 240 miliar,” pungkas Sugiarto. (SLE)