banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
Berita  

Ramadhan Tanpa Junnah, Maksiat “Anteng-anteng” Saja

 

Oleh : Nunung Nurhayati (Ibu Rumah Tangga, Aktivis Muslimah)

banner 728x250

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 H/2025 M. Dalam pengumuman itu, terdapat beberapa jenis usaha pariwisata yang diwajibkan tutup selama H-1 Ramadhan hingga H+1 hari kedua Idul Fitri. Jenis usaha pariwisata yang dimaksud adalah kelab malam, diskotek, mandi uap, rumah pijat, dan arena permainan ketangkasan manual.

Berikutnya, mekanik dan/atau elektronik untuk orang dewasa, serta bar/rumah minum yang berdiri sendiri dan yang terdapat pada kelab malam, diskotek, karaoke, mandi uap, rumah pijat dan arena permainan ketangkasan manual, mekanik dan/atau elektronik untuk orang dewasa. Kemudian khusus usaha kelab malam dan diskotek yang diselenggarakan menyatu dengan area hotel minimal bintang empat dan kawasan komersial serta tidak berdekatan dengan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah dan/atau rumah sakit dikecualikan dari ketentuan (diperbolehkan untuk beroperasi) (Republika.co.id, 2/3/2025).

Dari Abu Hurairah radhialahu ’anhu, Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda;

“Bulan Ramadhan telah tiba menemui kalian, bulan (penuh) barokah, Allah wajibkan kepada kalian berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu langit dibuka, pintu-pintu (neraka) jahim ditutup, setan-setan durhaka dibelenggu. Padanya Allah memiliki malam yang lebih baik dari seribu bulan, siapa yang terhalang mendapatkan kebaikannya, maka sungguh dia terhalang (mendapatkan kebaikan yang banyak).” (HR. Nasa’i, Ahmad, dishahihkan oleh Al-Albany dalam Shahih At-Targhib)

Pengaturan jam operasi tempat hiburan selama Ramadhan, menunjukkan kebijakan penguasa hari ini tidak benar-benar memberantas kemaksiatan. Di tengah kemuliaan bulan suci Ramadhan, fasilitas maksiat masih disediakan. Apalagi ada daerah yang tak lagi melarang operasinya selama bulan suci Ramadhan. Nampak, Inilah potret pengaturan berdasarkan sistem kapitalisme-sekulerisme yang memisahkan aturan agama dari kehidupan.

Dalam sistem kapitalisme-sekulerisme, paradigma yang digunakan ialah asas kemanfaatan meski melanggar ketentuan syariat Islam. Bahkan kehadiran bulan suci Ramadan pun tak mampu mencegah praktik kemaksiatan. Pahala yang dilipat gandakan, nyata tak mampu menjadi daya tarik untuk fokus menegakkan ketaatan. Ini bukti adanya sekularisasi yang menyesatkan di tengah-tengah Umat Islam.

Di sisi lain, adanya kemaksiatan model ini sejatinya juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan sekuler. Karena dalam sistem Pendidikan yang berbasis Islam, pendidikan berperan dalam menghasilkan individu yang bertakwa yang akan berpegang pada syariat Islam, baik dalam memilih hiburan maupun dalam membuka usaha/memilih pekerjaan. Namun dalam sistem pendidikan sekuler, individu difokuskan kepada kesuksesan dan kesenangan duniawi tanpa mengacu kepada halal haram atau keridhoan Robb-nya. Sistem sekuler jelas tidak gagal dalam memalingkan individu dari praktik kemaksiatan.

Atas sebab ini, akhirnya meniscayakan pemecahan problematika kehidupan masyarakat yang sekuler juga, pengambilan setiap keputusan (kebijakan) yang tak tepat bahkan sekedar tambal sulam, dan tak mampu mengatasi masalah sampai ke akar permasalahan. Maka, sistem ini tak mungkin bisa menghilangkan kerusakan (kemaksiatan) semaksimal mungkin karena sistem sekarang ini tidak memuat solusi yang mendasar dan menyelesaikan sampai ke akar.

Allah SWT berfirman;

“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami justru orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.” (TQS. Al-Baqarah : 11-12)

Dalil QS. Al-Baqarah ayat 11-12, sejalan dengan keadaan manusia pada hari ini. Dengan dalih perbaikan, setiap kebijakan (solusi) yang diberlakukan, berbalik menyerang menimbulkan kerusakan, kerugian bahkan permasalahan yang lebih besar.

Dari sini kita mampu mengambil kesimpulan bahwa pada hakikatnya, kemaksiatan hanya dapat diberantas tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kafah dalam naungan Negara Islam yang disebut Khilafah. Kenapa? Karena didalam aturan Negara dengan sistem Islam, kemaksiatan merupakan suatu tindakan pelanggaran serius terhadap hukum syarak. Oleh karenanya, pelaku kemaksiatan itu akan mendapatkan sanksi yang tidak mendzalimi (adil) dari Negara.

Selain itu, Negara Islam juga mengatur semua aspek kehidupan, tak luput dalam bidang hiburan dan pariwisata. Aturan mengenai ini tentu akan berlandaskan akidah Islam, dan bukan dengan asas kemanfaatan (keuntungan materi) semata. Semua bentuk yang menjerumuskan pada kemaksiatan akan dilarang oleh Negara.

Kemudian, Negara akan menyediakan sanksi yang tegas lagi menjerakan bagi para pelaku pelanggaran. Sanksi dalam sistem Islam ini berfungsi sebagai pencegah sekaligus menjadi penebus dosa (zawajir wa jawabir). Mencegah seseorang dari kejahatan dan menebus dosa orang tersebut di akhirat kelak.

Maka kemurnian Ramadhan akan terwujud dengan sempurna. Maksiat tak mungkin berpeluang mencemari bulan yang mulia (Ramadhan), dan tak akan dibiarkan eksistensinya muncul ke permukaan. Karena hari ini, Ramadhan tanpa junnah (perisai) yakni pemimpin yang menerapkan sistem Islam (Kholifah), maksiat tak mungkin bisa diberantas dan dibumi hanguskan. Karena hari ini, Ramadhan tanpa junnah, maksiat “anteng-anteng” saja.

Rasulullah Saw. bersabda;

إِنَّمَا ‌الْإِمَامُ ‌جُنَّةٌ…

Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai… (HR Muslim).

Imam an-Nawawi menjelaskan kalimat ”Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai”, yakni seperti pelindung yang mencegah musuh dari menyakiti kaum Muslim; juga mencegah sebagian orang dari (kejahatan) sebagian yang lain; memelihara kemuliaan Islam; orang-orang berlindung kepada dirinya (Khalifah) dan gentar terhadap kekuasaannya (An-Nawawi, Al-Minhâj Syarh Shahîh Muslim ibn al-Hajjâj, 6/315, Maktabah Syamilah).

Semoga Ramadhan ini menjadi Ramadhan terakhir tanpa perisai Umat Islam. Ramadhan terakhir umat bergelut dengan sistem yang rusak lagi merusak. Sehingga Umat akan mampu maksimal dalam taat dan sejahtera dalam naungan Islam seutuhnya.

Allahu’alam bishshowab.


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!