banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
Opini  

Krisis Gas Melon, Tanggungjawab siapa?

 

Oleh: Widdiya Permata Sari
(Komunitas Muslimah Perindu Syurga)

banner 728x250

Saat ini, kita sedang menghadapi krisis gas melon yang melanda negeri kita. Banyak rakyat yang menjadi korban, terutama mereka yang tidak mampu membeli gas melon dengan harga yang semakin meningkat.

Menurut pemerintah, langkah tersebut bertujuan untuk memastikan agar setiap distribusi LPG lebih terkendali serta tepat sasaran bahkan harga LPG tetap terjangkau bagi masyarakat. (Kompas.com, 04/02/2025)

Namun, faktanya justru terbalik. Keputusan tersebut memicu kepanikan di tengah-tengah masyarakat bahkan mereka harus rela mengantri berjam-jam di pangkalan resmi hanya untuk mendapatkan gas LPG 3 kg. Dari kebijakan larangan penjualan gas LPG 3 kg tersebut tidak hanya mematikan para pengusaha kecil namun juga menyusahkan konsumen, bahkan berdampak pula terhadap penjual eceran. Mereka pun ikut menjerit dikarenakan mereka tidak bisa lagi menjual gas melon tersebut.

Mereka diwajibkan untuk memiliki ijin sebagai pangkalan apabila mereka ingin tetap berjualan gas LPG 3 kg. Sementara itu biaya yang diperlukan untuk menjadi pangkalan tidaklah sedikit, mereka harus mengeluarkan biaya yang begitu banyak.

Setelah masyarakat melakukan protes karena begitu sulitnya mendapatkan gas LPG 3 kg, DPR dan Pemerintah akhirnya membuat keputusan baru yaitu mengaktifkan kembali pengecer gas LPG 3 Kg.

Prabowo Subianto selaku Presiden RI memerintahkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia agar liquefied petroleum gas (LPG) subsidi 3 Kg agar tetap bisa dijual oleh pengecer. (tempo.com, 04/02/2025

Kebijakan yang dimana adanya perubahan dari sistem distribusi LPG yang mewajibkan pengecer harus beralih kepada pangkalan resmi agar bisa mendapatkan stok gas melon, merupakan sistem dari kapitalisme yang dimana memudahkan para pemilik modal untuk bisa menguasai pasar dari mulai bahan baku sampai bahan jadi.

Bahkan tidak hanya itu, sistem ini pun juga akan meniscayakan adanya liberalisasi migas yang akan memberikan jalan bagi para korporasi untuk mengelola Sumber Daya Alam yang begitu melimpah yang sejatinya jelas-jelas milik rakyat. Alhasil dari penerapan sistem ini rakyat tidak akan pernah bisa menikmati pemanfaatannya secara murah bahkan secara gratis pun rakyat tidak akan pernah menikmatinya.

Berbeda sekali dengan pengelolaan migas di bawah naungan Khilafah Islamiyyah, yang dimana dalam naungan sistem Islam menyatakan bahwa migas merupakan kepemilikan umum atau harta milik rakyat.

Rasullulah bersabda dalam hadist riwayat Abu Dawud dan Ahmad menyatakan bahwa kaum muslim berserikat dalam tiga hal yaitu padang rumput, air serta api.

Sehingga minyak dan gas bumi termasuk pada kategori api yang merupakan sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh semua orang. Dengan begitu negara tidak boleh meyerahkan pengelolaan migas kepada perorangan bahkan perusahaan.

Islam pun telah mewajibkan kepada negara agar terus mengelola sumber daya migas yang hasil dari pengelolaan tersebut harus dikembalikan serta didistribusikan untuk kepentingan seluruh rakyat. Karena sejatinya dalam islam negara diposisikan sebagai raa’in atau pengurus rakyat.

Dalam pendistribusian pun Khalifah mempunyai hak untuk membagikan minyak serta yas bumi kepada rakyat yang memerlukannya untuk digunakan di rumah-rumah bahkan di pasar-pasar secara gratis. Tidak hanya itu Khilafahpun boleh menjual harta milik umum tersebut kepada rakyat, namun dengan harga yang begitu murah atau dengan harga pasar

Negarapun tidak akan pernah melarang kepada pengecer yang ikut mendistribusikan gas tersebut kepada masyarakyat. Malahan justru negara akan terbantu dalam pendistribusiaanya hingga ke wilayah plosok. Dengan sistem Islam lah yang jelas-jelas nyata dan mampu mendistribusikannya bahkan mampu memudahkan rakyat untuk mengaksesnya.


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan