Oleh: Widdiya Permata Sari
(Komunitas Muslimah Perindu Syurga)
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto menegaskan bahwa sebuah pendidikan merupakan kunci utama untuk membangun bangsa serta menentukan masa depan negara. (beritasatu.com, 02/05/2025)
Namun, di Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, sarana pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah. Banyak infrastruktur pendidikan yang kondisinya jauh dari kata layak. Salah satu contohnya adalah Sekolah Dasar (SD) Negeri Togasa di Kecamatan Galela Utara, Halmahera Utara, yang sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah daerah. Sekolah ini memiliki banyak kekurangan fasilitas, mulai dari meja dan kursi hingga lantai ruang kelas yang tidak layak digunakan. (beritasatu.com, 14/05/2025)
Sudah jelas ketika banyaknya sekolah rusak mencerminkan kegagalan dari sebuah Negara dalam penyediaan fasilitas di bidang pendidikan yang layak. Padahal nyatanya sebuah pendidikan merupakan hak dasar warga negara serta kunci masa depan sebuah bangsa.
Kondisi tersebut diperburuk oleh penerapan sistem kapitalisme liberal yang dimana melemahkan ekonomi bahkan membuat anggaran pendidikan menjadi minim, tidak hanya itu pengelolaan pendidikanpun menjadi tidak merata akibat dari birokrasi buruk sebuah otonomi daerah.
Apabila semua itu terus saja dibiarkan akan menciptakan ketimpangan terhadap akses pendidikan serta menghambat kemajuan bagi generasi bangsa. Maka dari itu diperlukan perombakan yang secara menyeluruh agar sebuah pendidikan menjadi prioritas.
Sementara dalam sistem kapitalisme sebuah negara mengambil peran minimal dalam urusan pendidikan, yang dimana negara seolah-olah melepaskan tanggungjawabnya sebagai penyedia utama dalam pelayanan publik. Sehingga pendidikan diserahkan kepada pihak swasta dan mekanisme pasar untuk dijadikan komunitas.
Oleh karena itu bermunculan berbagai persoalan yang mendasar yang tidak bisa ditangani dengan serius. Mulai dari adanya sekolah-sekolah rusak bahkan pendidikan yang tidak merata. Ketika swasta mendominasi, yang dimana orientasi sebuah pendidikan pada keuntungan bukan kepada pengembangan dalam bidnag karakter serta potensi peserta didik.
Penerapan sistem tersebut bukan hanya berdampak terhadap pendidikan saja, namun berdampak kepada yang lain seperti halnya dapat membuka celah besar praktik korupsi yang dimana birokrasi menjadi tidak efektif bahkan kerap diwarnai kepentingan ekonomi serta politik yang mengabaikan esensi pendidikan
Yang lebih miris sistem ini sangatlah jauh dari nilai ruhiyah dalam membangun sebuah akhlak serta tanggungjawab seorang manusia, apabila sebuah pendidikan tidak dikolola dengan landasan iman dan keberpihakan terhadap takyat kecil, maka dengan demikian negara sudah menciptakan sebuah jurang ketimpangan yang semakin dalam sekaligus melemahkan sebuah pondasi masa depan bangsanya.
Berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam, dalam sistem Islam sepenuhnya akan menjamin semua kebutuhan pendidikan rakyat, karena sejatinya dalam sistem Islam sebuah pendidikan merupakan kewajiban negara untuk disediakan secara menyeluruh tanpa memungut biaya sepeserpun termasuk dalam menyediakan gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium bahkan jalan akses menju sekolah serta transfotmasinya juga disediakan.
Lalu darimanakah uangnya???
Seluruh pembiayaan tersebut diambil dari Baitul Maal atau lembaga keuangan negara Islam terutama dari pos kepemilikan umum, sumber fai’ serta kharaj yang dimana dikelola negara untuk kepentinga serta kemaslahatan negara. Bahkan dalam sistem ini negara tidak hanya aktif hadir hanya sehagai pelayan urusan rakyat, namun menjamin dalam pemerataan serta kualitas pendidikan bagi semua lapisan masyarakat.
Dalam sistem Islam tidak hanya mencetak generasi cerdas secara intelektual tetapi mereka akan menjadi generasi yang berakhlak mulia dan siap untuk memikul tanggungjawab peradaban.
