Bingkaiwarta, KUNINGAN – Kelurahan Winduherang, Kecamatan Cigugur, tampak lebih semarak dari biasanya pada Sabtu (12/7/2025) pagi. Tradisi babarit dalam rangka Hari Jadi ke-544 digelar dengan penuh khidmat, menjadi wujud syukur warga kepada Sang Pencipta sekaligus pelestarian budaya leluhur.
Acara tersebut diawali dengan kedatangan Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, yang disambut istimewa. Ia menaiki delman menuju lokasi utama di Puser Dayeuh, diiringi musik gamelan dan tembang Sunda yang menenangkan jiwa.
Bupati tampak didampingi Camat Cigugur, para lurah dan kepala desa, anggota DPRD Kuningan Saw Tresna Septiani, perwakilan Disdikbud, dan Forkopimcam. Rombongan kemudian berziarah ke Makam Leluhur Winduherang termasuk pusara Pangeran Arya Adipati Ewangga, tokoh penting dalam sejarah Kuningan.
Dalam sambutannya, Bupati Dian menegaskan pentingnya menjaga warisan tradisi ini.
“Babarit bukan hanya kegiatan rutinitas, tapi cerminan jati diri kita. Kita diajarkan menghargai sejarah dan menjaga kelestarian alam,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa modernisasi jangan sampai menggerus nilai-nilai luhur gotong royong, empati, dan kepedulian sosial.
Ia juga berharap kawasan patilasan leluhur yang masih asri dapat dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah berbasis lingkungan, tentunya tanpa merusak keheningan spiritualnya – jangan sampai nanti diubah jadi spot selfie bertema ‘backdrop masa lalu’ ya.
Sementara itu, Lurah Winduherang, H. Ikin Sodikin, menuturkan milangkala bukan sekadar peringatan hari jadi, melainkan ruang silaturahim, doa bersama, dan ekspresi rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat kehidupan.
“Tradisi babarit adalah cermin nilai luhur, pengingat bahwa kebersamaan dan kearifan lokal adalah kekuatan tak lekang zaman,” tegasnya.
Wakil Ketua Panitia, Gofar Nurhamzah, menjelaskan bahwa perayaan tahun ini bertema “Langgeng Rahayu Mapag Jaya di Buana” dengan rangkaian acara meliputi ziarah, cek kesehatan dan donor darah, saresehan sejarah Winduherang, Hajat Karang, Winduherang Mengaji, hingga Tabligh Akbar.
Sejak pagi, jalan utama diubah menjadi ruang makan bersama. Tikar panjang digelar, di atasnya tersaji tumpeng dan aneka lauk pauk yang dibawa perwakilan RT. Menu wajib, kue cuhcur, selalu hadir, seolah menegaskan: “Kalo nggak ada cuhcur, bukan babarit namanya.”
Bupati Dian pun menyapa ramah para ibu-ibu dan anak-anak, menekankan pentingnya silaturahim untuk saling asah, asih, dan asuh, menumbuhkan keberkahan bagi daerah setempat.
Di lokasi patilasan Pangeran Arya Adipati Ewangga, suasana asri menyejukkan hati. Gemericik air jernih berpadu dengan rimbunnya pohon tua berusia ratusan tahun, serta desir angin yang menimbulkan simfoni alam – cocok untuk healing tanpa kuota internet.
Menurut Mang Andi, juru kunci patilasan, tempat ini bukan sekadar lokasi ziarah.
“Datanglah kesini dengan hati lapang. Karena kadang, bukan ruang yang sempit, melainkan pikiran kita yang tidak luas,” tuturnya, seolah menampar halus para overthinker yang bingung kapan doi balas chat. (Abel)














