Bingkaiwarta, KUNINGAN – Audiensi antara Forum Masyarakat Peduli Kemanusiaan (FMPK) dan jajaran struktural Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kabupaten Kuningan pada Jumat, (25/7/2025), menjadi momen penting dalam menguji konsistensi PKS terhadap prinsip etika yang selama ini dikampanyekan. Meski berlangsung terbuka dan penuh apresiasi, sejumlah kritik tajam dan kekecewaan dilontarkan, terutama terkait lambannya penanganan dugaan pelanggaran etika oleh salah satu elite partai yang juga menjabat di DPRD.
Pertemuan digelar di Gedung Sabilulungan, DPD PKS Kuningan, dan difasilitasi langsung oleh Ketua Majelis Pertimbangan Daerah (MPD) PKS Kuningan, Ustadz Ahmad Taufik, Lc. FMPK menyampaikan apresiasi atas kesediaan PKS membuka ruang dialog, setelah sebelumnya audiensi serupa yang diajukan ke Fraksi Gerindra belum mendapatkan respons. Kendati Ketua DPD PKS berhalangan hadir karena agenda di Bandung, jalannya diskusi tetap berlangsung kritis dan substansial.
Dalam forum tersebut, perwakilan Dewan Etik Daerah (DED) PKS, Ustadz Toto Winarto, memaparkan bahwa pihaknya telah menerbitkan Surat Peringatan Pertama (SP1) kepada kader terlapor, sekaligus merekomendasikan pengunduran diri dari jabatan Sekretaris Umum DPD. Namun hingga kini, yang bersangkutan masih aktif dalam kegiatan kelembagaan.
“Rekomendasi itu bersifat internal dan berlaku selama enam bulan,” ujar Toto. Pernyataan tersebut menuai pertanyaan dari pihak FMPK. Sekretaris FMPK, Luqman Maulana, mempertanyakan efektivitas sanksi tersebut karena masa jabatan pengurus tinggal dua bulan. “Apakah ini hanya simbolik? Atau justru disengaja agar tidak berdampak struktural?” katanya seusai audiensi.
FMPK menilai sikap struktural DPD PKS cenderung pasif dalam menanggapi laporan publik, bertentangan dengan semangat jihad konstitusi yang mengusung prinsip Iqomatuddin (penegakan nilai agama) dan Ri’ayatul Ummah (pelayanan umat). “PKS tidak seharusnya reaktif hanya ketika ditekan publik. Partai dakwah mestinya jadi pelopor dalam menyambut kritik dengan akhlak,” tegas Luqman.
Isu lain yang disorot adalah eksklusivitas DED dalam menerima informasi. Menurut FMPK, hal ini menyalahi prinsip partisipasi publik. “Dalam konsep hisbah, pengawasan moral tidak dibatasi oleh struktur. Validitas informasi bisa datang dari siapa saja,” tambah Luqman.
Menanggapi hal itu, Ustadz Toto menyatakan keterbukaan DED terhadap data baru, selama disertai laporan resmi. FMPK pun berkomitmen segera menyerahkan laporan investigatif dan dokumen pendukung kepada DED, MPD, dan Badan Kehormatan DPRD.
FMPK juga menyoroti sikap salah satu anggota BK DPRD yang dinilai pasif saat sidang internal namun agresif saat audiensi. Menurut FMPK, sikap tersebut menunjukkan ketidakkonsistenan dalam menjunjung prinsip transparansi. “Ini bukan hanya soal pelanggaran personal, tapi menyangkut kredibilitas lembaga,” tandas Luqman.
Kasus ini menjadi ujian nyata bagi PKS Kuningan. Jika hanya diberikan SP1 tanpa tindak lanjut yang konkret terhadap dugaan pelanggaran serius — termasuk menceraikan istri siri dengan talak tiga tanpa alasan syar’i dan dugaan intervensi terhadap media — maka wajar jika publik mempertanyakan kesungguhan partai dalam menegakkan nilai-nilai etikanya sendiri.
FMPK menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak akan berhenti di forum ini. “Audiensi ini bukan akhir, tapi langkah awal. Kami akan terus mengawal proses ini sebagai bentuk cinta kami terhadap kemaslahatan publik dan etika politik. Semoga PKS dapat berlaku adil, bahkan terhadap tubuhnya sendiri, dan benar-benar menyejahterakan rakyat sebagaimana namanya,” tutup Luqman. (Abel)














