Oleh: Resa Ristia Nuraidah
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifatul Choiri Fauzi mengatakan, sebagian besar penyebab atau sumber dari kekerasan terhadap perempuan dan anak, dipicu oleh media sosial atau gadget. Menurutnya, fenomena ini menjadi perhatian serius mengingat tingginya keterpaparan anak terhadap dunia digital yang tidak disertai kontrol dan bimbingan yang memadai. [Tempo.co]
Betapa banyak persoalan yang muncul akibat kemajuan dunia digital. Penggunaan gawai yang terlalu masif di usia dini dapat menjadikan anak-anak semakin rentan terhadap ancaman siber. Apalagi ada banyak konten media sosial yang menjadi pemicu adanya kekerasan pada mereka.
Hal ini adalah buah rendahnya literasi digital dan juga lemahnya iman akibat sistem Pendidikan yang berbasis sekuler. Namun sayangnya negara tidak memberikan perlindungan yang nyata. Apalagi arus digitalisasi ditengarai membawa banyak keuntungan materi, sehingga aspek keselamatan generasi luput dari perhatian selama mendapatkan keuntungan.
Inilah hasil penggunaan teknologi tanpa ilmu dan iman, satu konsekuensi dalam kehidupan sekuler kapitalisme. Ada bahaya lainnya yaitu Penguasaan atas dunia siber juga bisa menjadi alat untuk menguasai negara.
Di dalam Islam, Negara wajib membangun sistem teknologi digital yang mandiri tanpa ketergantungan pada infrastruktur teknologi asing. Agar negara mampu mewujudkan informasi sehat bagi masyarakat, ruang siber yang syar’i senantiasa berasaskan pada hukum syara’ dan bebas pornografi. Dalam hal ini peran negara sebagai junnah (pelindung dan penjaga rakyat) sangat dibutuhkan, dan akan terwujud dengan tegaknya Islam Kaffah sebagai sebuah sistem yang mengatur seluruh kehidupan manusia.
Negara dalam Islam akan memberikan arahan pada pengembangan teknologi termasuk dunia siber. Juga akan memberitahukan panduan dalam memanfaatkannua dan semua itu bertujuan untuk menjaga kemuliaan manusia dan keselamatan dunia akhirat. MāsyāAllāh. [Wallahu a’lam bi Ash-shawāb]
