Bingkaiwarta, KUNINGAN – Sebuah langkah visioner kembali lahir dari Duta Baca Jawa Barat 2024, Raden Aurel Aditya Kusumawaningyun. Bersama tim kolektifnya, ia resmi meluncurkan KaryaKita.ID, sebuah website inovatif yang dirancang menjadi ruang apresiasi karya tulis tanpa batas.
Berbeda dengan lomba atau portal penulisan yang biasanya membatasi peserta dengan tema dan kategori tertentu, KaryaKita.ID dibangun dengan semangat inklusif: semua orang berhak menulis, semua orang layak diapresiasi.
“Banyak siswa dan generasi muda yang sebenarnya punya tulisan bagus, tapi akhirnya hilang begitu saja karena tidak ada wadah. KaryaKita.ID hadir untuk memastikan setiap tulisan punya rumah, punya jejak digital yang membanggakan,” ujar Raden, Kamis (21/8/2025).
Ruang Literasi Inklusif
Di KaryaKita.ID, karya tidak dipilah berdasarkan juara atau peringkat. Platform ini menghadirkan jadwal publikasi tematik mulai dari puisi, cerpen, kisah inspiratif, hingga karya ilmiah. Syaratnya sederhana: karya yang diajukan tidak boleh mengandung unsur SARA maupun konten yang merugikan.
Proyek ini lahir dari kolaborasi berbagai pihak. Raden menggagas ide, tim IT merancang tampilan, tim literasi menyeleksi konten, hingga jejaring relawan mendukung penyebaran semangat literasi digital.
Meski begitu, semangat personal branding Raden tetap terasa kuat. Ia menegaskan bahwa literasi bukan hanya soal membaca atau menulis, melainkan gerakan hidup yang menyatukan kreativitas dan apresiasi.
Menulis Sebagai Jejak
Raden menaruh harapan besar pada hadirnya KaryaKita.ID. Menurutnya, literasi digital harus menjadi jembatan agar generasi muda lebih percaya diri, berani menulis, dan meninggalkan jejak positif di dunia maya.
“Tulisan yang baik bukanlah tulisan yang selesai sekali jadi, melainkan tulisan yang berani direvisi berulang kali. Karena menulis bukan sekadar menyelesaikan, tapi juga merawat gagasan,” tambahnya.
Dengan hadirnya KaryaKita.ID, Jawa Barat—bahkan Indonesia—mendapat satu lagi ruang publik literasi digital yang segar. Sebuah ruang yang tidak mengkotak-kotakkan karya, melainkan merayakan keberagaman ekspresi.
“Kami ingin memastikan setiap orang punya tempat untuk berkarya. Karena setiap tulisan adalah warisan, dan setiap kata adalah jejak,” pungkas Raden Aurel Aditya Kusumawaningyun. (Abel)














