Bingkaiwarta, CIREBON – Polemik antara Handoyo, suami Wakil Wali Kota Cirebon Siti Farida, dengan Wali Kota Cirebon Effendi Edo terkait dugaan pinjaman dana kampanye sebesar Rp20 miliar kini menjadi sorotan publik.
Pasalnya, dalam laporan resmi dana kampanye Pilkada Serentak November 2024, pasangan calon nomor urut 3 tersebut hanya melaporkan penerimaan dana kampanye sebesar Rp1.034.735.323, dengan total pengeluaran sekitar Rp800 juta. Jumlah ini bahkan tercatat paling sedikit dibandingkan dua pasangan calon lainnya.
Pengamat politik Cirebon, Sutan Aji Nugraha, menilai polemik ini bukan hanya berpotensi merusak hubungan antara Wali Kota dan Wakil Wali Kota, tetapi juga dapat menimbulkan dugaan pelanggaran aturan hukum yang berlaku.
“Jika benar ada pinjaman dana kampanye sebesar Rp20 miliar, maka ini sangat jauh berbeda dari laporan resmi ke KPU. Hal itu bisa masuk kategori pelanggaran serius karena bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah serta Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2024 tentang Dana Kampanye,” ungkapnya, Minggu (22/9/2025).
Aturan Dana Kampanye
Berdasarkan PKPU Nomor 14 Tahun 2024, sumbangan dana kampanye memiliki batasan ketat, yakni:
Dari perseorangan paling banyak Rp75 juta.
Dari badan hukum swasta paling banyak Rp750 juta.
Selain itu, semua bentuk sumbangan maupun pinjaman dana kampanye wajib dicatat dan dilaporkan secara transparan kepada KPU melalui laporan awal, laporan penerimaan, dan laporan akhir dana kampanye.
Sanksi Pelanggaran
Jika terdapat ketidaksesuaian atau manipulasi laporan dana kampanye, sanksi tegas dapat dijatuhkan. Dalam Pasal 76A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, pasangan calon yang tidak menyampaikan laporan dana kampanye sesuai ketentuan dapat dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon kepala daerah.
Lebih lanjut, menurut PKPU Nomor 14 Tahun 2024 Pasal 72, sumbangan dana kampanye yang melebihi batas maksimal akan masuk ke kas negara, dan jika tidak dilaporkan bisa dianggap sebagai pelanggaran administrasi serius. Bahkan, jika ditemukan unsur pidana, dapat dijerat dengan ketentuan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur pidana pemilu dengan ancaman denda hingga ratusan juta rupiah dan pidana kurungan.
“Polemik ini harus segera diperjelas, karena menyangkut integritas penyelenggaraan Pilkada dan kepercayaan publik terhadap kepala daerah terpilih,” tegas Sutan Aji.
Berdasarkan informasi yang di himpun, Polda Jawa Barat saat ini tengah melakukan penyelidikan terkait dengan laporan dugaan penggelapan dan penipuan yang di laporkan oleh Handoyo kepada Effendi Edo.
Jumat lalu, Istri Effendi Edo sudah di periksa Polda Jawa Barat guna dimintai keterangan oleh penyidik. Hal tersebut dibenarkan oleh Penasehat hukum Handoyo yang saat ini menjadi pelapor, Cecep Suhardiman.
“Infonya sudah diperiksa” jawabnya saat dihubungi melalui pesan singkat.
Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan dari pihak Polda Jawa Barat. Kabid Humas Kombes Pol Hendra Rochmawan tidak menjawab saat di konfirmasi melalui aplikasi WhatsApp. (ARL)
