Bingkaiwarta, JAKARTA – Menjelang puncak mobilitas masyarakat pada libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggelar Rapat Koordinasi Nataru untuk memperkuat kesiapsiagaan nasional terhadap potensi risiko hidrometeorologi yang semakin meningkat, pada Senin (1/12/2025).
Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani mengungkapkan tren frekuensi hujan ekstrem dan angin kencang terus naik, dengan Jawa Barat memimpin daftar daerah paling rawan, disusul Jawa Tengah dan Jawa Timur — kondisi yang menjadi perhatian utama menjelang perjalanan masyarakat.
Jenis bencana yang mendominasi antara lain hujan ekstrem, angin kencang, petir merusak, puting beliung, hujan es, dan jarak pandang terbatas yang kerap mengganggu penerbangan dan pelayaran.
Untuk periode minggu ke-2 Desember hingga awal Januari, BMKG memperkirakan Monsun Asia mulai aktif, meningkatkan curah hujan di Indonesia. Anomali atmosfer seperti Madden Julian Oscillation, gelombang Kelvin, Rossby Equator, serta seruak dingin Siberia juga akan memicu hujan ekstrem. Selain itu, bibit siklon tropis berpotensi tumbuh di wilayah selatan seperti Bengkulu, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa-Bali, NTB, NTT, Maluku, dan Papua Selatan-Tengah.
Meskipun Indonesia tidak berada pada jalur siklon, anomali bisa mengubah pola, seperti yang terjadi pada Siklon Senyar yang menyebabkan hujan ekstrem lebih dari 380 mm/hari di Aceh. Pada 28 Desember – 10 Januari, hampir seluruh Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan berpotensi mengalami hujan tinggi hingga sangat tinggi (300-500 mm per bulan).
Potensi banjir rob juga muncul di pesisir Jakarta, Banten, dan Pantura Jawa Barat, terutama akibat fase perigee dan bulan purnama pertengahan Desember. Untuk mendukung penanganan darurat, BMKG bersama BNPB menjalankan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di tiga bandara: Sultan Iskandar Muda (Aceh), Kualanamu (Sumut), dan Padang. OMC menggunakan penyemaian NACL atau Calcium Oxide untuk menurunkan atau mencegah hujan di zona rawan, namun hanya dapat dilakukan jika gubernur menetapkan status siaga darurat.
BMKG menjelaskan siklon tropis dapat diprediksi hingga 8 hari sebelumnya, dengan peringatan dini yang telah dikirimkan berulang saat Siklon Senyar. Pemerintah daerah disarankan berkonsultasi dengan Balai Besar BMKG, menggelar rapat Forkopimda, dan memperkuat sistem respons dini.
BMKG juga telah membuka posko nasional di pelabuhan dan bandara, serta menyiapkan aplikasi pendukung seperti radar cuaca, DWT (jalan raya), dan Inawis (laut).
Mendagri menambahkan bahwa kejadian banjir bandang dan longsor di Cilacap, Banjarnegara, serta bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar menjadi peringatan nyata bahwa ancaman dapat muncul dengan cepat dan di mana saja.
Faisal menutup paparannya dengan mengajak semua pemangku kepentingan untuk memaksimalkan peringatan dini menjadi tindakan dini. “Rapat ini penting agar kita memiliki kesiapsiagaan dengan awas, siaga menuju keselamatan. Early warning menimbulkan early action menuju zero victim,” katanya. (Abel/hms)














