banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250

Kisah Unik Tentang Nasi Bogana Kesultanan Cirebon

Bingkaiwarta, KUNINGAN – Sebagai ucapan rasa syukur kepada Allah SWT, ada tradisi unik dalam menyambut Isra Mi’raj di Kesultanan Cirebon atau biasa dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Rajaban. Dalam suasana Rajaban tersebut, biasanya dihidangkan makanan khas Cirebon yaitu Nasi Bogana.

Ternyata, menurut Sekertaris Buhun adat Santana kesultanan Cirebon, Raden Hamzaiya menjelaskan, bahwa awal mula terciptanya nasi bogana yaitu pada saat Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) berkunjung ke daerah Sangkanhurip, Kuningan.

banner 728x250

“Dikisahkan di daerah Sangkanhurip saat itu sedang dilanda kemarau, sehingga masyarakat di daerah tersebut tidak bisa memanen aren. Masyarakat meminta Sunan Gunung Jati mendoakan agar daerah tersebut tidak lagi dilanda kemarau. Atas ijin Allah SWT daerah tersebut akhirnya tidak lagi dilanda kemarau dan masyarakat dapat kembali memanen aren,” jelas Hamzaiya kepada bingkaiwarta.co.id, Rabu (2/3/2022).

Selanjutnya, masyarakat berpikir untuk membuat suguhan sebagai rasa terimakasih untuk Sunan Gunung Jati, maka terciptalah nasi bogana. Yaitu, nasi beserta lauk pauk yang tersedia disetiap rumah atau dengan seadanya lauk yang tersedia.

“Nasi bogana juga mempunyai makna “abdi bogana saha?” artinya saya ini kepunyaan siapa. Maknanya adalah semua ini kepunyaan yang satu, yaitu Allah SWT. Tujuan dari makna ini adalah agar kita selalu mengingat dan bertawakal kepada
Allah SWT sebagai pencipta alam semesta dan sebagai pemberi rezeki,” terangnya.

Lebih jauh lagi, kata Hamzaiya, saat proses memasak nasi bogana, para pemasak diharuskan memakai baju adat Cirebon secara lengkap. Untuk pemasak laki – laki memakai baju beskap lengkap, yaitu baju khas Cirebon beserta kelengkapannya, sedangkan para pemasak perempuan memakai kebaya khas Cirebon beserta kelengkapanya.

“Para pemasak juga sudah mempunyai tugas masing – masing, biasanya para pemasak laki – laki mempunyai pekerjaan yang lebih berat, seperti mencuci beras dan memasak nasi. Sedangkan pemasak perempuan mendapat tugas yang lebih ringan, seperti mencuci dan memotong bahan masakan, serta mencuci peralatan jika sudah selesai memasak,” ujarnya.

Ia menambahkan, pada saat memasak, para pemasak membaca sholawat didalam hati sambil terus menerus memasak. Saat proses memasak, ada dupa yang di bakar disetiap sudut ruangan. Tidak ada tujuan tertentu maupun makna dibalik proses ini, hanya saja ini merupakan kegiatan yang sudah dilakukan turun temurun dan merupakan asimilasi dari budaya yang telah ada dari sebelum masuknya Islam ke Cirebon.

“Resep yang digunakan pada pembuatan nasi bogana sudah ada sejak jaman Sunan Gunung Jati dan turun temurun. Pada resep ini, disetiap ukuran bahan masakan ada maknanya yaitu 5 butir menandakan 5 rukun islam, 1 sendok makan menandakan ke Esa-an, 6 butir menandakan 6 rukun iman, 2 butir menandakan bahwa manusia selalu hidup berpasangan,” terang pria berkacamata ini.

Umumnya, keraton membuat beberapa tumpeng nasi bogana, satu untuk dimakan oleh Sultan, kerabat dan para abdi dalem, beberapa lainnya untuk dibagikan kepada masyarakat. Selanjutnya nasi bogana dibacakan doa kembali oleh para penghulu dan Sultan, setelah itu nasi bogana dibagikan kepada masyarakat.

“Ada beberapa kerabat dan abdi dalam yang bertugas membagikan nasi tersebut.
Nasi bogana yang akan dimakan untuk Sultan, kerabat dan para abdi dalem, diletakan di griya Prabayaksa yaitu halaman depan bangunan yang biasanya dipakai untuk penyambutan jika ada tamu datang. Tidak ada cara khusus untuk memakan nasi bogana tersebut,” tutupnya. (Abel Kiranti)


banner 336x280
banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!