Sumber Ilustrasi : https://tirto.id/coming-out-itu-tak-mudah-ketika-anak-lgbt-terbuka-kepada-keluarga-djhl
Oleh : Ummu Nadiatul Haq
Judul podcast Deddy Corbuzier kali ini jelas terang-terangan mengkampanyekan L68T: Tutorial Menjadi Gay di Indonesia. Dalam podcast-nya ia mengundang pasangan gay yang sudah menikah di Jerman.
Ini bukan kali pertama Deddy Corbuzier menayangkan konten L68T. Namun, kali ini kecaman keras datang dari berbagai pihak.
Sampai hari ini tak ada tindakan hukum terhadap Deddy Corbuzier, ataupun terhadap tayangan podcast-nya. Seolah-olah hukum di negeri ini menyetujui atau bahkan melindungi eksistensi perilaku keji dan gerakan mengkampanyekan L68T.
Menyimpang dan Merusak
Ditinjau dari sudut manapun, L68T (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender) adalah ‘fitnah’ (bencana). Bukan fitrah. L68T justru merupakan penyimpangan dari fitrah manusia. Fitrah manusia jelas terdiri dari lelaki dan perempuan, dengan organ reproduksi yang tak bisa dipertukarkan dan diganti.
Perilaku gay dan lesbian terbukti menyebabkan maraknya sejumlah penyakit kelamin. Badan kesehatan dunia yang menangani epidemik AIDS, UNAIDS, melaporkan bahwa di seluruh dunia perilaku gay berpotensi 25 kali lebih besar tertular HIV. Penelitian yang dilakukan Cancer Research Inggris juga menemukan bahwa homoseksual lebih rentan terkena kanker, terutama kanker anus, karena perilaku seks menyimpang yang mereka lakukan.
Penularan berbagai penyakit ini semakin cepat karena kaum gay dan lesbian terbiasa bergonta-ganti pasangan. Sebuah studi menyebut, seorang gay punya pasangan antara 20-106 orang pertahunnya. Adapun pasangan zina (pasangan heteroseksual, tetapi di luar pernikahan) tidak lebih dari delapan orang seumur hidupnya. Bahkan ditemukan bahwa sekitar 43 persen kaum gay tersebut selama hidupnya melakukan homoseksual dengan 500 orang bahkan lebih. Ini adalah hal yang sangat mengerikan bagi masyarakat.
Mereka juga kerap melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap pria normal untuk melampiaskan syahwat kejinya, seperti yang dilakukan seorang gay asal Indonesia di kota Manchester, Inggris, yang memperkosa ratusan pria sebagai korbannya.
Islam Solusi Terbaik
Pantas Islam mengharamkan perbuatan liwâth ini dan mengkategorikannya sebagai dosa besar. Allah SWT menyebutkan dalam kemarahan Nabi Luth as. kepada kaumnya—penduduk Sodom—karena kekejian mereka melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis. Bukan karena kemungkaran yang lain sebagaimana tudingan sekelompok tokoh pembela L68T. Allah SWT berfirman:
(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji (liwâth) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? Sungguh kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita. Kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS al-A’raf [7]: 80-81).
Imam ath-Thabari menyebutkan bahwa Nabi Luth as. mencela kaumnya karena perbuatan mereka, yakni lelaki mendatangi lelaki pada dubur mereka (sodomi). Akibat perbuatan itulah Allah SWT melaknat dan menghancurkan kaum Luth as. (Lihat: QS Hud [11]: 82).
Alhasil, Islam sama sekali tidak mengakui keberadaan kaum L68T ini. Bahkan Islam mencela perilaku L68T dengan sangat keras.
Sebagai tindak preventif, Islam pun mengancam para pelaku homoseksual dengan sanksi keras berupa hukuman mati bagi kaum gay yang masih bujang ataupun yang sudah menikah. Tanpa sanksi yang keras atas para pelaku menyimpang ini, kekejian mereka tak akan surut. Dikecualikan dalam hal ini adalah para korban kekerasan seksual para gay tersebut. Para korban kekerasan seksual akan direhabilitasi fisik dan jiwanya agar mereka tidak menjadi gay di kemudian hari. Hanya para pelakunya, sesuai hadis di atas, yang dijatuhi hukuman mati. Nabi saw. bersabda:
Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku maupun pasangannya (HR Abu Dawud).
Adapun lesbianisme atau yang disebut dalam fikih as-sahâq atau musâhaqah dikenai sanksi ta’zîr, yakni jenis hukuman yang bentuk dan kadarnya diserahkan kepada qâdhi (hakim). Mereka bisa dicambuk, dipenjara, atau bahkan dihukum mati jika sudah sangat keterlaluan.
Islam pun mengharamkan kampanye, propaganda atau apa saja yang berisi seruan terhadap perilaku busuk ini. Islam akan mengharamkan LSM, influencer, penulis buku, atau siapapun terlibat dalam gerakan mendukung dan menyebarkan paham L68T. Mereka juga akan dijatuhi sanksi keras jika melakukan propaganda L68T.
Mereka yang secara terang-terangan menghalalkan L68T yang telah jelas diharamkan syariah sudah batal keimanannya. Pasalnya, keharaman L68T ini telah jelas di dalam syariah. Haram bagi seorang Muslim menghalalkan atau mengharamkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Allah SWT (Lihat: QS an-Nahl [16]: 116).
Campakkan Liberalisme
Solusi terbaik dari Islam ini tak akan bisa diwujudkan tanpa penerapan syariah Islam secara kâffah dalam naungan Khilafah. Sistem demokrasi dan liberalisme yang berlaku di Tanah Air justru menyuburkan perilaku kaum Sodom ini. Atas nama kebebasan dan HAM warga diberi kebebasan orientasi seksual, termasuk menjadi gay dan lesbian.
Dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), misalnya, secara tersirat ada perlindungan terhadap kaum L68T. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan: “Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang…”
Eksistensi L68T ini juga merupakan bagian dari gerakan global yang didukung oleh banyak negara dan lembaga internasional seperti PBB. Dalam situs resmi PBB atau United Nations (UN) terang-terangan dinyatakan bahwa lembaga itu mendukung kesamaan hak bagi kaum L68TQ+ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer, dan lain-lain).
Kaum L68T ini semakin berani menyatakan eksistensinya. Berbagai kampanye serta propaganda gerakan ini semakin gencar dilakukan dengan adanya payung hukum dan dukungan dunia internasional.
Karena itu untuk menghentikan arus L68T ini tidak cukup hanya dengan seruan ataupun kecaman. Harus ada kekuatan politik dan hukum yang melindungi umat. Mengharapkan kehidupan sosial yang bersih dan sesuai fitrah sebagaimana tuntunan Allah SWT tak mungkin terwujud tanpa penerapan syariah secara kâffah dalam naungan Khilafah.
WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb.
Sumber : Buletin Kaffah No. 242 (13 Syawal 1443 H-13 Mei 2022 M)