Oleh : Lala Nurma
“Seorang lelaki tidak boleh menikahi ibu istrinya, meski setelah menceraikan putrinya atau ditinggal mati putrinya yang menjadi istrinya. Karena ibu mertua statusnya mahram selamanya bagi menantu.” (Dijelaskan dalam Fatawa Syabakah Islamiyyah no. 26819)
“Surga ditelapak kaki ibu..” begitulah pepatah yang sering kita dengar. Tetapi berbeda halnya dengan NR seorang wanita asal Banten yang justru dikhianati oleh ibunya sendiri. Dan saat ini, kasusnya tengah heboh jadi perbincangan di dunia maya. Dimana kasusnya tersebut membuat geram para netizen juga pembaca yang lain sehingga banyak yang mengomentarinya serta mengkritisi kasusnya tersebut. Apalagi kalau bukan kasus skandal perselingkuhan antara suami dan ibu kandung NR sendiri.
Dilansir dari tvonenews.com, kasus cinta segitiga (perselingkuhan) antara, suami, istri dan ibu mertua yang melibatkan perempuan asal Serang, Banten, berinisial NR masih menjadi perbincangan hangat, Rabu (04/1/2023). Adapun NR sebagai seorang istri dan anak merasa dikhianati oleh perbuatan tak senonoh suaminya (kini mantan suami) RZH yang berselingkuh hingga melakukan hubungan intim dengan ibu mertua (ibu kandung NR). Sejumlah pernyataan tentang perselingkuhan RZH dan ibu kandung NR sudah diungkap NR dalam kesempatan wawancaranya bersama Denny Sumargo di Podcast Curhat Bang, Rabu (28/12/2022) beberapa waktu lalu.
Ini hanyalah segelintir kasus perselingkuhan yang mencuat ke permukaan, namun ada hal yang tidak lumrah disini dikarenakan perselingkuhan ini terjadi antara menantu dan mertuanya sendiri. Miris sekali saat membaca caption-caption tentang skandal ini berseliweran di beranda media sosial, akibat sekularisasi (memisahkan agama dari negara) dan sistem kapitalisme yang membuat kasus malah mendapat panggung di mana-mana, tidak menyelesaikan masalah, sehingga ketika ada sesuatu yang viral langsung dijadikan ladang cuan tanpa adanya solusi yang pasti. Dan ini menambah deretan fakta, betapa buruknya potret pernikahan saat ini dikarenakan tidak adanya hukuman tegas bagi para pelaku perselingkuhan (zina) tersebut.
Proses hukum saat ini, seperti tertuang dalam RUU KUHP pasal 284 setiap pelaku yang melakukan zina akan dipenjara maksimal sembilan bulan, itupun jika terbukti bersalah. Padahal adanya narapidana itu justru membebani APBN dikarenakan negara harus menjamin makan mereka, belum kebutuhan yang lain seperti untuk narapidana wanita ada anggaran khusus untuk membeli pembalut, dan lain sebagainya. Maka, tidak heran ketika mereka menghirup udara bebas ada kemungkinan melakukan hal serupa karena bagi mereka penjara hanyalah tempat istirahat dari aktivitas mereka selama ini, jadi terkadang tidak menimbulkan efek jera.
Dalam Islam hukuman untuk pelaku zina yang sudah menikah adalah dirajam sampai mati, sebagaimana hadits Rasulullah Shallahu’alaihi wassalam berikut ini :
“Ambillah dari diriku, ambillah dari diriku, sesungguhnya Allah telah memberi jalan keluar (hukuman) untuk mereka (pezina). Jejaka dan perawan yang berzina hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dan janda hukumannya dera seratus kali dan rajam.” (HR Muslim).
Jangankan berzina dengan ibu/bapa mertua, menikahinya pun haram karena status mereka yang sudah menjadi mahram selamanya (mu-abbad). Allah swt. berfirman :
“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu) dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS. An-Nisaa [4] ayat 23)
Disetiap apa yang disyari’atkan oleh Islam, pastinya mengandung ibroh yang luar biasa. Bagi mereka para pegiat HAM, hukum dera (cambuk) dan rajam adalah sesuatu hal yang kejam dan tidak berprikemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia tetapi mereka tidak paham bahwa dibalik hukuman tersebut banyak sekali ibroh yang akan didapatkan, seperti memberikan efek jera kepada yang lain sehingga setiap mereka akan melakukan hal serupa akan berpikir berulang kali, pelaku akan bermuhasabah hingga akhirnya bertaubat dan tidak mengulangi dosa serupa. Sesederhana itu jika hukum Islam ditegakkan.
Kesimpulan
Lagi, dan lagi hanya Islamlah yang mampu memberikan solusi atas permasalahan umat. Allah menurunkan Al-Qur’an dan Hadits melalui perantara Nabi Muhammad, semata-mata agar kita sebagai hamba-Nya menjadikannya sebagai pedoman hidup bukan hanya sebatas bacaan ataupun pajangan dilemari. Namun, tentu saja penegakan syari’at Islam ini tidak bisa lepas dari hadirnya peran negara yang mendukung, karena tidak sembarangan orang yang bisa melakukannya. Dan hukum-hukum ini berlaku ketika ada negara yang menaunginya, yakni Daulah Islamiyyah.[]
Wallahu’alam bishshawab