banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
Berita  

Bedah Buku “Dari Pesantren ke Medan Perang” Kiprah Kiai Abbas Buntet dalam Revolusi Surabaya 1945

Bingkaiwarta, CIREBON – Sosok ulama pejuang asal Buntet Pesantren, KH Abbas Abdul Jamil, kembali mendapat sorotan dalam acara bedah buku “Dari Pesantren ke Medan Perang” Kiprah Kiai Abbas Buntet dalam Revolusi Surabaya 1945” yang digelar di Kampus UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Kamis (21/8).

Buku karya Prof Usep Abdul Matin ini mengupas perjalanan hidup Kiai Abbas, mulai dari latar keluarganya, dunia pendidikan, hingga peran heroiknya dalam pertempuran 10 November 1945.

banner 728x250

Melalui narasi sejarah yang kaya, buku ini juga memperlihatkan bagaimana pesantren dan rakyat sipil turut menjadi motor perjuangan kemerdekaan.
“Bedah buku ini adalah penegasan dari apresiasi dan keinginan kuat masyarakat, khususnya kalangan akademik, untuk memperkuat pengusulan KH Abbas sebagai calon pahlawan nasional.”

“Beliau sudah memenuhi syarat dan sangat layak ditetapkan pada tahun 2025 ini,” ujar Usep saat diwawancarai selepas acara.

Ia menegaskan, nilai perjuangan Kiai Abbas tidak hanya relevan pada masanya, tetapi juga menjadi kelanjutan dari tradisi perlawanan Cirebon sejak era kerajaan.

“Beliau adalah orang yang menaklukkan penjajah sekaligus membebaskan bangsa dari belenggu kolonial,” ucapnya.

Penggagas pengusulan KH Abbas sebagai Pahlawan Nasional, Prof KH Asep Saifudin Chalim menekankan, bahwa Kiai Abbas bukan sekadar ulama pengajar, melainkan panglima yang ikut bertempur.

“Kiai Abbas Abdul Jamil Buntet bukan hanya tokoh agama, tetapi ulama pejuang yang mengukir sejarah. Beliau menggugah perlawanan lewat Resolusi Jihad sekaligus turun langsung ke medan tempur,” jelas Asep.

Rektor UIN Siber Syekh Nurjati, Prof Aan Jaelani menyebut, momen bedah buku ini membawa berkah sekaligus motivasi bagi civitas akademika.

“Peristiwa 10 November 1945 tidak bisa dilepaskan dari peran KH Abbas. Beliau mengintegrasikan pendidikan agama dan umum, itu yang membuatnya layak ditetapkan sebagai pahlawan nasional,” kata Aan.

Sebelumnya, dukungan juga datang dari keluarga besar Kiai Abbas.

Cicitnya, KH Mustahdi Abdullah Abbas menilai, gelar pahlawan nasional bukan untuk kepentingan pribadi leluhurnya, melainkan warisan penting bagi bangsa.

“Gelar itu tidak penting bagi sosok Kiai Abbas, tapi penting bagi generasi bangsa untuk merawat spirit dan menumbuhkan sikap kebangsaan,” ujar Mustahdi.

Senada, Penjabat Ketua YLPI Buntet Pesantren, KH Aris Ni’matullah, menegaskan perjuangan Kiai Abbas lahir dari keikhlasan.

“Kiai Abbas sendiri tidak berkenan dengan gelar pahlawan. Seperti orang tua yang memberikan jiwa raganya untuk anak, beliau tidak mengharap balasan. Tapi sebagai santri, kami ingin menempatkan beliau pada posisi yang sebenarnya,” ucap Aris.

Ia menambahkan, keberangkatan Kiai Abbas ke Surabaya pada 1945 adalah bukti nyata keberpihakan pada kemerdekaan.

“Meskipun jaraknya jauh, beliau tetap berangkat. Ini bukan soal sunnah atau kifayah, tapi soal penjajahan yang harus hengkang dari Nusantara,” jelas dia.

Sementara itu, salah satu Narasumber pada Bedah buku ini, Prof Usep Abdul Matin, Ph mengapresiasi kegiatan Bedah Buku ini.

Menurut nya Bedah Buku ini menjadi salah satu penguat untuk penobatan Kiai Abbas Buntet sebagai pahlawan nasional.

“Bedah buku ini penegasan dari apresiasi dan keinginan kuat dari masyarakat umum khususnya masyarakat akademik di kampus ini untuk memperkuat pengusulan Kiai Abbas Abdul Jamil sebagai calon Pahlawan Nasional yang sudah memenuhi syarat,” katanya.

Terkait Kiprah Kiai Abbas yang menolak diplomasi, Usep menjelaskan, pada saat itu pemerintah Indonesia era Soekarno lebih memilih jalur diplomasi dikarenakan keterbatasan kekuatan.

“Jalur diplomasi ini karena melihat kekuatan militer musuh lebih banyak daripada kekuatan militer bangsa sendiri, tapi setelah Bung Karno melihat kenyataan di lapangan di Surabaya dan begitu muncul solidaritas sosial dari umat islam yang berjumlah 60 juta siap berani mati perang fisik terbuka maka Bung Karno merubah, solidaritas sosial ini untuk mencapai misi masa depan,”katanya.

Sementara itu, Rektor UINSSC Prof Dr Aan Jaelani, Menyampaikan, UINSSC sangat mendukung digelar nya Bedah Buku ini sebagai penguat diusulkannya Kiai Abbas sebagai Pahlawan nasional.

“Kami sangat meneladani semangat dan spirit juang Kiai Abbas Abdul Jamil sebagai tokoh penting di Cirebon yang peduli terhadap pendidikan, dan juga salah satu Pahlawan Kemerdekaan,” kata Aan. (ARL)


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan