banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
Berita  

Dana APBN untuk Pesantren Ambruk: Antara Empati dan Akuntabilitas, Negara Harus Investigasi Dulu!

Bingkaiwarta, JAKARTA – Penggunaan dana APBN untuk membangun kembali Pesantren Al-Akhoziny yang ambruk menuai polemik di kalangan publik. Achmad Nur Hidayat, seorang ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, menyoroti pentingnya keseimbangan antara empati sosial dan tanggung jawab fiskal dalam kasus ini.

“Publik bertanya, apakah pantas dana APBN digunakan untuk membangun kembali pesantren yang ambruk, padahal ada indikasi kelalaian konstruksi?” ujar Achmad Nur Hidayat, Jumat (10/10/2025). Pertanyaan ini, menurutnya, menyentuh batas antara kewajiban negara untuk menolong korban dan prinsip akuntabilitas dalam penggunaan uang rakyat.

banner 728x250

Achmad menjelaskan bahwa uang APBN adalah hasil pajak dari berbagai lapisan masyarakat, sehingga setiap rupiah harus digunakan dengan alasan yang dapat diuji secara moral dan hukum. “Negara wajib hadir menolong korban, namun tanggung jawab kemanusiaan tidak boleh meniadakan prinsip akuntabilitas,” tegasnya.

Menurutnya, jika keruntuhan disebabkan oleh bencana alam, penyaluran dana darurat adalah tindakan yang logis. Namun, jika disebabkan oleh kesalahan manusia seperti kelalaian kontraktor atau pengawasan yang lemah, negara tidak bisa langsung menjadi “penebus dosa”.

“Analogi sederhananya, ketika seseorang menabrak mobil tetangga karena lalai, yang pertama dilakukan adalah penyelidikan dan tanggung jawab, bukan patungan warga untuk memperbaiki,” jelas Achmad. Ia menekankan bahwa bantuan harus diberikan setelah kebenaran ditegakkan.

Achmad menyarankan agar langkah pertama yang dilakukan adalah investigasi menyeluruh, bukan pembangunan ulang. Jika ditemukan unsur kelalaian, proses hukum wajib berjalan. Setelah semua jelas, pemerintah boleh membantu dengan prinsip reconstruction with responsibility—membangun sambil membenahi tata kelola.

“APBN bukan dana sosial yang bisa digunakan hanya karena rasa kasihan. Ia adalah amanah konstitusi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” tegasnya. Penggunaan APBN tanpa audit penyebab bisa menjadi preseden berbahaya, seolah semua kesalahan bisa dimaafkan dengan uang negara.

Achmad juga menyoroti status pesantren sebagai lembaga privat. Bantuan negara sah diberikan bila tujuannya untuk kepentingan publik, seperti peningkatan mutu pendidikan. Namun, untuk pembangunan fisik akibat kelalaian internal, logika fiskalnya berbeda.

Ia menyarankan agar negara tetap hadir dengan tahapan yang disiplin: menangani korban dan kebutuhan darurat santri, melakukan investigasi menyeluruh, dan menggunakan APBN hanya setelah kesalahan dan tanggung jawab jelas.

“Kebijakan publik tidak hanya diukur dari niat, tetapi juga persepsi. Jika APBN digunakan untuk menalangi kelalaian, pesan yang sampai ke publik bukan ‘negara peduli’, melainkan ‘negara permisif’,” pungkasnya. Hal ini bisa memicu lembaga lain untuk meniru, merasa negara siap menanggung akibat jika terjadi kesalahan.

Dengan demikian, Achmad Nur Hidayat menekankan pentingnya pengelolaan APBN yang bijak dan bertanggung jawab, demi mencegah keruntuhan berikutnya—baik secara fisik maupun moral. (Abel)


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan