Bingkaiwarta, KUNINGAN – Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK) akan menyerahkan dokumen setebal sekitar 20 halaman yang disebut sebagai “bukti mahkota” kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD Kuningan dalam waktu dekat. Dokumen tersebut memuat fakta-fakta baru terkait dugaan pelanggaran etika dua anggota DPRD Kuningan yang juga merupakan elite partai politik.
Ketua FMPK, Ustadz Ade Supriyadi, menegaskan bahwa dokumen tersebut bukan sekadar kumpulan opini atau asumsi, melainkan hasil investigasi lapangan, pengumpulan bukti, dan konfirmasi silang.
“Yang kami serahkan bukan asumsi, bukan opini. Tapi fakta keras yang tak terbantahkan. Jika ini diabaikan, maka kita menyaksikan kehancuran etika di lembaga legislatif,” ujarnya kepada bingkaiwarta.co.id, Rabu (23/7/2025).
Dokumen itu disusun sistematis berisi kronologi kejadian, pelanggaran norma agama dan partai, serta bukti dugaan intervensi yang dilakukan oleh pihak terlapor. FMPK menyebutnya sebagai rekonstruksi moral dan hukum untuk membuka tabir pelanggaran yang melampaui ranah pribadi.
Sekretaris FMPK, Kang Luqman Maulana, menyatakan bahwa substansi laporan ini bukan sesuatu yang bisa dikompromikan. Menurutnya, persoalan tersebut sudah memasuki wilayah tindakan sistemik yang mengabaikan akuntabilitas publik dan merendahkan nilai keislaman.
“Kami tidak ingin institusi ini jatuh hanya karena diam menghadapi pelanggaran. Ada dugaan manipulasi narasi, pengkondisian, dan pembungkaman fakta. Ini bukan hanya persoalan etika, tapi sudah menyentuh jantung demokrasi lokal,” tandasnya.
FMPK juga menyoroti bahwa selama ini publik hanya menerima kabar parsial. Padahal, menurut mereka, terdapat dugaan pelanggaran berlapis, antara lain nikah siri yang ditutup-tutupi, perceraian kilat talak tiga tanpa alasan syar’i, perceraian saat istri dalam kondisi hamil tua, penyalahgunaan posisi kekuasaan, hingga pelecehan terhadap nilai syariat dan sumpah jabatan.
Dalam pandangan FMPK, Badan Kehormatan DPRD Kuningan kini menghadapi ujian integritas yang paling krusial. Mereka menilai BK harus berani memutus perkara ini secara objektif tanpa tekanan politik internal maupun eksternal.
“Jangan sampai keputusan BK hanya menjadi pelicin rekonsiliasi elit. Kalau pelanggaran seberat ini dibiarkan tanpa sanksi bermartabat, maka BK bukan lagi penjaga etika, tapi menjadi alat cuci dosa politik,” tegas Ustadz Ade.
Lebih jauh, FMPK menekankan bahwa pelaporan ini bukan untuk menjatuhkan individu, melainkan untuk menjaga kehormatan lembaga legislatif dan memulihkan standar etik yang selama ini tercederai.
“Kami sadar menegakkan etika di negeri yang terbiasa dengan kompromi bukan perkara mudah. Tapi jika hari ini kita diam, maka besok anak-anak kita akan mewarisi kebobrokan yang kita biarkan tumbuh,” pungkas Kang Luqman.
FMPK berharap BK DPRD Kuningan dapat menuntaskan pemeriksaan dengan penuh keberanian dan kejujuran, sehingga keputusan yang dihasilkan mampu mengembalikan marwah lembaga legislatif sebagai simbol moral dan keadilan publik. (Abel)
