Oleh: Euis Hasanah
Setelah didera pandemi Covid-19, prekonomian Indonesia belum mengalami perubahan, justru Indonesia pernah berada dalam jurang resesi. Di tengah kuartal kedua Indonesia berada dalam keadaan inflasi. Akan tetapi Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas mengatakan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) harus dinaikkan supaya kinerja mereka meningkat (kompas.com, 18/8/23).
PNS di Indonesia menjadi tumpuan masyarakat dalam mencari pekerjaan, terlebih didalamnya terdapat gaji yang tetap, tunjangan dan dana pensiun. Namun tak seindah harapan yang dibayangkan, walaupun dirasa sejahtera namun hanya sekedar angan-angan. Nyatanya pegawai negeri bukan solusi dikala kebutuhan hidup meningkat dan harga bahan pokok terus merangkak naik. Betul secara alaminya manusia mengharapkan kehidupan serba cukup, namun kenyataannya bagaikan mimpi di siang bolong. Hidup sejahtera seolah-olah barang mewah dan ketidakmampuan tersebut tidak terlepas pada aturan yang dianut negeri Indonesia.
Indonesia saat ini menerapkan sistem sekularisme, yang artinya memisahkan agama dengan kehidupan. Agama hanya mengatur urusan manusia dengan Tuhan-Nya, seperti solat puasa, zakat dan haji. Akan tetapi urusan dengan sesamanya, manusia diberikan hak khusus untuk menggodok dan melegalisasi perundang-undangan lewat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam kehidupan sekuler hanya diuntungkan para pemilik modal (kapital), melalui kebijakan privatisasi SDA perusahaan bisa mengeruk apa yang mereka inginkan. Walhasil Kesejahteraan dalam kehidupan sekuler tentu menjadi hal yang sulit didapatkan, secara fakta kesenjangan antara si miskin dan si kaya nampak di depan mata.
Bahkan menurut World Inequality Report 2022, dalam dua dekade terakhir kesenjangan ekonomi di Indonesia tidak mengalami perubahan signifikan. Laporan itu mencatat, selama periode 2001-2021 sebanyak 50% penduduk Indonesia hanya memiliki kurang dari 5% kekayaan rumah tangga nasional (total household wealth). Pada laporan ini diidentifikasi bahwa total household wealth merupakan jumlah seluruh aset finansial (termasuk saham dan surat berharga lainnya) serta aset non-finansial (seperti rumah) yang dimiliki rumah tangga Indonesia.
Dengan kenaikan gaji pegawai negeri belum tentu kinerja ASN meningkat, nyatanya kehidupan dalam kapitalis-sekularisme memaksa individu untuk bersikap hedonis. Sikap hedonisme menjadikannya standar hidup dan hanya diidentikkan dengan gaya ala Barat, fun, food fashion dan film menjadi sorotan yang harus terpenuhi. Wajar di dunia ASN lewat media sosial, mereka memperlihatkan gaya flexing dan menjadi acuan tindakan menyombongkan diri tentang hal-hal yang berhubungan dengan uang, seperti berapa banyak uang yang dimiliki atau barang mahal.
Nyatanya dalam sistem sekularisme, berapapun gaji pokok yang ditetapkan tidak membuat sejahtera. Maka harus beralih kepada sistem yang menjadikan individu ada rasa ketenangan dalam menjalani kehidupan. Tentu sistem yang membawa keberkahan harus bersumber dari sang pemilik alam semesta, yakni aturan syariat berasal dari Allah SWT. Islam adalah agama sempurna mengatur urusan manusia dengan Tuhan-Nya. Mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya.
Dalam aturan Islam, pemimpin bagaikan pengembala dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ…
“Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad).
Dalam hadits tersebut menunjukkan, bagaimana tanggung jawab seorang pemimpin terhadap rakyat. Lewat aturan yang diterapkan dalam kepimpinan Islam, kholifah akan menerapkan sistem ekonomi Islam dan tidak berbasis ribawi. Standarisasi uang dikembalikan kepada dinar dan dirham, sehingga akan menekan terjadinya laju inflasi, serta menjaga kestabilan harga barang dan jasa.
Sedangkan dalam Islam mengharamkan bagi setiap pemimpin penetapan terhadap upah pekerja, yang ada adalah asas kemanfaatan antara pekerja dan yang memperkerjakan. Sedangkan dalam hal kesehatan dan dan pendidikan adalah kebutuhan mendasar yang harus dijamin oleh negara tanpa dipungut biaya alias gratis.
Adapun laki-laki yang telah mencapai balig, Islam mewajibkan atasnya untuk mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga. Apabila ada individu yang tak mampu bekerja, maka yang menghidupi adalah wali dari pihak laki-laki. Dan jika diantara keluarganya tidak bisa menafkahi, maka negara berkewajiban menanggung biaya untuk kehidupannya. Walhasil Kesejahteraan mudah diraih, apabila apabila Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara.
Wallahua’lam Bishawab.