Oleh: Resa Ristia Nuraidah
KEPALA Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Syahardiantono mengumumkan hasil penindakan hukum terhadap kerusuhan saat demonstrasi 25 Agustus – 31 Agustus 2025 di berbagai daerah di Indonesia. “Total ada 959 tersangka, dengan rincian 664 dewasa dan 295 anak,” ujar Syahardiantono dalam konferensi persnya di gedung Bareskrim Polri, Rabu, 24 September 2025. [Tempo.com]
Penetapan 295 anak sebagai tersangka kerusuhan demo DPR memperlihatkan fenomena baru bahwa generasi Z mulai sadar politik dan berani menuntut perubahan. Generasi muda atau lebih dikenal sebagai Gen Z adalah generasi native digital yang membuat mereka lebih kritis dan cepat dalam mengakses informasi dan menyuarakan keinginan. Mereka kerap menggunakan teknologi digital dan media sosial untuk menyuarakan aspirasi dan menggerakkan perubahan.
Saat ini Gen Z mulai sadar politik dan menuntut perubahan atas ketidakadilan. Namun, kesadaran politik itu justru dikriminalisasi dengan label anarkisme. Ini adalah bentuk pembungkaman agar generasi muda tidak kritis terhadap penguasa.
Gen Z sejatinya memiliki potensi besar menjadi agen perubahan. Akan tetapi, potensi tersebut dikerdilkan dan dihambat agar mereka tidak menjadi kekuatan politik yang mengancam eksistensi ideologi kapitalisme demokrasi. Demokrasi kapitalisme hanya memberi ruang bersuara pada mereka yang sejalan dengan kepentingan penguasa. Sementara itu, pihak yang berseberangan dengan penguasa dan mengganggu kepentingan penguasa akan dibatasi, dijegal, bahkan dikriminalisasi.
Padahal pemuda merupakan tonggak perubahan. Maka kesadaran politik mereka harus diarahkan pada perubahan hakiki menuju Islam kaffah. Sejarah telah mencatat bahwa perubahan besar dimulai dari pemudanya. Para penggerak perubahan selalu diisi dengan generasi muda. Pemuda adalah tonggak perubahan dan mercusuar peradaban. Generasi muda selalu identik dengan idealisme tinggi, fisik kuat, dan sikap berani. Potensi inilah yang semestinya diarahkan pada jalan yang sahih,
Islam sendiri mewajibkan amar ma’ruf nahi munkar, termasuk mengoreksi saat penguasa berbuat dzalim terhadap rakyatnya, bukan malah membungkam suara kritis.
Sistem Islam juga membentuk pemuda dengan pendidikan berbasis aqidah Islam sehingga kesadaran politik mereka terarah untuk memperjuangkan ridha Allah, bukan sekadar luapan emosi seperti anarkisme yang terjadi saat ini. [Wallāhu a’lam bi Ash-shawāb]
