Bingkaiwarta, KUNINGAN – Sejumlah permasalahan mencuat, mulai dari pembangunan dapur MBG yang diduga tidak memenuhi prosedur perizinan yang berlaku. Dapur-dapur MBG, baik yang dibangun dari nol maupun yang menyewa, diduga abai terhadap izin mendirikan bangunan (IMB) dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR), analisis dampak lingkungan (Amdal) dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta persyaratan lainnya.
Ironisnya, bahan baku untuk kebutuhan masak MBG pun diduga belum memanfaatkan potensi pangan lokal yang dikelola oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kuningan. Padahal, Kabupaten Kuningan memiliki lebih dari 42 ribu UMKM, dengan 12 ribu di antaranya bergerak di bidang pengolahan makanan. Potensi besar ini seharusnya dapat diberdayakan untuk meningkatkan kesejahteraan warga sekaligus mendukung program MBG. Namun faktanya, tak seindah wacana yang dilontarkan.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, Perdagangan & Perindustrian (Diskopdagperin), Carlan, menyoroti pentingnya dapur MBG berbasis domisili desa atau kelurahan. “Jika dapur MBG berbasis desa atau kelurahan, maka siswa penerima manfaat dan sekolahnya masih berada di wilayah desa yang sama. Begitu pula dengan bahan baku yang diperlukan, dapat memberdayakan dari pelaku UMKM yang ada atau pangan lokal sebagaimanamestinya,” ujarnya saat berdiskusi dengan forum RUANG BERITAKU (Ruang Diskusi Wartawan Bersuara Kita Kuningan), Rabu (15/10/2025) siang.
Carlan mencontohkan ketidakefektifan yang terjadi saat ini, di mana dapur MBG berlokasi di Kecamatan Cilimus (Kuningan utara) atau berbatasan dengan Kabupaten Cirebon, namun mendistribusikan makanan ke wilayah Kecamatan Cibingbin (Kuningan timur) yang berbatasan dengan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. “Dari sisi jarak saja sudah kurang efektif,” tegasnya.
Carut marut implementasi MBG di Kabupaten Kuningan ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah. Perlu adanya evaluasi menyeluruh dan perbaikan mendasar agar program ini benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan justru menimbulkan masalah baru. Jangan sampai niat baik untuk meningkatkan gizi anak bangsa justru terganjal oleh buruknya perencanaan dan pelaksanaan di lapangan. (Abel)
