banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250

Mengurai Benang Kusut KDRT

Oleh: N. Vera Khairunnisa

Viralnya kasus KDRT yang menimpa seorang artis, hingga kini masih menjadi perbincangan sebagian kalangan. Meski pihak istri yang menjadi korban sudah mencabut laporan, namun justru malah menimbulkan pro dan kontra. Inilah yang menjadikan tema KDRT masih hangat hingga hari ini.

banner 728x250

Kepala Bidang HAM Hasbullah Fudail ketika memberi pengantar diskusi Mingguan Bidang HAM – Mahasiswa Unpas dengan Tema “KDRT Dimensi Hukum dan HAM” mengatakan, realitas bahwa fenomena KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) menjadi viral ketika kasus ini menimpa kaum selebritis.

Ia pun menyampaikan, dengan adanya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Perlindungan KDRT, maupun dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusi menjadi payung hukum atas perlindungan kekerasan tersebut. (kemenkumham. go. id, 24/10/22)

Memang benar, dengan adanya UU tersebut, korban KDRT bisa membuat laporan atau melakukan pengaduan. Hanya saja pertanyaannya, apakah hal ini bisa menjadi solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah KDRT?

Karena secara realitas, kasus KDRT ini sangat sering terjadi. KDRT yang dialami artis hanyalah salah satu dari belasan ribu lebih kasus yang tercatat di Kementerian Perempuan dan juga Perlindungan Anak per Oktober 2022. 

Menurut data dari KemenPPPA, hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5% atau 16.745 korban adalah perempuan. (metrotvnews. com, 04/10/22)

Kepala UPTF PPA Kota Bandung Mytha Rofiyanti menyebut kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap perempuan dan anak sebagai fenomena gunung es, karena kasus dan laporan yang tercatat belum tentu mewakili jumlah pasti kasus yang terjadi di lapangan. (republika. co. id, 31/10/22)

Mengapa kasus KDRT begitu sulit diselesaikan? Meski sudah ada payung hukumnya, namun tetap saja kasus tersebut terus bermunculan.

Jika kita mencermati realitas, akan ditemukan banyak faktor penyebab terjadinya tindak KDRT. Di antaranya adalah faktor ekonomi, pendidikan yang rendah dan perselingkuhan.

Kita tahu bahwa hari ini, begitu banyak masyarakat yang kekurangan dari segi ekonomi. Kebutuhan pokok serba mahal, sedangkan pemasukan begitu minim. Apalagi kalau sedang tidak punya pekerjaan alias pengangguran, hal ini akan menyebabkan emosi sulit terkontrol karena depresi.

Karena lemahnya ekonomi, banyak masyarakat yang memilih untuk tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Akibatnya, mereka kurang wawasan. Hal ini akan berpengaruh terhadap bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah dalam kehidupan.

Perselingkuhan pun bukan hal yang tabu ditemukan hari ini. Lingkungan kerja yang tidak kondusif dan pergaulan yang tidak dijaga, membuat banyak orang terjerumus ke dalam aktivitas yang diharamkan seperti selingkuh.

Inilah yang mestinya diselesaikan. Membuat ekonomi rakyat stabil, memberikan kesempatan belajar pada semua pihak dan menjauhkan rakyat dari pergaulan bebas. Hanya saja, mungkinkah hal ini bisa dilakukan?

Mengingat sistem yang diterapkan hari ini memberikan peluang terjadinya kesenjangan ekonomi yang begitu lebar. Dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Rasanya sulit membuat kesejahteraan bisa merata ke seluruh rakyat.

Bagaimana dengan pendidikan rakyat? Kita tahu betapa mahalnya biaya pendidikan hari ini. Meskipun ada sekolah gratis, namun kualitasnya jauh dari sekolah-sekolah yang berbayar. Maka tidak heran kita menemukan banyak kasus anak sekolah yang melakukan kejahatan. Ini artinya ada yang salah dengan kurikulum pendidikan kita.

Adapun perselingkuhan, hal ini terjadi karena sistem hari ini menjamin kebebasan dalam segala hal, di antaranya yaitu kebebasan berperilaku. Maka tidak heran jika pergaulan bebas kian merajalela, dilakukan oleh mereka yang belum maupun yang telah menikah.

Oleh karena itu, masalah KDRT ini problem sistemik. Masalah yang dilahirkan akibat salahnya sistem kehidupan yang diterapkan.

Maka, tak ada solusi lain selain memilih sistem alternatif yang akan menggantikan sistem hari ini. Apakah itu? Tentu saja sistem Islam. Mengapa harus Islam?

Karena Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna. Mengatur segala aspek kehidupan. Aturan Islam dibuat oleh Allah SWT., Zat Yang Maha Tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Lantas, seperti apakah cara Islam menyelesaikan masalah KDRT?

Pertama, membentuk ketakwaan individu. Islam menegaskan bahwa setiap orang adalah pemimpin dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Sebagaimana hadits berikut:

Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.”

“Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka.”

“Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan ia bertanggung jawab atasnya. Maka setiap dari kalian adalah adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Abu Dawud).

Maka, setiap orang apapun statusnya mereka akan berusaha senantiasa taat pada aturan Allah SWT. Seorang pemimpin umat manusia, dia akan memimpin dengan adil. Dia tidak akan tenang menyaksikan rakyatnya kelaparan dan kekurangan harta, sementara dia dalam keadaan kenyang dan hidup berkecukupan.

Seorang suami, dia akan menjadi pemimpin yang adil terhadap keluarganya. Bertanggung jawab dengan memberikan nafkah lahir dan batin, berlaku lemah lembut, penyayang dan tidak kasar. Semua ini dilakukan karena rasa takutnya kepada Allah SWT. Sebab ia meyakini bahwa setiap apa yang dilakukannya akan dihisab di akhirat kelak.

Kedua, menciptakan masyarakat yang Islami. Hal ini akan terbentuk dengan konsep amar ma’ruf nahi munkar yang diwajibkan dalam Islam. Betapa banyak dalil baik dalam al Quran maupun as Sunnah yang memerintahkan kepada umat Islam agar melakukan dakwah, saling menasehati dan saling tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.

Semisal Firman Allah SWT. dalam surat Ali Imran ayat 104 berikut:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Sa’id Al Khudry -radhiyallahu ‘anhu- , ia berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda, “Barang siapa di antara kamu yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah (mengingkari) dengan lisannya, jika tidak mampu hendaklah ia merubah dengan hatinya, dan itulah keimanan yang paling lemah.” (HR. Muslim no. 49)

Ketiga, negara yang menerapkan aturan Islam. Masalah KDRT dan masalah-masalah lain yang ada dalam kehidupan, bisa diatasi jika negara menerapkan aturan Islam secara keseluruhan. Bukan hanya memberikan payung hukum untuk korban KDRT, namun negara harus memastikan kesejahteraan rakyatnya.

Kebutuhan dasar rakyat semisal sandang, pangan dan papan, serta pendidikan, kesehatan dan keamanan semua wajib diberikan oleh negara, baik secara langsung mapun tidak langsung. Negara juga wajib memastikan rakyatnya senantiasa terikat dengan aturan Islam.

Siapa saja yang melanggar aturan Islam, maka ia akan ditegur dengan keras bahkan diberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Karena dalam Islam, aturan Islam adalah aturan negara. Maka, Islam memiliki konsep sistem sanksi dan peradilan. Ini bukan hanya sekadar untuk dipahami, namun juga wajib diterapkan sebagaimana aturan-aturan lainnya dalam Islam.

Begitupun pelaku KDRT, ia akan mendapatkan sanksi sesuai dengan tindak KDRT yang dia lakukan. Keluarga korban yang mengalami cacat atau cedera atau bahkan meninggal dunia, bisa mengajukan qisas. Aturan ini dijelaskan dalam Al Quran di surat Al-Ma’idah ayat 45

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَآ أَنَّ ٱلنَّفْسَ بِٱلنَّفْسِ وَٱلْعَيْنَ بِٱلْعَيْنِ وَٱلْأَنفَ بِٱلْأَنفِ وَٱلْأُذُنَ بِٱلْأُذُنِ وَٱلسِّنَّ بِٱلسِّنِّ وَٱلْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِۦ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُۥ ۚ وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”

Begitulah mekanisme Islam dalam menyelesaikan masalah KDRT. Semua ini hanya bisa diterapkan tatkala Islam menjadi asas dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahua’lam


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan