Oleh : Dedi Suhandi (Ketua Senkom Kuningan)
Agustus itu tentang keistimewaan, ia hadir menanam berjuta asa untuk Indonesia dalam menata dan menegakkan harapan. Agustus itu bukanlah sekedar bulan kenangan, tetapi adalah bulan kemerdekaan dan perjuangan ia hasil dari sebuah ilham basar yang dipenuhi tetesan keringat, air mata bahkan darah yang bercucur hingga regangan nyawa. Para Founding fathers-lah yang menitipkan negara ini untuk kita kelola bersama, bukan oleh sekelompok, segolongan, se-ras, se-agama apalagi se-keluarga tertentu, merdeka itu untuk segenap rakyat Indonesia.
Tiba-tiba agustus sudah hadir di usia yang mestinya sudah melewati masa2 dewasa, bahkan beranjak matang untuk mengelola berbagai sumber daya, baik itu bermilyar rangkaian alam permata khtulistiwa atau kekayaan laut yang luar biasa.
Namun kematangan usia kadang tak linier dengan ekspektasi harapan, angka2 miris tentang pengelolaan negara masih cukup mengkhawatirkan, baik tentang keadilan dan hukum atau kesempatan untuk berdiri sama tinggi, rebahan sama rendah dan toleransi sama menghargai, tapi yang terjadi bagi minoritas ia seringkali terasa berat untuk memiliki hak2 sebagai warga merdeka sesuai amanat konstitusi kita pada dasar negara yaitu UUD 45 pasal 28E ayat 2 yang berbunyi: menjamin kebebasan orang untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya, tak jarang bullying dan persekusi masih saja terjadi atas dasar hasutan dan ujaran kebencian, seolah tak boleh ada ruang dialog, tak boleh ada tempat untuk berbeda, bahwa semuanya mesti sesuai keinginan mayoritas.
Disinilah titik krisis yang masih dirasakan oleh sebagian minoritas, karena sebagian kemerdekaannya dirampas mayoritas dan negara membiarkan ini terjadi dengan menekan minoritas untuk ikut aturan main mayoritas. Kadang terasa ia cuma berdiri sendirian dalam kehampaan.
Tentu ia bertanya: lalu kemerdekaan ini untuk siapa ?
Indonesia bukan Palestina, kampungku bukan Gaza..
Karena ketika sedikit berbeda ia dianggap hina di marginalisasi.
Lalu negara ada dimana..?
Selain cuma bertindak atas dan untuk kaum mayoritas ?
Edukasi yang diberikan justru bukan terhadap mereka yang melanggar, tetapi mengedukasi pada minoritas agar mengikuti kehendak mayoritas dengan dalih menjaga keamanan !!!
Kondusivitas yang diciptakan pemangku kebijakan daerah, kecamatan sampai desa di tatanan nyatanya hanya dipermukaan belaka, agar tampak kondusif dan harmoni, namun solusinya tak mengakar pada persoalan yang paling mendasar yaitu tentang “keberagaman” yang saling menghormati, saling menghargai dan saling empati.
Karena perdebatan tentang salah dan benar dalam keyakinan sampai kapanpun akan ada, selama kita diberi kehidupan, makanya untuk menjaga harmoni dan toleransi, konstitusi kita mengaturnya dalam dasar negara yang menjadi pegangan seluruh pemangku kebijakan untuk dirasakan seluruh rakyatnya.
Mestinya stakeholder memegang teguh konstitusi itu untuk melindungi segenap hak-haknya sebagai warga negara. Karena mereka para pejabat ada itu diberi berbagai fasilitas negara.
Betapa membanggakan dan bersyukurnya kita hidup di Kuningan, apalagi seseorang yang lahir, tumbuh, berkembang dan besar disini (seperti yang penulis rasakan). Ia akan merasakan betul denyut nadi kehidupan Kuningan yang sebenarnya, bagaimana tidak ? Ciremai gagah menjaga ekosistem kita, ia berada diatas pematang sawah berliuk, diatas pohon2 besar bertengger sebagai produsen oksigen berlimpah dan kesejukan, diatas sungai-sungai jernih yang mengaliri berbagai kebutuhan warga dan berbagai harapan serta kenangan yang tiada dimiliki kabupaten lain.
Lalu, kenapa kemerdekaan ini masih terasa sesak dirasakan oleh sebagian minoritas ? Ini bukan tentang cerita fiksi, tetapi ini adalah realitas yang masih ada.
Namun untungnya mereka tetap survive untuk diri, keluarga dan tak jarang atas pengabdian untuk Kuningan, itu semua karena memang hidup harus terus berjalan, hidup harus terus bertahan, dan hidup harus terus berjuang dengan berbagai tantangan. Ini adalah hasil dari kontemplasi atas sebuah peradaban disekeliling kita.
Entahlah..
Tapi keputusasaan tak boleh dibiarkan, ia harus dihadapi dengan harapan, optimisme dan keyakinan…
Semoga
Aamiin
