banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250

Negara Zero Fatherless

 

Oleh Mardiyah
Aktivis Muslimah

banner 728x250

Masa depan sebuah bangsa dipertaruhkan ketika generasi mudanya mengalami fatherless. Fatherless adalah fenomena anak dengan luka pengasuhan akibat tidak hadirnya peran ayah dalam tumbuh kembang anak. Fakta mengejutkan bahwa sekitar 15,9 juta anak Indonesia atau 20,1% mengalami fatherless (kompas.com 8/10/2025). Angka ini merupakan alarm bagi kita semua.

Fatherless bisa disebabkan oleh berbagai alasan, seperti:
Kematian ayah, ayah meninggal dunia sehingga anak tidak memiliki figur ayah dalam hidupnya;
Perceraian. Orang tua bercerai dan anak tidak tinggal dengan ayah;
Pekerjaan ayah yang jauh. Ayah bekerja di luar kota atau negara sehingga jarang atau tidak pernah bertemu dengan anak;
Ayah yang tidak bertanggung jawab. Ayah tidak peduli atau tidak mengambil tanggung jawab dalam hidup anak.

Dampak Fatherless

Fatherless dapat memiliki dampak yang signifikan pada perkembangan emosi, sosial, dan psikologis anak, seperti:
Pertama kurangnya figur ayah. Anak mungkin merasa tidak memiliki figur ayah yang dapat memberikan perlindungan, bimbingan, dan dukungan;
Kedua masalah emosi. Anak akan mengalami masalah emosi seperti kecemasan, depresi, atau kemarahan karena tidak memiliki figur ayah yang stabil;
Ketiga kurangnya disiplin. Anak tidak memiliki disiplin yang baik karena tidak ada figur ayah yang memberikan batasan dan aturan.
Keempat masalah identitas. Anak mengalami kesulitan dalam menentukan identitas dirinya dan menentukan peranannya di masyarakat.

Fenomena fatherless saat ini banyak mendapat tanggapan.
Baik dari komunitas maupun pendapat pribadi. Menurut Prof Triyo Supriyatno wakil rektor III UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, fenomena fatherless
adalah cermin persoalan yang rumit dalam struktur keluarga dan budaya kerja di Indonesia. Yang sering menempatkan ayah sebagai sosok pencari nafkah semata, bukan pendidik, bahkan figur dan teladan utama bagi anak- anaknya.
Menurut komunitas satu meja makan, pada keluarga disfungsi/fatherless saat di meja makan tidak ada kehangatan dan keterbukaan keluarga. Padahal meja makan adalah simbol keintiman dan keterbukaan keluarga.

Sistem Kehidupan Salah, Penyebab Fatherless

Kondisi anak fatherless penyebab utamanya adalah penerapan sistem kehidupan yang tidak tepat. Dimana sistem ini melepaskan agama untuk mengatur kehidupan manusia. Materi dijadikan tujuan hidup dan sumber kebahagiaan. Output
pendidikan tidak menghasilkan ayah yang sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Mestinya kehadiran ayah dalam kehidupan seorang anak menjadi moment paling mengesankan.

Dengan penerapan sistem kehidupan saat ini seorang ayah harus bergelut dengan segala kesulitan dalam mencari nafkah. Misalnya: jumlah upah rendah, waktu kerja yang panjang, UU Omnibuslaw/perjanjian kerja yang hanya menguntungkan majikan, badai PHK, dan lain-lain.
Hal ini karena sistem kehidupan yang diterapkan saat ini mengizinkan harta kepemilikan umum dikelola oleh swasta/ pemilik modal. Sehingga kekayaan hanya beredar di kalangan segelintir orang.

Diperparah dengan output sistem pendidikan yang tidak menghasilkan manusia yang bertakwa. Sehingga lahirlah anak-anak yang tumbuh tanpa peran ayah yang maksimal. Dalam sistem ini ayah dipaksa dengan beban kerja yang berat, jam kerja panjang. Pulang kerja disambut dengan tagihan warung tetangga, tagihan biaya sekolah yang seharusnya tugas negara.

Sistem yang diterapkan saat ini tidak mampu menjadikan ayah sebagai qowwam/pemimpin keluarga. Karena para ayah berjuang sendirian melawan kemiskinan, kedzoliman dan ketidakadilan. Pendidikan harus bayar, kesehatan harus bayar, keamanan juga harus bayar. Padahal semua itu tanggung jawab negara. Sementara negara menarik pajak atas semua harta milik rakyat. Gaji kena pajak, belanja kena PPN, makan di rumah makan kena.

Daulah Islam Negeri Zero Fatherless

Dalam sistem Islam, pemimpin adalah junnah dan raain (pelindung dan penanggung jawab urusan rakyat). Negara akan menyediakan lapangan kerja dan upah yang layak bagi rakyat. Pendidikan merupakan kewajiban negara terhadap rakyatnya, maka negara menjadikan pendidikan berkualitas dan gratis. Hasilnya adalah orang-orang berkepribadian Islam. Kesehatan juga merupakan kewajiban negara, maka negara memberikan layanan kesehatan berkualitas dan gratis.

Dengan support sistem seperti ini, seorang ayah akan fokus menjalankan perannya sebagai qowwam/pelindung dan sumber rasa aman. Ayah menyadari posisinya sebagai penjaga keluarga dari siksa api neraka. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka…” ( QS at-Tahrim 6). Seorang ayah yang sholih akan membersamai tumbuh kembang anak-anaknya sampai ayah yakin bahwa anaknya adalah anak yang bertakwa.

Peran ibu juga menempati posisi sangat penting. Ibu adalah pendidik utama dalam keluarga sementara ayah adalah kepala sekolah. Ayah dan ibu memahami betul tanggung jawabnya sebagai orang tua. Meskipun terjadi perceraian maka tugas ayah dalam hal perwalian tidak selesai sampai di perceraian. Tetapi terus berlanjut ketika anak membutuhkan. Demikian juga ibu meskipun sudah bercerai maka amanah menghadonah anak tetap melekat.

Ketika salah satu atau kedua orang tua meninggal maka maka tugas perwalian jatuh pada saudara laki-laki ayah. Dan pengasuhan jatuh pada saudara perempuan ibu. Dengan demikian aturan Islam menjamin anak-anak tumbuh sehat, bahagia terpenuhi hak-haknya secara maksimal. Daulah Islam menjamin anak-anak zero Fatherless.

Demikianlah Islam hadir menjadi solusi atas permasalahan manusia. Adapun banyak masalah muncul karena manusia terlalu jauh berjalan meninggalkan aturan sang pencipta. Allah diakui sebagai Tuhan namun aturannya dicampakkan. Saat yang tepat kembali pada aturan Allah buang jauh aturan buatan manusia yang lemah dan cacat. Wallahu a’lam bishowab.


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan