Breaking News
KAI Daop 3 Cirebon Layani 2,9 Juta Penumpang Hingga Triwulan 3 Tahun 2025 Bingkaiwarta, CIREBON – PT KAI Daop 3 Cirebon mencatat keberangkatan pelanggan KA selama Triwulan 3 periode Januari – September 2025 sebanyak 1.505.764 pelanggan, sedangkan yang turun atau datang di stasiun di wilayah Daop 3 Cirebon berjumlah 1.460.739 pelanggan. “Total pelanggan yang dilayani selama periode Januari sampai dengan September 2025 (Triwulan 3) sebanyak 2.966.503 pelanggan, ini membuktikan bahwa antusiasme masyarakat untuk bepergian dengan kereta api masih sangat tinggi,” kata Manager Humas Daop 3 Cirebon Muhibbuddin. Tercatat jumlah pelanggan per bulannya yang berangkat dari stasiun di wilayah Daop 3 Cirebon selama periode Triwulan 3 Tahun 2025 diantaranya, pada Januari mengangkut sebanyak 147.695 pelanggan, Februari 144.341 pelanggan, dan Maret 130.989. “Sementara pada April berjumlah 223.941 pelanggan, Mei 156.890 pelanggan, Juni 202.550 pelanggan, Juli 195.779 pelanggan, Agustus 159.662 pelanggan dan September 143.917 Pelanggan. Puncak kepadatan penumpang terjadi pada April dan Juni karena terdapat momen Hari Raya dan liburan sekolah,” jelas Muhib. Sedangkan untuk stasiun yang melayani keberangkatan pelanggan tertinggi di wilayah Daop 3 diantaranya, Stasiun Cirebon sebanyak 595.774 pelanggan, disusul Stasiun Cirebonprujakan sebanyak 328.195 pelanggan, kemudian Stasiun Jatibarang sebanyak 212.635 pelanggan, Stasiun Brebes 159.057 pelanggan dan Stasiun Haurgeulis sebanyak 105.082 pelanggan. Muhib menambahkan, untuk jumlah penumpang berdasarkan kelas sampai periode Triwulan 3 Tahun 2025 sebanyak 517.678 pelanggan yang terdiri dari kelas eksekutif sebanyak 141.429 penumpang. Sementara untuk kelas bisnis sebanyak 4.027 pelanggan dan kelas ekonomi sebanyak 372.222 pelanggan. Muhibbuddin menyampaikan peningkatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kereta api sebagai moda transportasi yang aman dan nyaman untuk bepergian. “Pelanggan yang menggunakan kereta api mengalami peningkatan. Ini bukan sekadar soal angka, tetapi tentang bagaimana kepercayaan publik tumbuh melalui pengalaman perjalanan yang aman dan nyaman,” ujar Muhib. “KAI Daop 3 Cirebon terus berupaya untuk meningkatkan kualitas layanan, agar masyarakat menjadikan kereta api sebagai pilihan utama dalam melakukan perjalanan,” ucap Muhib. Adapun peningkatan layanan yang telah dilakukan, diantaranya pengoperasian Face Recognition Gate, menyediakan layanan minum gratis di Stasiun Cirebon dan Cirebonprujakan, serta penataan beberapa stasiun di wilayah Daop 3 Cirebon. Selain itu ketepatan waktu kedatangan kereta api juga terus meningkat. Pada Triwulan 3 Tahun 2025 rata-rata ketepatan waktu kedatangan kereta api sebesar 97,90 %. “Terima kasih kepada masyarakat dan para pelanggan kereta api atas kepercayaannya menggunakan layanan transportasi kereta api, kami berkomitmen untuk terus berusaha meningkatkan pelayanan menjadi lebih baik lagi,” pungkas Muhib. (ARL) PT SLI Bantah Isu Pencemaran Udara di Balaraja: Operasional Sesuai Standart KONI Cirebon Lepas Kontingen Cabor Tenis Meja Untuk berlaga Di Porpov 2025 Inspeksi Mendadak Kalapas Kuningan: Jaminan Makanan Layak untuk Warga Binaan 500 Mahasiswa UIN Pekalongan Diterjunkan untuk Sertifikasi Aset Umat, Menteri Nusron: Ini Ujian Nyata Mahasiswa untuk Umat!
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250

Pariwisata dalam Pandangan Islam

Oleh : Tawati (Muslimah Revowriter Majalengka)

Potensi pariwisata yang ada di Kawasan Cirebon Raya terus dikembangkan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (Disparbud Jabar) agar menjadi destinasi favorit dan unggulan di wilayah Jawa Barat.

banner 728x250

“Tiga poin yang bisa dinilai di Cirebon ini, yaitu ada wisata kulinernya, ada wisata religinya, dan ada juga wisata budayanya. Ketiga potensi ini semoga bisa ditangkap sebagai peluang untuk menunjukkan keunggulannya,” ungkap Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Benny Bachtiar, di Bandung, Jumat (5/5/2023) lalu.

Sektor pariwisata digadang-gadang sebagai sektor andalan dalam pemulihan ekonomi. Namun apakah benar semua ini untuk ekonomi rakyat? Apakah kawasan wisata akan menciptakan lapangan kerja? Sebab, yang paling diuntungkan dengan pembangunan kawasan wisata adalah mereka yang memiliki modal besar.

Bagaimana dengan keberadaan masyarakat sekitar, jangankan memiliki harta yang banyak, lahan kecil yang dimiliki oleh mereka pun telah digusur dengan alasan harus ikut menyukseskan pembangunan. Padahal, mata pencaharian mereka dengan menjadi petani atau nelayan. Lantas bagaimana kompensasinya pada mereka yang kehilangan mata pencaharian?

Sungguh nelangsa, pekerjaan yang ditawarkan untuk mereka pun dengan upah di bawah rata-rata, seperti menjadi penjaga karcis, cleaning service dan lainnya. Itu pun harus berebut karena jumlah lowongan tak sebanyak pencari kerja.

Belum lagi terkait pembebasan lahan yang selalu terjadi di hampir setiap pembangunan. Rakyat sebagai pihak lemah tak memiliki daya tawar, sehingga harus rela menerima nasib, tanahnya dibeli dengan harga yang tidak layak.

Begitu pula bisnis-bisnis sampingannya semisal toko-toko, restoran dan lainnya yang ada di arena wisata. Hal itu tentu tidak pernah menguntungkan masyarakat sekitar yang tidak memiliki modal besar dan kemampuan yang mumpuni. Selalu korporasi besar yang akan mendulang keuntungan dengan berdirinya resort-resort dan hotel milik mereka.

Selain itu, pariwisata adalah cara efektif untuk menyebarkan pemikiran asing. Kontak diantara penduduk lokal dengan turis asing menyebabkan inklusi sosial yang berujung pada transfer nilai. Kita bisa menginderanya masyarakat yang tinggal di kawasan wisata, lama-lama terkikis pemahaman agamanya dan kian ‘ramah’ terhadap ide liberal. Berubahnya gaya hidup, bahasa, cara berpakaian, hingga toleran terhadap perilaku wisatawan. Gegar budaya, berujung pada imitasi perilaku asing.

Yang memprihatinkan, akhirnya berkembang profesi ‘baru’ yang merusak cara pandang masyarakat. Tak bisa dihindari jika prostitusi, pornografi, bahkan pariwisata seks anak (PSA) benar terjadi di sejumlah destinasi wisata.

Oleh sebab itu, bisnis pariwisata yang dikelola dengan landasan sekuler hanya akan menghasilkan bisnis yang dipenuhi keburukan. Buruk untuk akidah kaum muslim, buruk juga untuk kehidupan bermasyarakat, bahkan buruk bagi alam raya, karena sering kali pembangunan kawasan wisata malah merusak habitat.

Dalam Islam, pariwisata bukanlah sumber devisa utama. Negara akan mengandalkan sumber devisa utama yaitu dari pos fai-kharaj, kepemilikan umum dan pos zakat.

Syariat juga melarang pembiaran asing berkuasa atas kaum mukminin. Karena negara dalam sistem Islam tidak akan membiarkan celah bagi asing terbuka, sekalipun ‘hanya’ kerjasama bisnis pariwisata. Negara juga tak bakal membiarkan infiltrasi nilai yang merusak akidah dan akhlak umat.

Pariwisata dalam pandangan Islam adalah tempat syiar yang efektif sebab selain menyodorkan keindahan alam juga menjadi bukti kemahabesaran Allah SWT. Pariwisata  menjadi tempat untuk memperkenalkan budaya Islam yang cantik dan menawan sehingga para turis akan makin memahami Islam.

Lebih dari itu, tujuan utama dipertahankannya pariwisata adalah sebagai sarana dakwah dan di’ayah (propaganda). Menjadi sarana dakwah, karena manusia biasanya akan tunduk dan takjub ketika menyaksikan keindahan alam.

Tafakur alam bisa menjadi sarana untuk menumbuhkan atau mengokohkan keimanan pada Allah SWT. Menjadi sarana propaganda (di’ayah), untuk meyakinkan siapapun tentang bukti-bukti keagungan dan kemuliaan peradaban Islam.

Itu semua menjadi bukti, bahwa tak ada yang sia-sia dalam Islam, termasuk dalam menempatkan pariwisata. Sebab ketundukan atas kebesaran Allah lah yang menjadikan sebuah bangsa mandiri, mulia dan tangguh, lepas dari daulat asing.

Wallahu a’lam bishshawab.


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan