banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
Berita  

Pesta Demokrasi Dua Hari Lagi, Dadan Somantri : Jangan Mau Menerima Imbalan Apapun Kalau Tidak Mau Berurusan dengan Hukum

Bingkaiwarta, KUNINGAN – Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah telah sangat jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OI4 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 20l4 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

Demikian disampaikan oleh Ketua DPC Kongres Advokat Indonesia Kabupaten Kuningan, Dadan Somantri Indra Santana, SH, Senin (25/11/2024) saat ditemui bingkaiwarta.co.id

banner 728x250

Dikatakan Dadan, Undang-undang tersebut telah mengatur beberapa ketentuan tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, tidak terkecuali mengatur pula ketentuan tentang larangan kampanye pada masa tenang dan politik uang atau money politic beserta sanksi-sanksi hukumannya.

“Masa Tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas Kampanye Pemilihan selama tiga hari sebelum hari pemungutan suara, yaitu dari mulai hari Minggu tanggal 24 November 2024 sampai dengan hari Selasa tanggal 26 November 2024,” ujarnya.

Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yakni pada Pasal 67 ayat (2) yang menyatakasn bahwa “masa tenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlangsung 3 hari sebelum hari pemungutan suara.” Kemudian Pasal 69 huruf k, menyatakan bahwa “dalam kampanye dilarang melakukan kegiatan Kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota”

“Larangan kampanye pada masa tenang telah dipertegas pula dengan lahirnya Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2024 Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Serta Walikota Dan Wakil Walikota. yaitu terdapat pada Pasal 4 ayat (2) yang pada intinya menyatakan bahwa “Kampanye di seluruh wilayah daerah provinsi atau kabupaten/kota, dilaksanakan 3 (tiga) Hari setelah penetapan Pasangan Calon peserta Pemilihan sampai dengan dimulainya masa tenang,” dan pada Pasal 45 menyatakan bahwa “Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu, Pasangan Calon, dan/atau tim Kampanye harus menonaktifkan akun resmi Media Sosial paling lambat sebelum dimulainya masa tenang,” serta Pasal 47 ayat (4) menyatakan bahwa “Media massa cetak, media massa elektronik, Media Sosial, dan Media Daring dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak Pasangan Calon, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan Kampanye yang menguntungkan atau merugikan Pasangan Calon selama masa tenang” lalu kemudian pada Pasal 63 menyatakan bahwa “Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu, Pasangan Calon, dan/atau tim Kampanye dilarang melakukan Kampanye sebelum dimulainya masa Kampanye, pada masa tenang, dan pada Hari pemungutan suara”, beber Dadan.

Dadan menjelaskan, apabila kedapatan adanya Partai Politik Peserta Pemilu atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu, Pasangan Calon, dan/atau tim Kampanye melakukan kampanye seperti halnya melakuakan Pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, penyebaran bahan Kampanye kepada umum, pemasangan Alat Peraga Kampanye, Iklan media massa cetak dan media massa elektronik, pada masa tenang atau diluar jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU untuk berkampanye, maka berarti telah melakukan Tindak Pidana sebagaimana di maksud dalam rumusan Pasal 187 ayat (1) Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Kampanye di luar jadwal waktu yang telah ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk masing-masing calon, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) hari atau paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 1.000.000, (satu juta rupiah)”.

“Adapun dalam hal perkara Politik Uang ( Money Politic), dalam undang-undang yang mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah telah terdapat perbedaan yang sangat signifikan dengan Undang-Undang yang mengatur tentang Pemilihan Umum pada saat pelaksanaan Pilpres kemarin, Karena pada peristiwa pidana Money Politik yang tertuang dalam ketentuan Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, bagi pemilih atau bagi warga masyarakat yang menerima pemberian uang dan atau janji dan ataupun materi lainnya tidaklah dapat adikenakan sanksi pidana, melainkan sanksi pidananya hanyalah dapat menjerat bagi si Pemberi,” jelasnya.

Sedangkan menurut Ketentuan Undang-Undang yang mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 187A ayat (1) menyatakan bahwa ”Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000. (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000, (satu milyar rupiah).”

“Kemudian pada ayat (2) menyatakan bahwa “Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”, tambah Dadan.

Dengan demikian, lanjut Dadan, berdasarkan ketentuan Pasal 187A ayat (2), maka dapat ditafsirkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menerima pemberian uang atau materi lainnya atau janji sebagai imbalan baginya, sehingga dirinya tidak menggunakan hak pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga suaranya menjadi tidak sah, atau agar dirinya memilih calon tertentu, atau agar tidak memilih calon tertentu, maka orang tersebut yang menerima pemberian dapatlah di pidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000, (satu milyar rupiah).”

“Jadi, saya ingatkan pada warga masyarakat, dalam pelaksanaan pesta demokrasi Pilkada yang tinggal dua hari lagi, janganlah mau menerima imbalan apapun sehingga terpengaruh untuk memilih salah satu pasangan Calon tertentu yang memberi imbalan, karena tentunya sikap demikian merupakan perbuatan melawan hukum yang nantinya harus di pertanggungjawabkan di hadapan hukum,” pungkas Dadan. (Abel)


banner 336x280
banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!