Bingkaiwarta, KUNINGAN – Bidang Advokasi dan Hukum IPeKB Provinsi Jabar, Dedi Suhandi, mengungkap bahwa Program prioritas Nasional Percepatan Penurunan Stunting sesuai Perpres Nomor 72 tahun 2021, diduga belum berjalan optimal di Kabupaten Kuningan. Bagaimana tidak, Dana Alokasi Khusus (DAK) Biaya Operasional Keluarga Berencana (BOKB) untuk Kuningan, senilai Rp14,4 miliar tersendat di APBD Kuningan 2024.
“DAK BOKB Rp14,4 miliar ini, dititipkan di Organisasi Perangkat daerah (OPD) KB Kuningan. Yaitu Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan Dan Anak, atau DPPKBP3A Kuningan,” ungkap Dedi Suhandi, Rabu (26/11/2024).
Dedi menjabarkan awal mula dana DAK BOKB Rp14,4 miliar dari BKKBN atau Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional selaku Ketua Pelaksana Harian Tim Percepatan Penurunan Stunting Nasional yang memiliki turunan jejaringnya hingga ke tingkat terendah. Yaitu desa, berupa Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), provinsi, kabupaten/kota, kecamatan hingga desa.
“Mereka memiliki tugas cukup berat untuk melakukan konvergensi penurunan stunting dengan berbagai lintas sector,” ujarnya.
Sebab itu, kata Dedi, dukungan anggaran pendampingan diberikan melalui DAK BOKB melalui OPD KB atau DPPKBP3A Kuningan. Implementasinya BKKBN menitipkan sebagian tanggung jawabnya kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) BKKBN di daerah. Yaitu para Penyuluh KB (PKB) dan PLKB atau Petugas Lapangan KB.
Mereka juga harus ikut bertanggung jawab atas pendampingan pada sasaran dengan melibatkan TPPS desa dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) di tingkat dusun dan RT. Para PKB atau PLKB memiliki target-target yang harus dicapai sesuai sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang telah ditetapkan.
“Stunting ini merupakan program prioritas yang mesti menjadi perhatian semua pihak, baik intervensi langsung kepada sasaran seperti balita stunting maupun infrastruktur pendukung lain, seperti jamban, sanitasi, air bersih dan lain-lain,” jelas Dedi.
Melihat kondisi ini, lanjut Dedi, mestinya pemerintah daerah berupaya optimal dalam mendukung kegiatan akselerasi tersebut, berupa dukungan anggaran yang memadai.
“Alih-alih ada dukungan dari pemerintah daerah, justru bantuan pusat pun berupa DAK BOKB hingga November 2024 ini tidak lancar dalam penyerapan,” ucapnya, kecewa.
Dedi menyebut, data dari BKKBN Provinsi Jawa Barat, DAK BOKB Kuningan Tahun 2024 mencapai Rp14.423.719.000. Tapi sejauh ini, baru diserap Rp8.705.249.500, atau 60,35%. Masih tersisa Rp5.718.469.500.
“Dari BKKBN, dana ini masuk ke APBD Kuningan. Tapi entah kemana anggaran sisanya itu, karena serapan hingga November 2024 tersendat. Ini tentu dikeluhkan petugas lapangan, termasuk oleh Pengurus IPeKB Provinsi Jawa Barat. Karena DAK BOKB ini, akan sangat berdampak terhadap penurunan stunting Kuningan, yang progress penurunannya belum signifikan,” tuturnya.
Ia tidak mau berterus terang, apakah DAK BOKB Kuningan tersebut digunakan terlebih dulu oleh Pemkab Kuningan untuk pos lain.
“Silahkan croscek ke BPKAD Kuningan,” tandas Dedi. (Abel)