Bingkaiwarta, KUNINGAN – Pemerintah Kabupaten Kuningan terus menunjukkan komitmen serius dalam memperkuat sektor pertanian melalui pendekatan modern dan berkelanjutan. Melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Diskatan), digelar kegiatan Kursus Tani Sekolah Lapang (SL) Tematik yang dilaksanakan serentak di 16 UPTD KPP/BPP se-Kabupaten Kuningan.
Kepala Diskatan, Dr. Wahyu Hidayah, turun langsung ke lapangan dengan memantau jalannya kegiatan di UPTD KPP/BPP Cipicung. Dalam kunjungannya, Dr. Wahyu menyapa para petani peserta SL dan meninjau metode pembelajaran lapangan yang sedang berlangsung.
“Kunci utama perubahan pertanian ada di pola pikir. Sekolah Lapang ini bukan sekadar pelatihan teknis, tapi ruang transformasi menuju pertanian modern: lebih efisien, lebih hijau, dan lebih produktif,” tegasnya, kemarin.
Dalam pelaksanaan SL Tematik tahun ini, Diskatan Kuningan memperkenalkan dua pendekatan inovatif, yaitu Sistem Tanam Benih Langsung (TABELA) dan Teknologi padi Salibu, yang memungkinkan panen berulang dari satu kali tanam.
Contoh penerapannya dapat dilihat di Desa Kutaraja, Kecamatan Maleber, yang dijadikan lokasi demplot. Kedua inovasi ini bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan biaya tanam, sekaligus meningkatkan produktivitas.
“Kami sedang uji coba metode tanam yang memungkinkan hasil panen berkali-kali dari satu musim tanam. Ini bukan sekadar mimpi, tapi realitas baru yang sedang kami bangun bersama petani,” ujarnya optimis.
SL Tematik tahun ini juga difokuskan pada penggunaan Pupuk Organik Cair (POC) sebagai alternatif pengganti pupuk kimia. Inisiatif ini sejalan dengan upaya penyelamatan lingkungan dan pengurangan biaya produksi.
“Biasanya petani pakai 250 kg pupuk kimia per hektare. Dengan POC, bisa hemat hingga 125 kg—biaya lebih murah, hasil tetap maksimal, dan tanah lebih sehat,” terang Dr. Wahyu.
Ia mengingatkan bahwa ketergantungan terhadap pupuk kimia dapat “meracuni” tanah, mengurangi kesuburan jangka panjang, dan menurunkan kualitas produksi.
Fakta menarik lainnya, POC yang diproduksi dan digunakan secara nasional ternyata berasal dari Kuningan, tepatnya dari pabrik pengolahan di Kecamatan Cidahu, yang memanfaatkan limbah kotoran sapi dari wilayah Cidahu dan Cigugur.
“Ironisnya, pupuk ini justru lebih banyak dikirim ke luar daerah lewat Pupuk Indonesia. Sementara masyarakat kita sendiri belum banyak memanfaatkannya. Ini yang harus kita ubah!” ujar Wahyu menekankan pentingnya edukasi lokal.
Kursus Tani SL Tematik ini bukan hanya media transfer teknologi pertanian, tetapi juga wahana pembentukan kesadaran ekologis di kalangan petani. Edukasi ini akan menjadi fondasi penting untuk menciptakan ekosistem pertanian yang mandiri, sehat, dan berkelanjutan.
“Bertani tak harus mahal. Tak harus merusak lingkungan. Bertani bisa ramah lingkungan dan tetap menguntungkan. Itulah yang ingin kita tanamkan,” tutupnya.
Dengan keberlangsungan program ini, Pemkab Kuningan berharap terbangunnya generasi petani cerdas yang adaptif terhadap perubahan zaman dan berdaya saing tinggi, tanpa meninggalkan keberpihakan terhadap kelestarian alam. (Abel)














