Bingkaiwarta, KUNINGAN – Masyarakat Kabupaten Kuningan dikejutkan oleh sebuah kabar yang memalukan. Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) diduga telah menghamili seorang perempuan di luar ikatan pernikahan. Namun alih-alih menunjukkan sikap bertanggung jawab, sang legislator justru menyebut masalah tersebut telah diselesaikan secara kekeluargaan, bahkan mengklaim bahwa istrinya yang diutus menyelesaikan persoalan.
Sikap ini memantik amarah berbagai kalangan, salah satunya datang dari Ustadz M. Ade Supriyadi, seorang mualaf yang dikenal aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan. Dalam wawancara yang dilakukan pada Kamis (22/5/2025), ia menyampaikan kemarahannya secara terbuka.
“Saya ini mualaf yang sedang belajar tentang kebenaran hidup dari para pemimpin. Tapi yang saya lihat malah tindakan menjijikkan dan tidak bisa diterima akal sehat. Anda digaji dari uang rakyat, lalu dengan mudahnya mengotori amanat itu tanpa rasa bersalah,” ungkap Ade.
Bukan Masalah Pribadi, Tapi Pelanggaran Publik
Menurut Ade, tindakan yang dilakukan oleh seorang pejabat publik tak bisa dianggap sebagai masalah pribadi. Ruang privasi seorang anggota dewan, katanya, berbeda dengan warga biasa. Ketika perilaku pribadi telah mencederai nilai agama, sosial, dan etika publik, maka itu menjadi urusan rakyat.
“Tindakan seperti itu bukan sekadar amoral, tapi mencederai konstitusi etik kita. Kuningan ini daerah religius, dan masyarakatnya tentu merasa dilecehkan ketika ada wakil rakyat yang memperlakukan masalah besar seperti ini seolah hanya persoalan rumah tangga.”
Ia juga menekankan bahwa dalam ajaran Islam, perbuatan tersebut termasuk dalam kategori zina, yang jelas merupakan dosa besar. Terlebih lagi jika dilakukan oleh seseorang yang dipercaya rakyat.
Tanggung Jawab Partai dan Lembaga
Ade menyayangkan sikap diam dari partai politik yang menaungi sang legislator. Dalam banyak aturan internal partai, tercantum kewajiban menjaga moral, nama baik partai, dan integritas sebagai wakil rakyat.
Tak hanya itu, kode etik DPRD juga menuntut anggota untuk menjaga martabat lembaga, tidak melanggar hukum, dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika.
“Kalau partai dan lembaganya tutup mata, itu sama saja memberi lampu hijau pada kerusakan moral,” katanya.
Rekam Jejak yang Tak Selesai
Ade menambahkan, ini bukan pertama kalinya legislator yang sama disebut-sebut melakukan pelanggaran. Ia pernah melaporkan dugaan praktik politik uang yang dilakukan oleh sosok tersebut saat pemilu legislatif. Sayangnya, laporan itu tidak pernah ditindaklanjuti secara transparan.
“Saya pernah aksi langsung ke KPU. Tapi sampai dia dilantik, tak ada kejelasan. Sekarang malah muncul lagi skandal, dan masih bisa duduk santai di kursi dewan seolah tidak terjadi apa-apa.”
Desakan Penonaktifan dan Penegakan Etik
Ia mengimbau agar masyarakat Kuningan, terutama para tokoh agama dan elemen sipil, tidak diam melihat ini. Menurutnya, sudah waktunya DPRD mengambil langkah konkret, termasuk menonaktifkan sementara legislator tersebut, serta membuka ruang investigasi etik secara terbuka.
“Ini bukan soal minta maaf atau utus istri. Ini soal tanggung jawab publik dan kehormatan lembaga.”
Ia menegaskan, jika perilaku seperti ini terus dibiarkan dan dibungkus dengan kata “kekeluargaan”, maka kepercayaan terhadap lembaga publik akan runtuh.
“Kami, rakyat Kuningan, tidak butuh wakil yang pintar bersilat lidah. Kami butuh pemimpin yang tahu malu, tahu etika, dan takut pada Tuhan,” pungkasnya. (Abel)
