Oleh: Lia Awaliyah (Mahasiswi Majalengka)
Bumi Palestina masih terus meratap. Tangisan tak henti mengalun dari setiap sudutnya, diiringi jatuhnya air mata akibat kekejaman Zionis Yahudi yang telah melampaui batas kemanusiaan. Genosida tiada akhir ini menyisakan luka mendalam dan kekecewaan di hati setiap insan yang belum mampu mengulurkan tangan bagi saudara-saudara di Palestina.
Kabar duka dari Palestina tak pernah surut. Pada Rabu, 2 Juli 2025, kita dikejutkan oleh meninggalnya dr. Marwan Al-Sulthan, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, beserta istri dan anaknya, akibat serangan rudal Zionis Yahudi (BBC.com, 3 Juli 2025). Tak hanya itu, Yayasan Kemanusiaan Gaza (Gaza Humanitarian Foundation / GFH), yang ironisnya didukung oleh Amerika Serikat dan Israel, justru menjadi sasaran penyerangan terhadap rakyat Gaza. Salah satu korban adalah Mahmoud Qaseem, yang harus kehilangan putranya, Khader, saat mengantre makanan di GFH.
Kejanggalan ini bukan tanpa alasan. Sekitar 130 komunitas kemanusiaan dan LSM Internasional menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap GFH. Bagaimana mungkin sebuah yayasan diinisiasi oleh pihak-pihak yang pada saat bersamaan memberikan bantuan namun juga menyerang warga Gaza yang membutuhkan (DW.com, 4 Juli 2025)?
Hanya demi secercah harapan untuk bertahan hidup. Mereka rela mengantre makanan, meski sadar betul risiko nyawa adalah taruhannya. Setiap hari, suara mereka lantang menggemakan bahwa ini adalah kekejaman yang biadab. Namun, sayangnya, para pemimpin dunia, khususnya di negeri-negeri Muslim, seolah membisu. Lebih parahnya, sebagian dari mereka justru menjalin kerja sama dengan penjajah Zionis.
Ketidakpahaman akan akar persoalan mengapa kita harus membela saudara-saudara di Palestina, ditambah dengan kecintaan pada kekuasaan dan kedudukan, telah membutakan mata hati para penguasa Muslim. Mereka memilih menjalin persaudaraan dengan penjajah Zionis, melalaikan ikatan persaudaraan atas dasar akidah dengan saudaranya sendiri.
Kekejaman yang semakin merajalela dan kelalaian para penguasa Muslim ini seharusnya memicu bara api bagi para pengemban dakwah. Mereka harus bersatu, memperkuat, dan memaksimalkan upaya untuk menyadarkan umat akan pentingnya pembebasan Baitul Maqdis Palestina. Dengan persatuan umat, kita akan mampu mendesak para penguasa agar kembali kepada tuntunan Islam dalam menyelesaikan masalah Palestina.
Permasalahan ini, pada hakikatnya, hanya dapat diselesaikan melalui Jihad yang dapat terwujud dalam sistem kepemimpinan Islam, yaitu Khilafah.
Sebelum mencapai fase tersebut, ada beberapa hal mendasar yang perlu kita persiapkan bersama:
* Mempelajari secara mendalam pentingnya pembebasan Baitul Maqdis Palestina.
* Mencari dan bergabung dengan komunitas yang memiliki visi serupa mengenai Palestina.
* Menjaga keistiqamahan dalam menjalankan syariat Islam secara kaffah.
* Menguatkan hubungan dengan Allah SWT agar pertolongan-Nya segera datang.














