Oleh : Ummu Aimar
Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi yang merugikan negara. Prabowo mengatakan, tindak korupsi yang marak terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan.
Ia memastikan akan mengerahkan segala kekuatan negara untuk membasmi korupsi. “Tingkat korupsi di negara saya sangat mengkhawatirkan. Dan itulah, mengapa saya bertekad untuk menggunakan seluruh tenaga, seluruh wewenang yang diberikan kepada saya oleh konstitusi untuk mencoba mengatasi penyakit ini,” kata Prabowo secara daring dalam forum internasional World Governments Summit 2025, Kamis 13/2/2025.
(https://m.kumparan.com)
Nampak jelas Penanganan korupsi di negeri ini tampak tidak serius. Buktinya kasus korupsi semakin marak bak jamur yang terus menyebar.
Pengusutan korupsi menjadi terhambat bahkan terlambat, bahkan seolah-olah jalan di tempat. Meski sudah ada KPK, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, korupsi masih saja terjadi, bahkan makin buruk Selain itu, berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2023, Indonesia berada di peringkat 115 dari 180 negara dengan skor 34 dari 100. Skor ini lebih rendah dari rata-rata global, yaitu 43.
Inilah hasil dari sistem yang berasaskan sekularisme yang menihilkan peran agama dalam kekuasaan. Keinginan untuk berkuasa merupakan tujuan untuk memperoleh harta cepat dan korupsi. Akhirnya tindakan korupsi, menjadi kerusakan yang jelas terjadi dan tidak ada solusi tuntas.
Kekuasaan yang cenderung korupsi dalam sistem sekuler kapitalisme akibat tidak ada kontrol agama terhadap perilaku manusia saat menjadi penguasa. Agama hanya yang privat, yaitu akidah, ibadah, dan akhlak. Sedangkan dalam sektor publik yang salah satunya adalah sistem politik kenegaraan, agama tidak boleh hadir dan mengatur. Akibatnya, kekuasaan berjalan liberal, penguasa pun seolah-olah berwenang untuk berbuat semaunya demi meraih dan mempertahankan kekuasaannya, termasuk adanya tindakan korupsi. Bahkan lebih mengutamakan para oligarki untuk semua kepentingan.
Hal ini membuat pemerintahan demokrasi yang menjadikan manusia sebagai pembuat aturan. Aturan dibuat sesuka hati manusia demi melanggengkan kekuasaan, termasuk di antaranya memuluskan korupsi. Sistem hukum dan persanksian dibuat sedemikian rupa sehingga rezim berkuasa akan aman dari jerat hukum meski bertindak korupsi. Sebaliknya lawan politik akan dijegal dengan segala cara agar terkena jerat hukum.
Demikianlah, di dalam sistem sekuler kapitalisme, kekuasaan tidak tunduk terhadap hukum, tetapi malah bisa mempermainkan hukum. Korupsi tidak diberantas dengan tuntas, tetapi malah tebang pilih, padahal penegakan hukum harus terwujud jika ingin memberantas korupsi. Tidak boleh ada praktik tebang pilih dalam pemberantasan korupsi.
Negara juga harus memiliki dan menyediakan sistem pendidikan yang membentuk generasi bersyaksiyah Islamiyyah, yang jauh dari kemaksiatan , hingga menghadirkan ketakwaan individu.. Kemudian dengan adanya kontrol masyarakat dan penerapan Islam secara kaffah oleh negara, korupsi dapat diberantas dengan tuntas.
Di dalam Islam, korupsi merupakan tindakan haram dan pelakunya berdosa. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji) maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul).” (HR Abu Dawud).
Islam menyelesaikan korupsi secara tuntas dengan menutup semua celah korupsi. Sistem Islam membentuk akidah Islam pada diri setiap rakyat melalui sistem pendidikan, halaqah para ulama, dakwah para dai, dan konten Islami di media massa maupun media sosial. Dengan demikian akan terwujud pada diri umat Islam untuk selalu taat pada syariat dan menjauhi kemaksiatan yang salah satunya adalah korupsi.
Khilafah akan menegakkan hukum dengan adil, tidak ada tebang pilih. Khilafah juga memberi sanksi tegas pada koruptor. Dengan demikian, siapa pun yang terbukti berbuat korup akan dihukum, meski ia keluarga pejabat. Mereka akan diumumkan (tasyhir) di media massa sehingga hal itu menjadi sanksi sosial.
Selain itu, qadi akan menetapkan sanksi takzir bagi koruptor. Hukumannya berdasarkan ijtihad khalifah atau kadi sebagai wakilnya dalam menangani tindak pidana, termasuk kasus korupsi. Hukuman tertinggi atas tindakan korupsi bisa sampai hukuman mati. Sedangkan hukuman lainnya bisa berupa penjara, pengasingan, atau denda. Semua hukuman itu akan memberi efek jera pada pelaku (zawajir) dan menebus dosanya di akhirat (jawabir).
Sistem Islam akan menjamin kepastian hukum bagi masyarakat. Siapa pun yang bersalah akan dihukum, meski ia anak khalifah. Hal ini dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab ra.. Ia melihat unta milik putranya sangat gemuk, ternyata unta itu dipelihara di tempat khusus untuk unta baitulmal. Khalifah Umar pun segera menyuruh agar unta tersebut dijual dan keuntungannya dimasukkan ke baitulmal. Demikianlah ketegasan Khalifah Umar dalam mencegah korupsi, baik terkait dirinya maupun keluarganya. Dengan penerapan mekanisme Islam ini, Insyaallah seluruh negeri akan terbebas dari korupsi.