Oleh: Resa Ristia Nuraidah
Di era ketika layar berubah menjadi dunia kedua manusia, generasi muda Indonesia sedang menghadapi ancaman yang jauh lebih senyap namun mematikan: kerusakan mental akibat jeratan kapitalisme digital. Apa yang sering dipuji sebagai kemajuan teknologi ternyata menyembunyikan mesin raksasa yang perlahan menyedot waktu, perhatian, bahkan masa depan generasi penerus bangsa. Buktinya, anak-anak dan remaja kini menghabiskan berjam-jam di depan layar hingga mengalami stres, kecemasan, insomnia, dan turunnya kemampuan fokus. Indonesia bahkan menjadi salah satu negara dengan tingkat kecanduan gawai paling parah, melahirkan gejala digital dementia, kemalasan berpikir, isolasi sosial, hingga depresi. Lebih dari itu, ketiadaan batas usia penggunaan media sosial—yang kini dipadukan dengan teknologi AI—menjadi ancaman nyata bagi perkembangan otak dan emosi anak yang masih rapuh.
Fenomena ini tentu bukan muncul begitu saja. Ia lahir dari sistem kapitalisme digital yang menjadikan teknologi sebagai alat untuk menguasai pikiran manusia. Platform digital dibangun bukan untuk mencerdaskan atau meningkatkan kualitas hidup, tetapi untuk memanen data dan perhatian pengguna demi profit tanpa batas. Selama seseorang terus menatap layar, keuntungan perusahaan akan terus bertambah—meski efek sampingnya adalah generasi muda yang semakin rapuh secara mental dan emosional. Ironisnya, demi menjaga arus keuntungan, kerusakan mental generasi sengaja diabaikan. Algoritma dirancang membuat orang kecanduan, menimbulkan kecemasan dan kesepian, namun tidak ada yang bertanggung jawab. Di tengah kondisi ini, Indonesia hanya diperlakukan sebagai pasar yang atensinya bisa dijual; sementara negara tidak memiliki regulasi tegas untuk melindungi warganya dari manipulasi digital yang kian masif.
Ketika negara gagal menjadi pelindung, generasi muda seakan dibiarkan bertarung sendirian melawan gelombang konten, notifikasi, dan algoritma yang selalu menang. Di sinilah Islam menawarkan sistem yang lebih manusiawi, yakni sistem yang menempatkan kualitas manusia sebagai prioritas peradaban. Visi sistem Islam bukan sekadar mencetak warga produktif, melainkan membangun generasi terbaik yang siap menjadi pemimpin, ilmuwan, dan penjaga moral umat. Karena itu, perlindungan terhadap mental dan akhlak generasi menjadi bagian tak terpisahkan dari kebijakan negara.
Dalam sistem Islam, pendidikan dibangun untuk menguatkan akal, spiritualitas, dan karakter, bukan sekadar mengejar prestasi duniawi. Orang tua menjadi madrasah pertama yang memastikan penggunaan teknologi selaras dengan nilai Islam, sementara masyarakat bergerak dalam sinergi amar ma’ruf nahi munkar untuk menjaga lingkungan tetap sehat secara moral dan mental.
Tidak hanya itu, Islam juga menetapkan aturan yang jelas dan tegas terkait media digital. Teknologi tidak dibiarkan berjalan tanpa kendali; hanya konten yang aman dan sejalan dengan nilai Islam yang boleh beredar. Negara mengenakan sanksi bagi siapa pun yang menyebarkan konten yang merusak akidah, moral, dan mental masyarakat. Platform digital asing pun tidak bisa sembarang beroperasi—hanya yang sesuai syariat, aman, dan tidak mengeksploitasi psikologi manusia yang diizinkan. Termasuk di dalamnya pengaturan usia pengguna, pengawasan konten, hingga regulasi penggunaan AI agar teknologi menjadi alat kemaslahatan, bukan senjata untuk merusak generasi.
Pada akhirnya, kapitalisme digital telah menjelma menjadi mesin besar yang menghancurkan mental generasi Indonesia dari dalam. Selama keuntungan menjadi tujuan tertinggi, kesehatan mental anak-anak bangsa tidak akan pernah menjadi prioritas. Karena itu, solusi tidak cukup berhenti di level individu atau kampanye literasi digital semata; ia membutuhkan sistem yang benar-benar melindungi manusia. Islam melalui sistemnya yang sempurna menghadirkan tata kelola yang menempatkan keselamatan generasi di atas profit, mengatur teknologi dengan bijak, dan menciptakan ruang digital yang sehat. Sebab generasi muda bukanlah konsumen layar, tetapi tiang masa depan peradaban. [Wallahu a’lam bi Ash-shawāb]














