Penulis : Memi Mirnawati (Mahasiswi)
Jumlah korban meninggal dunia akibat banjir bandang dan longsor di tiga provinsi Sumatera-Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, bertambah menjadi 836 orang per Kamis (4/12) sore. Dengan rincian Aceh melaporkan 325 korban meninggal, Sumatera Utara sebanyak 311 orang, dan Sumatera Barat 200 orang. Untuk Korban hilang Aceh mencatat 170 orang, Sumatera Utara 127 orang, dan Sumatera Barat 221 orang (cnnindonesia.com, 05/12/2025). Data BNPB juga menyampaikan sebanyak 3.500 rumah rusak keras, 4.100 rumah rusak sedang, 20.500 rumah rusak ringan. Kemudian, 271 jembatan rusak hingga 282 fasilitas pendidikan rusak (cnnindonesia.com, 01/12/2025).
Menurut Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi DAS (Daerah Aliran Sungai) UGM, Hatma Suryatmojo, hutan di wilayah DAS memiliki peranan seperti penyangga hidrologis yang dapat menjadi spons untuk menyerap air hujan ke dalam tanah, seraya menahannya untuk tidak langsung masuk ke sungai. Hatma menegaskan pernanan penting hutan menjaga keseimbangan siklus air hingga mencegah banjir saat musim hujan. Saat hutan di hulu rusak atau gundul, maka menganggu siklus hidrologi alami dan semua fungsi hutan akan menghilang (cnbcindonesia.com, 01/12/2025).
Data BPS Aceh dan lembaga lingkungan mencatat daerah tersebut kehilangan lebih dari 700 ribu hektar hutan pada 1990-2020. Sementara itu, di Sumatera Utara wilayah tutupan hutan hanya tinggal 29% atau 2,1 juta ha pada 2020. Sumatera Barat mencatat memiliki proporsi hutan 54% atau 2,3 juta ha pada 2020. Dalam catatan Walhi Sumatera barat, provinsi itu kehilangan 320 ha hutan primer dan 740 ha tutupan pohon pada 2001 hingga 2024. Hanya dalam waktu satu tahun pada 2024, deforestasi di sana mencapai 32 ribu ha (cnbcindonesia.com, 01/12/2025).
Fungsi hutan yang menghilang menyebabkan korban jiwa dikala hujan ektrem melanda di Sumatera, ada apa yang sebenarnya terjadi? Bencana yang terjadi di Sumatera kali ini bukan sekedar faktor alam atau ujian semata. Fungsi hutan yang hilang menjadi bukti kejahatan lingkungan yang telah berlangsung lama. Bahkan hal ini dapat berawal dari kelalaian penguasa dalam menetapkan kebijakan perizinan aktivitas pertambangan untuk pengusaha.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral yang diolah Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) yang menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat 1.907 izin usaha pertambangan mineral dan batu bara aktif dengan total luas 2,45 juta hektare di berbagai wilayah Sumatera (betahita.com, 01/12/2025). Ini bukan angka yang sedikit, dan ini baru sejumlah pengusaha yang mendapatkan izin dari pemerintah. Dalam hal ini para penguasa dan pengusaha tidak bertanggung jawab penuh atas apa yang mereka lakukan, dan rakyat Sumatera lah yang kena tindas menanggung perbuatan mereka.
Lalu, mengapa penguasa dan pengusaha negeri ini bisa seperti itu? Tentu ada yang salah dalam negeri ini. Penguasa seharusnya dapat bertanggungjawab untuk menciptakan kesejahteraan dan keadilan hidup seluruh raknyatnya tanpa kecuali. Sebagaimana kisah Umar bin Khattab saat menjadi pemimpin penduduk Islam pada saat itu pernah berkata: “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad, niscaya Aku akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala”. Penuh rasa tanggung jawab, bahkan dengan hal sekecil itu. Dalam hal ini ada rasa takut & taat kepada Allah Swt. yang tertanam pada diri Umar bin Khattab.
Umar bin Khattab memperhitungkan akan jalan yang rusak, meskipun seandainya keledailah yang terkena dampaknya. Berbeda dengan sekarang, penguasa dengan para pengusaha bahkan kerap kali bekerjasama sampai rela menjarah hak milik rakyat atas nama pembangunan tanpa berpikir panjang akan dampak yang akan terjadi. Maka dengan itu, jelas kebanyakan orang pada saat ini, termasuk pengusaha dan penguasanya telah dijauhkan dari agama atau yang disebut dengan sistem sekuler. Sistem ini lahir dari sistem demokrasi kapitalisme. Sistem yang menekankan kebebasan individu dan mendorong persaingan bebas. Sistem inilah yang membuat mereka haus akan pencapaian dunia tanpa mengikuti aturan Sang Pencipta.
Bagaimana Islam memandang Bencana ini? Pada dasarnya sebagai seorang muslim, menjaga kelestarian lingkungan adalah wujud dari keimanan. Namun, bencana yang terjadi di Sumatera telah memakan banyak korban, bahkan kerusakan lingkungan telah terpapang nyata adanya. Tentu bukan kebetulan, karena nyatanya suatu kerusakan adalah dampak dari kerusakan lainnya. Ini adalah peringatan dari Allah Swt. untuk kembali ke jalan yang benar, kembali menerapkan hukum Allah (sistem Islam).
ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kepada jalan yang benar).” (TQS Ar-Rum [30]: 41)
Hukum Allah yaitu Islam, telah disempurnakan-Nya sebagai panduan kehidupan yang mencakup seluruh aspek, dan tentu sesuai dengan fitrah manusia. Dalam hal ini, Islam sendiri bukan hanya berfokus pada ibadah mahdhah saja, seperti shalat, puasa, zakat, dan sejenisnya. Namun, Islam juga mengatur kehidupan sosial dan bermasyarakat, termasuk bernegara. Sebagai seorang muslim yang beriman kita pun harus mengikuti aturan-Nya. Allah Swt. pun mengingatkan kepada kita agar mengikuti aturan Islam secara keseluruhan (total). Secara keseluruhan, berarti tidak hanya menerapkan aturannya sebagian dan meninggalkannya sebagian. Inilah bukti keimanan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً
“Hai Orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara menyeluruh” (TQS Al-Baqarah [2]: 208)
Maka dengan ini, negara yang senantiasa mengikuti aturan Allah akan mengurusi semua urusannya sesuai dengan aturan-Nya. Dalam hal ini, termasuk bertanggung jawab menjaga kelestarian alam dengan menata tatanan wilayah ataupun hutan dalam pengelolaan yang benar. Pemimpin akan fokus pada setiap kebijakan yang mengutamakan keselamatan manusia dan lingkungan dari marabahaya, kerusakan atau kerugian. Pemimpin akan merancang rancangan tata ruang secara menyeluruh, melakukan pemetaan wilayah sesuai fungsi alaminya, tempat tinggal dengan semua daya dukungnya, industri, tambang, dan himmah.
Pada aturan Islam, pengelolaan kepemilikan dibagi menjadi tiga, yaitu kepemilikan pribadi, kepemilikian umum, kepemilikan negara. Sumber Daya Alam sendiri termasuk dalam kepemilikan umum, yaitu suatu harta yang setiap orang memiliki hak dan andil di dalamnya. Harta tersebut tidak boleh dikuasai individu atau sekelompok individu. Sebagaimana pada Hadist Riwayat Imam Abu Dawud dan Ahmad, dari Abu Abbas, Nabi Muhammad saw bersabda:
الْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْكَلَا وَالْمَاءِ وَالنَّار
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api.” (HR Imam Abu Dawud dan Ahmad)
Oleh karena itu, dengan aturan Islam maka akan meminimalisir kerusakan lingkungan, meminimalisir terjadinya banjir dan longsor, sekaligus meminimalisir terjadinya kesengsaraan pada rakyat. Hal ini akan mungkin terwujud jika aturan Islam kembali diterapkan secara total dan menjauhkan sistem kapitalisme, seperti masa kejayaan Islam terdahulu. Wallahu’alam bishawab.














