banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250

Bencana Sumatera: Alarm Bahaya Kerusakan Alam di Bawah Jerat Kapitalisme

Oleh: Widdiya Permata Sari
(Komunitas Gen Hijrah)

Musibah tak terhindarkan kembali menyapa bumi pertiwi. Setelah rentetan bencana longsor hingga banjir bandang menerjang sejumlah wilayah di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh, sorotan tajam harus diarahkan pada akar masalahnya.

banner 728x250

Menurut data terkini dari BNPB (seperti yang dilaporkan CNN Indonesia), korban jiwa dalam bencana di Sumatera ini telah mencapai angka yang memilukan yang dimana korban semakin bertambah, bahkan saat ini telah dicatat korban menjadi 604 orang ( CNN Indonesia, 01/12/2025). Sementara itu, Kompas TV dan Berita Satu mencatat respons pemerintah, mulai dari belum ditetapkannya status bencana nasional namun perlakuan penanganannya sudah berskala nasional, hingga alokasi dana Rp 500 Miliar dari Kemenkeu untuk penanggulangan.

Memang, curah hujan yang mencapai puncaknya sering menjadi kambing hitam utama. Namun, besarnya dampak yang terjadi, di mana banjir bandang begitu parah, menunjukkan adanya penurunan drastis daya tampung wilayah. Inilah fakta ironis yang tak bisa ditutupi: Bencana kali ini bukan sekadar ujian alam biasa, melainkan dampak nyata dari kejahatan lingkungan yang dilegitimasi oleh kebijakan.

Bencana di Sumatera menjadi cermin buram dari sistem yang sedang berjalan. Semua ini menunjukkan bahwa musibah ini adalah buah dari kerusakan lingkungan yang berlangsung lama, dipicu oleh beberapa faktor yaitu:

Obral Izin dan Hak Konsesi Lahan: Pemberian hak konsesi yang masif, terutama untuk perusahaan sawit, izin tambang terbuka, hingga izin tambang yang kini juga diberikan kepada ormas, telah merenggut fungsi alami hutan sebagai penyerap air.

Dukungan Regulasi: Adanya regulasi seperti UU Minerba dan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) semakin melegitimasi eksploitasi alam besar-besaran, seolah memberikan karpet merah bagi kepentingan pengusaha.

Sikap para penguasa yang kerap kongkalikong dengan pengusaha atas nama ‘pembangunan’ bukanlah sebuah kebetulan, melainkan keniscayaan dalam sistem sekuler-demokrasi kapitalisme. Dalam sistem ini, kepentingan laba (profit) seringkali ditempatkan di atas keselamatan rakyat dan kelestarian lingkungan.

Hutan dibuka besar-besaran tanpa perhitungan dampak jangka panjang, yang pada akhirnya menyengsarakan masyarakat di hilir, sementara para pemegang kuasa dan modal menikmati hasilnya. Musibah banjir dan longsor di Sumatera ini adalah bukti bahaya nyata dari pengelolaan lingkungan yang mengabaikan keseimbangan alam.

Persoalan ini bukan hanya tentang penambalan kerusakan, tetapi tentang perubahan sistem mendasar. Solusi yang ditawarkan dalam konstruksi yang berbasiskan Islam adalah sebagai berikut:

Iman dan Tanggung Jawab: Al-Qur’an telah mengingatkan bahwa kerusakan di bumi adalah akibat ulah manusia. Sebagai wujud keimanan, umat Islam memiliki tanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan sebagai amanah dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya:

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum [30]: 41).

Oleh karena itu, Allah melarang kita berbuat kerusakan:
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik…” (QS. Al-A’raf [7]: 56).

Negara Berbasis Hukum Allah: Negara dalam sistem Islam (Khilafah) wajib menggunakan hukum Allah dalam mengurusi segala urusannya, termasuk pengelolaan alam. Hutan harus ditata dalam pengelolaan yang benar, tidak boleh dikuasai oleh segelintir korporasi demi keuntungan pribadi, melainkan diurus untuk kepentingan umat.

Prioritas Keselamatan Umat: Khalifah (Kepala Negara) sebagai pemegang mandat akan fokus pada kebijakan yang mengutamakan keselamatan umat manusia dan lingkungan dari dharar (bahaya). Kebijakan ini termasuk:
Perancangan blue print tata ruang secara menyeluruh, memetakan wilayah sesuai fungsi alaminya (hutan lindung, resapan air, permukiman, industri, tambang, dll.).

Anggaran Preventif: Negara siap mengeluarkan biaya besar untuk antisipasi pencegahan banjir dan longsor, berdasarkan pendapat para ahli lingkungan, bukan sekadar menyiapkan dana rehabilitasi pasca-bencana.

Hanya dengan hukum Allah dan sebuah sistem yang menempatkan keseimbangan alam sebagai prioritas utama, negara dapat meminimalisir tragedi berulang yang menyengsarakan rakyat akibat keserakahan yang dilegitimasi. Bencana di Sumatera harus menjadi panggilan kolektif untuk mengakhiri sistem yang merusak dan kembali pada tatanan yang menjamin keselamatan dunia dan akhirat.


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan