banner 728x250
banner 728x250 banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250

banner 728x250
Berita  

Presiden Pusing Gara-Gara Thrifting?

banner 120x600

Oleh : Ummu Aimar

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mendukung upaya Kementerian Koperasi dan UKM untuk menghentikan praktik impor pakaian bekas yang dilakukan secara ilegal.

banner 336x280
banner 336x280
banner 336x280
banner 336x280

“Selaku asosiasi yang memiliki toko dan menjual merek global, kami pasti keberatan bila barang bekas dengan merek sama. Meskipun jumlah yang masuk misalnya kecil, tetap akan mematikan toko kami yang menjual barang baru termasuk masalah paten HAKI merek apalagi bila barang bekasnya palsu,” kata Budihardjo melalui keterangan persnya.

Ia tidak mempersoalkan masalah thrifting yang belakangan menjadi gaya hidup, karena memiliki aspek positif. Salah satunya adalah upaya masyarakat terutama anak muda yang sadar untuk mengurangi limbah pakaian yang banyak diciptakan dari budaya over comsumption yang bisa merusak lingkungan,(Minggu 13 Maret 2023
https://bisnis.tempo.com)

Aktivitas Trifting mencari, memburu dan membeli barang–barang bekas layak pakai yang tujuannya untuk digunakan kembai memang sudah menjadi budaya. Di Indonesia sendiri, tren trifting ini muncul sekitar tahun 2010. Di beberapa tahun terakhir, tren trifting semakin popular saja di kalangan muda – mudi yang ingin tampil fashionable dengan budged minim.

Didukung juga dengan munculnya konten-konten yang mengangkat tren ini. Bahkan influenser populer pun menyuguhkan konten tersebut untuk mendukung penampilan anak muda.

Namun kegiatan yang semakin hari semakin popular dan digandrungi masyarakat ini terancam menjadi polemik. Presiden Jokowi sempat melontarkan pernyataan terkait tren ini. Menurutnya kegiatan impor baju bekas yang semakin hari semakin marak dapat merugikan industri tekstil dalam negeri serta mengganggu UMKM.

Kegiatan impor barang ini sejatinya telah tertuang dalam Peraturan Meteri Perdagangan (Permendag) No. 40 tahun 2022. Peraturan itu memuat perubahan atas Permendag No. 18 Tahun 2021 yang mengatur barang dilarang ekspor serta dilarang impor. Kemudian dalam pasal 2 ayat 3 menerangkan bahwa barang dilarang impor salah satunya adalah berupa kantong bekas, karung bekas dan pakaian bekas.

Namun peraturan yang telah terbit sejak 2021 nyatanya tak membuat pelaku usaha ini gulung tikar. Malah banyak pedagang yang membuka gerai untuk menjual berbagai jenis pakaian bekas bermerk ini. Hal inilah yang membuat geram pemerintah, sehingga mereka memperketat pengawasan terkait kedatangan barang dan pakaian bekas ke Indonesia. Polemik ini juga menjadi bahan kritik bagi sebagian pengamat.

Namun banyak pro kontra, kebijakan pemerintah tersebut mengandung dua arti. Pertama, bahwa pemerintah memang ingin serius mengembangkan industri tekstil dalam negeri. Atau kedua, pemerintah mengakomodir keluhan importir kain yang mempersoalkan beberapa perusahaan yang selama ini sudah terlalu monopolistik. (Tempo.co,)

Sebenarnya jika ditilik lebih dalam maraknya Impor Pakaian bekas sudah terjadi sejak lama. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan rakyat akan suply pakaian untuk memenuhi kebutuhan pakaian bermerk dengan harga murah serta terjangkau. Hal ini tak lepas karena sebagian masyarakat dan para pemudanya mengikuti tren bergaya hidup hedon dan brandedmind. Di sisi lain, juga menunjukkan potret kemiskinan yang terjadi di tengah rakyat yang membutuhkan pakaian dengan harga murah.

Maka sungguh aneh jika sekarang dipersoalkan bahkan oleh Presiden. Apalagi seruan itu dilakukan setelah industri tekstil mati. Dengan alasan mengganggu UMKM, padahal pada kenyataanya UMKM hanya memperpanjang rantai produksi. Mungkinkah hal ini bentuk pembelaan pada importir kain yang notabene hanya segelintir orang atau importir pakaian branded yang protes terhadap mereka.

Anehnya lagi, yang dipersoalkan hanya yang masuk secara ilegal, yang berarti tak memasukkan cukai impor. Padahal kegiatan impor illegal tersebut sudah terjadi lama sebelum tren ini berlangsung. Namun, tetap saja negara kecolongan dan barang illegal masih mewarnai pasar di negeri ini. Berbagai kondisi tersebut menunjukkan bahwa sejatinya tidak ada upaya tegas untuk menyelesaikan persoalan sesuai dengan akar masalahnya.

Namun nyatanya kebijakan tersebut mengarah dan memihak kepada pengusaha. Inilah wajah buram kapitalisme, yang hanya memihak kepada mereka yang berpeluang untuk menghasilkan keuntungan. Abai dan menindas mereka yang tak memberikan manfaat apapun pada kehidupannya.

Sungguh berbeda dengan pemimpin dalam Islam. Hukum–hukumnya bersumber dari sang Pencipta dan Pengatur alam semesta. Apalagi kepada rakyatnya, dan pastilah akan bekerja sesuai dengan kemauan Tuhannya. Pemimpin yang membela kepentingan dan menjamin kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian negara akan menjunjung tinggi hak hidup setiap individu. Mencukupi kebutuhannya tanpa memandang kaya atau miskin. Sehingga tak akan ada pengusaha yang akan melanggar aturan demi mendapat keuntungan semata, karena telah dicukupi oleh negara. Dalam Islam negara diatur sedemikian rupa. Memberikan edukasi terkait gaya hidup sedari belia sehingga ketakwaan di dalam masyarakat tersuasana. Sehingga mereka dapat mengesampingkan tren dan gaya dan mengutamakan ibadahnya. Inilah negara dengan sistem Islam di dalamnya.

Waalahu’alam


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!