Oleh : Nunung Nurhayati (Ibu Rumah Tangga, Aktivis Muslimah)
International Monetary Fund (IMF) melaporkan Indonesia menjadi negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara enam negara Asia Tenggara pada tahun 2024. Indonesia tercatat memiliki tingkat pengangguran mencapai 5,2 persen per April 2024 (kompas.com, 30/4/2025).
Pengganguran, sejatinya bukanlah hal yang membanggakan. Apalagi, merupakan impian bagi seseorang. Terutama, pada kalangan generasi muda yang punya mimpi besar. Sayangnya, pada masa ini, generasi berada dalam bayang-bayang hitam pengangguran massal. Badai PHK yang terjadi, meniscayakan angka pengangguran yang relatif tinggi.
Hal ini sangatlah disayangkan, mengingat Indonesia akan menjumpai bonus demografi pada tahun 2030-2040 mendatang. Generasi yang seharusnya sudah dipersiapkan menjadi produktif, malah terserang tren pengangguran yang sangat memprihatinkan. Ternyata, masalah ini tidak hanya menyerang mereka yang hanya berijazahkan SD, SMP, SMA dan SMK saja. Bahkan, sekelas diploma dan sarjana pun, tak luput menjadi korban masalah pengangguran di era sekarang.
Akhirnya, banyak tenaga kerja lulusan pendidikan tinggi seperti diploma dan sarjana terpaksa banting setir menjadi pembantu rumah tangga, pengasuh anak, sopir, bahkan office boy (pramukantor). Ini dilakukan demi bertahan hidup di tengah minimnya lapangan pekerjaan di sektor formal dan badai pemutusan hubungan kerja dalam beberapa tahun terakhir (bbc.com, 30/4/2025).
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2014, jumlah penganggur bergelar sarjana tercatat sebanyak 495.143 orang. Angka ini melonjak drastis menjadi 981.203 orang pada 2020, dan meski sempat turun menjadi 842.378 orang di 2024, jumlah tersebut tetap tergolong tinggi (CNBC Indonesia, 1/5/2025).
Badai PHK, apakah benar penyebab masalah pengangguran massal yang sebenarnya? Seperti yang umum diketahui, badai PHK mulai terjadi ketika masa pandemi covid-19 silam. Hal ini yang kemudian menciptakan pengangguran massal secara kasat mata. Namun, pada dasarnya, penerapan sistem Kapitalisme Liberalislah merupakan penyebab utama masalah pengangguran yang sesungguhnya.
Sistem Kapitalis Liberal, nyata memberi kebebasan dalam hal kepemilikan SDA kepada asing hingga swasta. Sehingga, hal ini membuat negara tidak mampu menjadi pengendali industrial utama yang menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya. Negara kapitalistik, hanya bertindak sebagai regulator yang mementingkan korporat, bukanlah kepada kesejahteraan rakyat.
Oleh sebabnya, kemudian, terjadilah kesenjangan antara lapangan pekerjaan dan para pencari kerja, hingga maraknya PHK besar-besaran. Sementara, dalam sistem Islam, hal itu sungguh merupakan suatu kemustahilan. Masalah ini, jelas tidak pernah dijumpai dalam sejarah peradaban Islam selama lebih dari 1300 tahun lamanya.
Mengapa demikian? Karena Islam, menetapkan negara sebagai raa’in atau pengurus rakyatnya. Dalam penerapan sistem Islam, negara tidak akan berlepas tangan menyerahkan kewajiban kepada selainnya. Negara akan menjamin kesejahteraan rakyatnya, termasuk dalam membuka lapangan kerja yang merata, mencakup setiap kalangan masyarakat. Seperti yang telah disampaikan Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, bahwa; “Imam (khalifah) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.”
Oleh karenanya, negara akan sepenuhnya bertanggung jawab dengan berlaku amanah, baik dalam menciptakan lapangan pekerjaan, maupun dalam sistem perekonomian. Kesemuanya akan diatur dengan aturan Islam yang paripurna, seperti dalam pengelolaan SDA misalnya. Dalam Islam, haram hukumnya bagi negara untuk menyerahkan pengelolaannya kepada pihak asing maupun swasta. Karena, didalam hadits riwayat Ibnu Majah, Rasulullah Saw menyatakan, bahwa ada tiga hal yang tidak boleh dimonopoli dan diprivatisasi yaitu air, rumput, dan api.
Negara Islam (Khilafah), bertanggung jawab penuh dalam memegang kendali industrial utama yang berfokus kepada kesejahteraan pekerjanya, bukan kepada profit seperti halnya pihak asing dan swasta. Sehingga, dalam bidang industrinya saja, negara akan mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang cukup besar. Alhasil, rakyat tidak akan kepayahan dalam mencari lapangan pekerjaan seperti sekarang.
Disamping itu, negara akan menerapkan sistem ekonomi yang berbasis Islam, termasuk sistem muamalah terkait upah pekerjaan. Para pekerja akan digaji dengan upah sesuai kontribusinya. Hal ini juga, menjadi salah satu solusi dalam menyelesaikan kasus tagar kabur aja dulu yang sebelumnya sempat viral menjadi trending topik di media sosial.
Negara bersistem Islam, akan meniadakan setiap mekanisme yang dilarang oleh syariat Islam. Menekan kemungkinan terjadinya kesenjangan distribusi kekayaan didalam kalangan masyarakatnya. Dengan demikian, dalam sistem Islam, masalah pengganguran massal mampu teratasi hingga selesai. Generasi akan hidup tenang dalam mencari lapangan pekerjaan, hingga mampu berlepas dari bayang hitam pengangguran massal. Allahu’alam bishshowab.
