Nama Penulis: Nana Mulyana Latief
(Tokoh Pendidikan, Penggagas Sekolah Penerbangan Pertama di Kabupaten Kuningan : Pemangku Adat Wilayah Kuningan Santana Kesultanan Cirebon).
Raden Hamzaiya (Sekertaris Santana Kesultanan Cirebon, Aktivis Sejarah dan Kebudayaan Islam Cirebon).
Gebang merupakan salah satu wilayah yang saat ini menjadi lokasi administratif wilayah Kabupaten Cirebon. Gebang merupakan wilayah pesisir yang sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Dalam sebuah catatan manuskrip “Babad Sutajaya” Gebang menjadi sebuah wilayah yang memang sudah eksis lebih dahulu sebelum munculnya Kesultanan Cirebon.
Hal demikian tercantum pada “Babad Sutajaya” dalam “Pupuh Dhangdaggula” bait pertama :
“Ada Sebua Cerita yang diguritkan, Syahdan Kanjeng Sultan Sri Naranata Grage, Pangeran Gebang berkumpul, Kasepuhan pada duduk ialah Pangeran Papak. Semua pada berkumpul ialah namanya Sutajaya bersama dengan Pangeran Salingsing yang tatakala itu diperintahkan untuk memeriksa”.
Frasa pada bait tersebut menjelaskan jika Pangeran Gebang sudah menjadi salah satu tokoh yang memang sangat diperhitungkan, bahkan pada bait berikutnya dikatakan :
“Kanjeng Sultan berkata kepada Pangeran Salingsing,”Segeralah kamu berangkat bersama Sutajaya, tundukan Negara Demak dan Raja Roban. Hendaklah keduanya bisa kalian rebut, jika Puroboya gugur maka teruskan masuk ke negaranya yang berada di Roban”.
Pemberian tugas tersebut menjadi bukti bahwa Gebang merupakan sebuah wilayah yang kuat serta kerap melakukan sebuah ekspansi guna memperluas wilayah kekuasaan.
Dalam hal pendekatan sebuah kajian pemaknaan terhadap kata dapat dijelaskan makna Sutajaya merupakan gelar yang diberikan sebagai seorang perwira perang yang selalu berhasil/jaya dalam melakukan ekspansi.
Bukti dari keberhasilan ekspansi Pangeran Sutajaya dengan membawa Panji Pangeran Gebang bisa dilihat dari nama-nama tempat dengan nama “Gebang” diantaranya : Gebang Kulon, Gebang Udik, Ciawi-Gebang dll. Sosok Pangeran Sutajaya merupakan sosok yang sering dimunculkan dalam naskah Manuskrip Babad Dermayu sehingga mengindetifikasi jika Pangeran Sutajaya diduga berasal dari Indramayu.
Adapun sosok Pangeran Sutajaya lebih kuat sebagai sebuah perwira dijelaskan pada frasa Pupu Dangdanggula bait ke-IX : Sutajaya berkata jika kamu bertanya nama-ku, akulah duta dari Gebang utusan Grage. Gebang menjadi salah satu wilayah dengan adanya kultur kebudayaan Pajajaran dari segi bahasa yang digunakan dapat dilihat pada manuskrip yang sama bait-VII : Jika bertemu dengan berbahsa sunda maka dia adalah Sutajaya-Gebang.
Pangeran Sutajaya dapat membuat nama Gebang menjadi sangat terkenal hingga mencapai wilayah bagian Selatan dan terbukti masih adanya nama sebuah daerah yang menggunakan kata Gebang yaitu “Ciawi-Gebang”. Karena letaknya yang dekat dengan wilayah Mataram Islam maka Gebang difungsikan sebagai gudang logistik menyerang Batavia.
Tercatat pula pada tahun 1689 wilayah Gebang ditetapkan sebagai daerah protekorat kolonial yang meliputi daerah pantai pesisir Cirebon hingga Cijulang. Diapit oleh dua Kesultanan yaitu sebelah barat adalah Kesultanan Cirebon dan sebelah Timur adalah Kesultanan Mataram Islam, kekuasaan Gebang juga dapat dilihat dari desa-desa yang saat ini ada didaerah Pantai Utara kecamatan Babakan masih dalam kesatuan wilayah Gebang.
Kisah berdirinya Desa Ciawi Gebang tidak lepas dalam Pupuh yang digulirkan pada sebuah kitab bernama Jaka Paringga / Ki Paringga, dalam sebuah kisah pada sebuah daerah kekuasaan Gebang bagian selatan ada seorang tokoh bernama Ki Paringga menjadi seorang pemimpin kekuasaan wilayah selatan, Pangeran Sutajaya yang pada saat itu menetap di Cikandang mendengar akan nama Ki Paringga yang begitu mashyur di kalangan masyarakat.
Pangeran Sutajaya pun datang menemui Ki Paringga, kedatangan Pangeran Sutajaya bukan lah tanpa tujuan yang jelas yaitu ingin melakukan sebuah ekspansi kekuasaan Gebang.
Pertemuan Pangeran Sutajaya ini menghasilkan titik temu ketika ingin melakukan sebuah ekspansi, yaitu dengan cara menikahi anak dari Ki Paringga bernama Dewi Maesaroh, pernikahan Pangeran Sutajaya bernama Dewi Maesaroh ini lah menghasilkan beberapa anak yang menggunakan gelar yang sama dengan ” Paringga Kusuma” mengambil nama besar dari kakek nya “Ki Paringga” dan kelak kekuasaan “Ki Paringga” diserahkan kepada Pangeran Sutajaya bernama “Ciawi-Gebang”.
Ada beberapa catatan yang menyatakan jika anak dari Pringga Kusuma ini kelak menikah dengan salah satu sosok tokoh masyarakat bernama mad Tohir dan menghasilkan beberapa keturunan yang tersebar di wilayah Ciawi-Gebang.
Kisah tersebut merupakan bagian daripada kisah yang akan diangkat dalam buku Sejarah Kabupaten Kuningan, semoga buku yang akan dirilis tersebut akan memberikan manfaat bagi peradaban sejarah di wilayah Kabupaten Kuningan.