Bingkaiwarta, TANGERANG – Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menegaskan bahwa inovasi, kolaborasi dan disiplin adalah tiga pilar utama dalam transformasi Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (STMKG). Upaya ini menjadi langkah strategis untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, sekaligus menjawab tantangan global seperti perubahan iklim, bencana geo-hidrometeorologi, dan tuntutan percepatan inovasi teknologi.
“STMKG bukan sekadar institusi pendidikan, tetapi fondasi peradaban bangsa. Kita membutuhkan generasi yang mampu mengelola data, mengubahnya menjadi informasi utk kepentingan keselamatan dan kesejahteraan umat manusia, lalu melanjutkannya ke tingkat pengembangan pengetahuan dan kearifan. Dari sinilah solusi yang relevan dan bermakna dapat lahir,” ujar Dwikorita dalam Workshop Transformasi STMKG Menuju Indonesia Emas di Tangerang, Kamis (16/1/2024).
Menurutnya, kemampuan mengamati (observasi), memahami, menganalisis, dan mengolah/memanfaatkan data secara efektif adalah keterampilan mendasar yang harus dimiliki di era kemajuan informasi dan teknologi seperti saat ini. Data yang diolah dengan cepat, tepat dan akurat menjadi suatu informasi dan pengetahuan yang bermakna dapat menjadi pijakan untuk pengambilan keputusan yang strategis dan berdampak luas. Tanpa pemahaman mendalam terhadap data, potensi besar yang terkandung di dalamnya hanya akan terabaikan.
“Data itu seperti kunci emas. Kalau kita tidak bisa mengolahnya, kita hanya akan tenggelam dalam banjir informasi. Oleh karena itu, STMKG harus memastikan para mahasiswanya (tarunanya) tidak hanya mampu mengumpulkan dan mengolah data menjadi informasi penting yang mudah dipahami, tetapi juga mampu menerapkan, memanfaatkan dan menyebarluaskan informasin tersebut untuk menyelamatkan dan menyejahterakan masyarakat, serta mendukung kebijakan pemerintah,” tambahnya.
Dwikorita menekankan bahwa kolaborasi lintas disiplin di dalam STMKG ataupun dengan berbagai pihak eksternal merupakan kunci untuk menciptakan solusi yang lebih inovatif dan jitu. Ia mendorong mahasiswa (taruna) dan dosen dari berbagai program studi untuk bekerja sama di bawah satu payung riset lintas disiplin atau lintas program studi, sehingga setiap sudut pandang atau pendekatan solusi masalah dapat berkontribusi dalam menyelesaikan tantangan yang kompleks. Menurutnya, kolaborasi ini tidak hanya memperkuat STMKG secara internal tetapi juga mempersiapkannya untuk bersaing di tingkat nasional dan global.
“Kolaborasi bukan hanya soal kerja sama, tetapi juga soal bagaimana mengelola perbedaan menjadi suatu solusi yg komprehensif dan jitu. Buatlah research umbrella yang melibatkan dosen dan mahasiswa lintas program studi dan lintas lembaga. Dengan begitu, kita bisa mengembangkan inovasi dan memecahkan masalah secara tepat dan efektif,” jelasnya.
Selain itu, tambah dia, kolaborasi internasional juga harus menjadi prioritas untuk menjadikan STMKG tidak hanya relevan di tingkat nasional, tetapi juga diakui peran dan reputasinya secara global. Ia menyebutkan bahwa kerja sama dengan institusi internasional, program pertukaran siswa/taruna, dan riset bersama adalah langkah nyata menuju tujuan tersebut.
Dwikorita juga mengingatkan bahwa inovasi tanpa disertai moral dan kearifan dapat menjadi ancaman serius yang membahayakan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pendidikan di STMKG untuk menanamkan nilai-nilai moral dan etika, sehingga mencetak generasi unggul yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga arif/bijaksana dalam bertindak.
Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Prof. Stella Christie menyoroti peran penting STMKG dan BMKG dalam mendukung ketahanan pangan Indonesia. Menurutnya, dampak perubahan iklim yang semakin nyata memengaruhi produktivitas pangan nasional.
“Dalam 10 tahun terakhir, data Bank Dunia menunjukkan produktivitas hasil pangan kita menurun akibat kerentanan terhadap perubahan iklim. Di sinilah peran BMKG dan STMKG menjadi krusial, karena kemampuan memprediksi dan menganalisis data iklim dapat membantu mengantisipasi masalah ini,” kata Stella.
Stella menggarisbawahi pentingnya riset dan analisis data dalam transformasi STMKG. “STMKG harus memperkuat riset berbasis isu lokal maupun nasional. Data BMKG yang kaya akan potensi bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran berbasis masalah. Ini akan membuat lulusan STMKG lebih siap menghadapi tantangan nyata di lapangan,” jelasnya.
Ia juga mendorong kolaborasi antar instansi/lembaga untuk mendukung visi Presiden Prabowo Subianto terkait ketahanan pangan, air, dan energi. “Kita membutuhkan generasi yang mampu menyelesaikan masalah bangsa dengan pendekatan saintifik dan inovatif. STMKG harus menjadi bagian penting dari ekosistem ini,” tegas Stella.
Dwikorita mengakhiri dengan optimisme bahwa transformasi STMKG adalah langkah penting dalam membangun Indonesia yang lebih tangguh dan mandiri. “Transformasi ini bukan pilihan, tetapi kebutuhan. Dengan kolaborasi, inovasi, dan disiplin, STMKG akan menjadi pusat keunggulan yang tidak hanya relevan di tingkat nasional, tetapi juga diakui secara global,” pungkasnya.
Transformasi ini diharapkan menjadikan STMKG sebagai garda terdepan dalam membangun Indonesia Emas 2045, mencetak generasi ahli yang siap menjawab tantangan global sekaligus mendukung kesejahteraan rakyat.
Sementara itu, Ketua STMKG, Deni Septiadi menegaskan bahwa STMKG memiliki tanggung jawab yang besar dalam mendukung visi nasional. Sebagai institusi pendidikan yang berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang meteorologi, klimatologi, geofisika, dan instrumentasi, STMKG berkomitmen untuk melahirkan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing, sejalan dengan tujuan Indonesia emas 2045.
Dalam mewujudkan visi tersebut, tambahnya, STMKG terus memperkuat peran strategisnya melalui inovasi pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dengan membekali generasi muda dengan keahlian yang relevan dan berorientasi masa depan, STMKG berusaha memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan nasional serta keberlanjutan lingkungan hidup di tengah dinamika global. (Abel/Humas)