Oleh : Ummu Aimar
Menurut Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), setiap jam, satu anak tewas di Jalur Gaza akibat serangan brutal Israel.
“Setiap jam, satu anak tewas. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah banyak nyawa yang terputus,” ungkap UNRWA dalam sebuah pernyataan.
Setidaknya 14.500 anak Palestina telah meninggal dunia dalam serangan Israel yang terus berlanjut di Jalur Gaza sejak 2023. “Membunuh anak-anak Palestina di Gaza tidak dapat dibenarkan. Mereka yang selamat pun terluka secara fisik dan emosional,” lanjut pernyataan itu.
Tanpa akses ke pendidikan, menurut UNRWA, anak-anak Palestina di Gaza terpaksa mengais-ngais puing-puing bangunan. “Waktu terus berjalan bagi anak-anak ini. Mereka kehilangan nyawa, masa depan, dan terutama harapan,”
dilansir Antara, Rabu 25/12/2024.
(https://www.beritasatu.com)
Kondisi di Gaza hingga saat ini cukup sangat mengenaskan, apalagi setiap jam sekali anak anak Palestina menjadi korban atas kebrutalan Zionis Israel.
Militer Israel terus melancarkan serangan brutal di Gaza yang telah menewaskan hampir 45.500 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera..
Masalahnya, kita tidak bisa berharap umat Islam Palestina akan mampu melawan penjajahan sendirian. Kita juga tidak bisa berharap, para pemimpin Arab dan dunia, bahkan lembaga-lembaga internasional mau dan mampu menekan Zionis dan mengusir mereka dari kawasan.
Sesungguhnya, tanpa sokongan AS dan sekutunya, baik dari bangsa-bangsa Barat maupun para pemimpin Arab, entitas Zionis tidak memiliki kekuatan apa pun. Merekalah yang menyokong kekuatan militer Zionis sehingga terus-menerus berlaku jemawa atas umat Islam. Alhasil, satu-satunya cara menghadapi mereka adalah dengan mengonsolidasi para pemilik kekuatan militer di negeri-negeri Islam, dan menyerukan jihad global.
Mereka terlalu sibuk dengan agenda melanggengkan kekuasaan dan perburuan berbagai proyek demi mengumpulkan materi hingga cukup untuk tujuh turunan. Mereka sama sekali tidak bisa diandalkan untuk menjadi penolong muslim Palestina dan semua korban kezaliman.
Ini semua menunjukkan bahwa sikap abai dunia Islam terhadap Gaza adalah akibat sentimen kebangsaan. Ikatan akidah sesama muslim tidak tampil terdepan dalam menyikapi krisis kemanusiaan besar-besaran di Gaza. Sebaliknya, ide nasionalisme yang telanjur mengakar di negeri-negeri muslim telah menjadi racun politik yang menyebabkan negeri-negeri muslim tidak berkutik untuk membela saudaranya di Palestina.
Semestinya, para penguasa negeri muslim bisa berbuat lebih banyak dari sekadar mengecam dan mengutuk kebrutalan Israel. Selain pengiriman militer sebagai langkah strategis, langkah lain yang bisa diambil oleh para penguasa muslim adalah menelurkan kebijakan pemboikotan terhadap produk-produk Israel beserta negara-negara pendukungnya. Namun, langkah-langkah itu tidak diambil. Ini adalah bukti nyata rusaknya kepemimpinan para penguasa di negeri muslim.
Sungguh, tegaknya sistem jahat kapitalisme telah membuat negeri-negeri Islam mati rasa. Ketakpedulian mereka pada Gaza menegaskan sikap individualistis, padahal Gaza membutuhkan perkara yang lebih tinggi dari sekadar kepedulian mereka. Ini karena krisis di Gaza bukanlah serangan biasa.
Demikian pula negeri-negeri muslim yang mengemban ideologi kapitalisme, mereka pun membebek AS dan Barat. Pada akhirnya, mereka gagal menerjemahkan ikatan dengan negeri dan penduduk Palestina sebagai ikatan akidah dan keimanan. Negeri-negeri muslim tetap bergeming tanpa menurunkan bantuan strategis seperti pengiriman pasukan militer, bantuan berupa perlawanan militer selalu nihil diterjunkan dari negeri-negeri muslim.
Sejatinya, pengiriman militer menjadi solusi praktis yang semestinya dilakukan oleh negara-negara terdekat Palestina, yaitu negara-negara Arab.
Sayang, ideologi Islam sebagai lawan yang sepadan bagi kapitalisme, baru diemban oleh individu dan belum diemban oleh negara. Berhubung Israel adalah negara kafir harbi fi’lan (negara kafir yang sedang memerangi umat Islam secara riil), maka lawan yang seimbang adalah negara pengemban ideologi Islam, yakni Khilafah.
Dalam menghadapi entitas Zionis Yahudi, Khilafah memiliki kebijakan politik luar negeri berupa dakwah dan jihad dengan mengirimkan tentara.
Satu-satunya harapan adalah pada kepemimpinan seorang khalifah yang keberadaannya harus diperjuangkan secara bersama dan serius oleh umat Islam. Khalifah dengan sistem negaranya (Khilafah) akan menyatukan seluruh umat Islam dunia dengan landasan akidah Islam. Khilafah akan memobilisasi seluruh potensi umat Islam, termasuk tentaranya untuk membangun kekuatan global. Dengan itulah Khilafah akan mampu mengalahkan entitas Zionis beserta negara-negara kafir yang membekinginya. Dengan izin Allah, tentara-tentara muslim di bawah komando khalifah akan menghancurkan kekuatan kufur dengan mudah.
Khilafah inilah yang kelak akan memimpin pasukan membebaskan Palestina dan mengembalikan tanahnya ke pangkuan umat Islam. Bahkan, bukan hanya Palestina, pasukan Khilafah akan menolong kaum muslim tertindas lainnya.