banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
Opini  

Pertamina di Ujung Tanduk: Adakah Masa Depan Untuk Pertamina?

 

Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPNVJ

banner 728x250

Kasus penangkapan Dirut Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan beserta 9 direksi dan rekanan, atas dugaan korupsi impor minyak menimbulkan dampak luas bagi Pertamina, baik dari segi ekonomi, regulasi, kepercayaan publik, maupun stabilitas industri energi.

Dari sisi keuangan, skandal ini merugikan negara hingga Rp193,7 triliun per tahun 2023 dan diprakiraan mencapai 1 Kuadtriliun atau tepatnya Rp968,5 Triliun dalam kurun 2018-2024 menurut jaksa agung.

Kerugian ini belum memperhitungkan kerugian publik berupa kerugian membeli RON 92 namun kualitasnya dioplos sehingga oktannya tidak jelas antara RON 88, RON 90 dan aditif lainnya. Kualitas yang tidak sesuai tersebut menyebabkan performance kendaraan menjadi turun dan menyebabkan kerusakan kendaraan di jangka panjang.

Skandal ini juga berpotensi mempengaruhi arus kas, investasi, serta strategi pertumbuhan Pertamina.

Regulasi dan pengawasan terhadap BUMN energi diperkirakan akan diperketat untuk mencegah kasus serupa di masa depan, termasuk revisi kebijakan tata kelola rantai pasok dan transparansi impor.

Di sisi reputasi, kepercayaan publik terhadap Pertamina tergerus akibat praktik pengoplosan BBM, yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen dan mitra bisnis.

Meski distribusi energi nasional tetap stabil, kasus ini menjadi peringatan penting bahwa ketahanan energi tidak hanya bergantung pada kuantitas suplai, tetapi juga pada transparansi dan integritas tata kelolanya.

Untuk memulihkan kepercayaan dan stabilitas, Pertamina harus melakukan reformasi menyeluruh dalam pengelolaan bisnisnya, memastikan akuntabilitas penuh, serta meningkatkan efisiensi, transparansi dalam rantai pasok energi nasional termasuk memberikan kompensasi kepada publik.

Tulisan ini menyarankan apa yang sebaiknya dilakukan Pemerintah untuk memperbaiki Pertamina agar kasus seperti ini tidak terulang, sebelumnya dijabarkan dampak skandar ini bagi internal perusahaan pertamina itu sendiri.

Dampak Ekonomi dan Keuangan Pertamina

Harga Saham Pertamina & Sentimen Investor

Pertamina (persero) tidak memiliki saham publik yang diperdagangkan, sehingga tidak ada harga saham langsung yang terpantau. Namun, anak perusahaan pertamina seperti PT Pertamina Geotherma Energi terkoreksi turun tajam pada akhir Februari 2025 ini.

jika kasus ini terjadi pada perusahaan terbuka, skandal korupsi sebesar Rp193,7 triliun akan memicu aksi jual dan tekanan pada harga saham yang akhirnya membuat Pertamina tersungkur lebih dalam.

Sentimen investor cenderung negatif karena kasus ini mengungkap kelemahan tata kelola perusahaan.

Para pemegang obligasi atau mitra keuangan Pertamina kemungkinan juga meningkatkan kewaspadaan mereka, mengantisipasi potensi risiko finansial dan governance di perusahaan.

Dampak Arus Kas dan Kinerja Keuangan

Praktik korupsi impor minyak yang dibongkar ini berdampak langsung pada arus kas dan keuangan Pertamina.

Selama 2018–2023, Pertamina Patra Niaga diduga membeli minyak mentah dan BBM dengan harga yang di-mark up, sehingga perusahaan membayar jauh lebih mahal daripada seharusnya.

Akibatnya, terjadi kebocoran keuangan perusahaan dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp193,7 triliun (sekitar US$12 miliar).

Kebocoran sebesar ini berpotensi mengurangi profitabilitas Pertamina dan memperburuk arus kas, karena dana yang semestinya bisa digunakan untuk investasi atau penguatan modal justru hilang.

Dalam jangka pendek, Pertamina mungkin harus menyesuaikan laporan keuangannya untuk mencerminkan kerugian ini, dan pemerintah bisa jadi perlu menutup kekurangan (misalnya melalui penyertaan modal atau subsidi tambahan) guna menjaga kesehatan finansial Pertamina.

Pemerintah tidak memiliki kemewahan ruang fiskal sehingga akhirnya publik yang akan dikenakan kerugian baik berupa pemangkasan anggaran APBN terhadap layanan sosial ataupun pengenaan pajak lebih tinggi.

Meskipun pengungkapan kasus pengoplosan ini berdampak positif di jangka panjang karena penghentian praktik ilegal tersebut ke depan dapat mengurangi biaya impor dan meningkatkan efisiensi, sehingga memperbaiki arus kas jangka panjang.

Investasi dari Mitra Global

Kasus ini dapat mengguncang kepercayaan mitra global dan investor asing terhadap Pertamina.

Mitra internasional, seperti perusahaan energi asing yang bermitra dalam proyek kilang atau eksplorasi, mungkin mengevaluasi ulang risiko bekerja sama dengan Pertamina pasca-skandal.

Reputasi governance yang tercoreng membuat investor lebih berhati-hati, khawatir akan ketidaktransparanan dan potensi kerugian finansial akibat praktik curang. Sebagai contoh, media internasional dari Reuters hingga Channel News Asia menyoroti skandal US$12 miliar ini secara ketat.

Peliputan serius media asing tersebut menunjukkan perhatian global terhadap isu governance Pertamina.

Tekanan publik dan investor dapat membuat Pertamina lebih sulit menggaet investasi baru atau pinjaman luar negeri dengan bunga rendah hingga perusahaan membuktikan adanya pembenahan tata kelola.

Namun, bila pemerintah dan Pertamina berhasil melakukan pembenahan menyeluruh, kepercayaan mitra global bisa pulih. Mitra strategis mungkin justru menuntut penerapan compliance dan transparansi lebih ketat sebagai syarat kelanjutan investasi.

Melambatnya Prospek Pertumbuhan Perusahaan

Skandal ini berpotensi menunda atau menghambat prospek pertumbuhan Pertamina dalam jangka pendek.

Fokus manajemen dan pemerintah mungkin teralihkan untuk menyelesaikan masalah hukum dan melakukan reformasi internal, sehingga proyek ekspansi (misalnya pembangunan/upgrade kilang, akuisisi blok migas, atau inisiatif energi baru-terbarukan) bisa tertunda.

Bahkan kasus korupsi Pertamina seperti ini bahkan dianggap bisa menghambat program transisi energi terbarukan di Indonesia karena sumber daya perusahaan tersita untuk penanganan kasus dan menutup kerugian, alih-alih diinvestasikan ke proyek baru.

Selain itu, biaya modal Pertamina dapat meningkat jika lembaga pemeringkat atau investor menilai risiko perusahaan naik akibat lemahnya tata kelola, sehingga rencana pendanaan proyek pertumbuhan menjadi lebih mahal.

Intinya, skandal ini menjadi peringatan bahwa pertumbuhan berkelanjutan harus didukung oleh praktik bisnis yang bersih; tanpa itu, pertumbuhan bisa rapuh.

Oversight Aspek Regulasi dan Tata Kelola

Perlunya Revisi Regulasi & Penegakan Aturan: Mendesak di Evaluasi.
Kasus ini hampir pasti mendorong evaluasi dan pengetatan regulasi di sektor energi. Para tersangka diduga melanggar UU Tipikorm UU Perlindungan Konsumen dan Aturan lainnya yang mewajibkan Pertamina memprioritaskan layanan publik daripada mengejar keuntungan sesat dan memperkaya diri sendiri.

Pelanggaran aturan ini menunjukkan celah dalam pengawasan implementasi regulasi yang ada.

Ke depan, pemerintah kemungkinan akan mempertegas implementasi aturan tersebut, memastikan Pertamina dan BUMN energi lain benar-benar menyerap minyak domestik yang memenuhi spesifikasi sebelum impor.

Regulasi baru atau revisi bisa dikeluarkan untuk menutup celah yang dimanfaatkan dalam kasus ini – misalnya, melarang praktik blending yang menurunkan kualitas, atau mengatur mekanisme harga impor agar sesuai dengan kualitas barang.

Selain itu, aturan internal Pertamina terkait procurement akan diperketat: penggunaan broker atau pihak ketiga dalam impor migas mungkin akan diatur lebih ketat atau diawasi secara khusus, mengingat modus mark-up melibatkan pialang minyak.

Secara pasti bahwa skandal impor minyak mentah ini berpotensi mempengaruhi tata kelola energi secara luas di Indonesia, sehingga pembenahan regulasi di sektor ini menjadi agenda mendesak.

Peningkatan Pengawasan Pemerintah: Pengawasan dari pemerintah dan pemangku kepentingan akan meningkat secara signifikan.

Presiden dan jajaran terkait telah memberikan sinyal untuk bersikap tegas. Presiden Prabowo Subianto, misalnya, pasca kasus ini menyerukan agar aparat hukum menjatuhkan hukuman lebih berat bagi koruptor, khususnya yang menyebabkan kerugian ratusan triliun rupiah

Seruan ini mengindikasikan dukungan penuh dari pimpinan negara untuk menindak tegas kasus Pertamina.

Pengawasan pemerintah kemungkinan diwujudkan dengan beberapa langkah: audit menyeluruh terhadap rantai pasok Pertamina, evaluasi kinerja direksi, hingga pembentukan satuan tugas khusus di Kementerian BUMN atau Kejaksaan untuk memonitor transaksi impor migas.

Presiden diminta turun tangan langsung membongkar “mafia migas” yang dianggap menggurita dan melibatkan oknum di Pertamina, pemerintah, parlemen hingga penegak hukum.
Tanpa intervensi kuat, jaringan seperti ini sulit dihapus. Oleh karena itu, kita mungkin akan melihat tindakan seperti perombakan manajemen Pertamina secara besar-besaran, mutasi pejabat yang terkait sektor impor/niaga, serta penerapan prinsip check and balance yang lebih ketat antara subholding Pertamina (Patra Niaga, Kilang, Shipping) untuk mencegah kolusi internal.

Pemerintah juga bisa meningkatkan peran auditor negara (BPK/BPKP) dalam pengawasan BUMN energi secara rutin.

Dampak terhadap Tata Kelola BUMN Energi Lain

Skandal ini menjadi cermin bagi BUMN energi lainnya seperti PLN (listrik) atau PGN (gas) untuk waspada terhadap praktik serupa.

Kementerian BUMN perlu memperluas audit dan monitoring ke seluruh BUMN strategis di sektor energi, memastikan tidak ada modus korupsi serupa dalam pengadaan komoditas energi (baik itu batubara untuk PLN, LPG untuk Pertamina, dsb).

Standar tata kelola (Good Corporate Governance) di BUMN akan diperketat: misalnya melalui compliance officer independen, peningkatan transparansi pengadaan (lelang terbuka, e-procurement), dan pembatasan masa jabatan atau rotasi pada posisi rawan (seperti divisi trading dan procurement) untuk mencegah konflik kepentingan berkelanjutan.

Kasus Pertamina Patra Niaga ini juga menambah panjang daftar petinggi BUMN yang tersandung korupsi – tercatat sedikitnya 12 mantan direktur Pertamina pernah menjadi tersangka kasus korupsi, termasuk mantan Dirut Karen Agustiawan
Rekam jejak buruk seperti ini memaksa pemerintah harus meninjau mekanisme rekrutmen dan evaluasi direksi BUMN: integritas dan rekam integritas kandidat akan lebih diutamakan.

Untuk mencegah efek domino, KPK dan Kejaksaan bisa memperluas penyelidikan ke rantai pasok energi lain; hal ini memberi sinyal kepada BUMN lain bahwa penyimpangan sekecil apapun berpotensi terungkap. Singkatnya, kasus ini menjadi katalis bagi reformasi tata kelola di tubuh BUMN sektor energi secara lebih luas, bukan hanya di Pertamina.

Rusaknya Kepercayaan Publik dan Reputasi

Persepsi Publik dan Kepercayaan Konsumen

Terungkapnya skandal ini memukul kepercayaan publik terhadap Pertamina.

Masyarakat merasa dikhianati karena selama ini membayar BBM dengan harga mahal untuk kualitas yang dijanjikan (Pertamax), namun ternyata mendapat produk oplosan berkualitas lebih rendah

Kasus pengoplosan Premium (RON 88) dicampur Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92) yang berlangsung lima tahun menimbulkan keresahan nasional.

Jutaan konsumen kini mempertanyakan apakah BBM yang mereka beli benar-benar sesuai spesifikasi, khawatir penggunaan bensin oplosan bisa merusak kendaraan mereka
Efeknya, citra Pertamina di mata konsumen menurun drastis. Pertamina sebelumnya dipandang sebagai penyedia BBM andal dan penopang hajat hidup orang banyak, tapi kasus ini menodai reputasi tersebut.

Kepercayaan yang terganggu ini bisa berdampak pada perilaku konsumen – misalnya, konsumen kelas menengah mungkin beralih sementara ke SPBU swasta (Shell, BP, Vivo) yang dianggap lebih terjamin kualitasnya, meskipun pilihan itu terbatas jumlahnya.

Selain itu, ada desakan publik agar Pertamina transparan mengenai kualitas BBM yang dijual pasca-kasus ini. Pertamina perlu melakukan langkah pemulihan kepercayaan seperti uji kualitas BBM secara terbuka, kampanye jaminan mutu, dan komunikasi intensif bahwa praktek curang telah dihentikan.

Hancurnya Reputasi Korporat Pertamina:

Secara korporat, nama Pertamina sebagai perusahaan energi nasional ternama terkena dampak reputasi serius di level nasional maupun internasional.

Publik kini mengasosiasikan Pertamina dengan isu korupsi berjamaah dan “mafia minyak”, yang mencederai branding Pertamina sebagai BUMN yang profesional.

Pemberitaan luas media asing tentang penangkapan pejabat Pertamina dalam skandal US$12 miliar ini juga berpotensi menurunkan reputasi Pertamina di kancah global.

Mitra bisnis dan pemasok asing mungkin mempertanyakan integritas manajemen Pertamina: apakah praktik bisnisnya bersih dan dapat dipercaya.

Reputasi yang tercoreng dapat mengurangi posisi tawar Pertamina dalam negosiasi internasional, misalnya saat hendak menjalin aliansi strategis atau membeli aset di luar negeri – pihak lawan negosiasi mungkin meminta syarat ketat atau harga lebih tinggi karena faktor risiko reputasi.

Di dalam negeri, reputasi buruk ini juga bisa mengikis kepercayaan pemangku kepentingan lain (parlemen, regulator, bahkan karyawan Pertamina sendiri).

Moral karyawan bisa terpukul mengetahui perusahaan tempat mereka bekerja disorot negatif; ini perlu diatasi manajemen dengan memastikan bahwa mayoritas pegawai tetap menjunjung integritas dan bahwa “oknum” telah ditindak.

Pemulihan reputasi akan menjadi pekerjaan jangka panjang: Pertamina perlu menunjukkan perubahan nyata (reformasi tata kelola, akuntabilitas, pelayanan prima) agar publik kembali menaruh keyakinan.

Rusak Kepercayaan Mitra Bisnis dan Pemerintah

Mitra bisnis Pertamina, baik itu kontraktor hulu (KKKS) maupun offtaker hilir, turut terdampak persepsi kasus ini.

Para kontraktor migas dalam negeri mungkin merasa dirugikan karena minyak mereka ditolak dengan alasan tidak standar padahal layak – ke depan, hubungan Pertamina dengan KKKS domestik perlu diperbaiki agar saling percaya, misalnya melalui evaluasi ulang standar kualitas dan komunikasi yang lebih fair.

Sementara itu mitra dari sektor transportasi (pelayaran, logistik) yang bekerja dengan Pertamina akan lebih waspada agar tidak terlibat praktik menyimpang; mereka mungkin menuntut kejelasan kontrak dan audit bersama untuk memastikan tak ada mark-up tersembunyi.

Bagi pemerintah, kasus ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas pengawasan mereka sebelumnya.

Kepercayaan pemerintah selaku pemegang saham kepada manajemen Pertamina jelas menurun, yang mendorong intervensi lebih kuat seperti disebutkan di atas.

Namun, di sisi lain, pemerintah perlu memastikan kepercayaan publik tetap terjaga bahwa layanan BBM akan normal.

Transparansi hasil investigasi dan penindakan tegas para pelaku akan menjadi kunci memulihkan trust publik dan mitra. Pemerintah kemungkinan akan mendukung restrukturisasi di Pertamina pasca-kasus ini, sekaligus mengkampanyekan anti-korupsi di BUMN untuk mengembalikan kepercayaan rakyat bahwa BUMN dapat dikelola dengan bersih.

Efek Turunan terhadap Industri dan Pasar Energi

Rantai Pasokan Energi: Dalam jangka pendek, kasus ini tidak menyebabkan gangguan fisik signifikan pada pasokan energi nasional.

Pertamina segera mengambil langkah memastikan operasional distribusi BBM tetap berjalan normal meski pucuk pimpinan Patra Niaga ditahan.
Peran Pertamina sebagai pemasok BBM terbesar perlu dievaluasi DPR, dan pemerintah tentu siaga mencegah potensi kelangkaan.

Meski demikian, terungkapnya modus pengalihan minyak domestik ke ekspor dan impor mahal berarti rantai pasok sebelumnya tidak optimal

Ke depan, perubahan strategi pasokan bisa terjadi: Pertamina kemungkinan akan mengurangi ketergantungan impor dan memaksimalkan serapan crude domestik yang layak spesifikasi, sehingga rantai pasok lebih efisien dan tidak mudah dimanipulasi.

Ini dapat meningkatkan ketahanan energi nasional dengan menekan volume impor (yang selama ini rentan penyelewengan).

Bagi industri hilir, penghentian praktik oplosan berarti Pertamina harus menyuplai BBM sesuai spesifikasi dari awal, tanpa “trik” blending di tengah distribusi.

Hal ini menuntut penyesuaian operasional (misal, memastikan kapasitas produksi Pertamax lokal mencukupi atau impor RON 92 benar-benar dilakukan jika kurang) tetapi hasilnya rantai pasok menjadi lebih transparan dan andal.

Secara keseluruhan, skandal ini menjadi pelajaran bagi pelaku industri energi bahwa integritas rantai pasok sama pentingnya dengan volume pasok; tata kelola rantai pasok yang baik pada akhirnya mendukung keberlangsungan industri energi jangka panjang.

DAMPAK TERBESAR TERHADAP MASA DEPAN KEBIJAKAN HARGA BBM BERSUBDISI

Salah satu kekhawatiran dari pengungkapan kasus ini adalah dampaknya terhadap kebijakan harga BBM, khususnya BBM bersubsidi. Dapat diprakirakan secara pasti bahwa korupsi impor minyak Pertamina dapat berpengaruh pada harga jual BBM bersubsidi.

Mengapa demikian? Pertama, jika selama ini Pertamina mengeluarkan biaya lebih tinggi dari seharusnya untuk memperoleh BBM (misal Pertalite yang diimpor diam-diam seharga Pertamax), maka subsidi yang dibayar pemerintah pun mungkin lebih besar dari yang semestinya.

Artinya, negara membakar anggaran subsidi lebih banyak karena ulah oknum – hal ini bisa memicu evaluasi ulang besaran subsidi atau mekanisme penyalurannya.

Kedua, kini setelah modus ini terbongkar, pemerintah kemungkinan besar akan lebih cermat dalam menetapkan harga dan volume BBM bersubsidi.

Bisa saja dalam jangka menengah, pemerintah meninjau formula harga Pertalite/Pertamax agar celah arbitrase berkurang, atau meningkatkan pengawasan penyaluran agar BBM subsidi benar-benar sampai ke konsumen sasaran dengan kualitas semestinya.

Meski ada potensi penyesuaian kebijakan, dalam jangka pendek harga BBM di SPBU dipastikan stabil. Pemerintah telah menegaskan tidak ada perubahan harga mendadak pasca kasus, selama pasokan terjamin .

Stabilitas harga ini penting untuk meredam kekhawatiran publik. Ke depan, pembenahan di Pertamina (seperti efisiensi biaya impor) justru bisa membantu menjaga harga BBM tetap terjangkau, karena Pertamina dapat menekan biaya pokok penyaluran energi.

Intinya, kasus ini mendorong pemerintah lebih waspada dalam kebijakan harga/subsidi BBM: memastikan tak ada lagi penyimpangan yang membebani negara dan konsumen secara tidak adil.

Renungan

Publik kini mempertanyakan keberlanjutan dan keamanan pasokan BBM Pertamax di masa depan
Jika kualitas BBM pernah diselewengkan, apakah pasokan ke depan bisa mereka percaya?

Kekhawatiran ini menuntut Pertamina memberikan jaminan. Dalam jangka pendek, pemerintah dan Pertamina telah mengambil langkah-langkah agar distribusi tidak terganggu: menyiagakan pejabat pelaksana tugas di Patra Niaga, mengontrol stok di semua depot, dan back-up supply jika diperlukan.

Tidak ada laporan gangguan distribusi BBM akibat penangkapan para tersangka – ini menunjukkan resiliensi operasional Pertamina.

Namun, Pertamina perlu memberikan kompensasi kepada publik berupa penuruna harga BBM Nonsubsidi dibawah harga pasarnya.

Pemberian kompensasi kepada publik harus masif dan signifikan mengingat dashyat-nya kerugian publik dalam 5 tahun terakhir.

Selain memberikan kompensasi, pertamina juga perlu meningkatkan transparency dalam proses distribusi.

Misalnya, Pertamina diharapkan memberikan klarifikasi dan informasi terbuka soal proses produksi dan distribusi Pertamax yang baru agar masyarakat yakin bahwa BBM yang mereka terima sesuai standar.

Dari sudut pandang keamanan energi jangka panjang, kasus ini menjadi alarm bahwa selain kuantitas suplai, kualitas dan integritas suplai adalah pilar stabilitas.

Pemerintah mungkin akan meninjau ulang sistem monitoring kualitas BBM (misal random sampling di SPBU, penggunaan penanda kimiawi pada BBM subsidi) untuk memastikan tidak ada lagi upaya curang pengoplasan sistemik.

Jika trust publik pulih dan mekanisme kontrol diperkuat, stabilitas jangka panjang justru akan meningkat karena praktik kecurangan telah diberantas, memastikan setiap liter BBM yang didistribusikan memenuhi standar kualitas dan tepat sasaran.

END


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!