Oleh : Citra Salsabila (Pegiat Literasi)
Ekonomi dunia sedang mengalami ketidakstabilan. Buktinya beberapa negara mengalami acaman krisis, seperti India, Amerika, dan Srilanka. Bahkan, Indonesia pun terancam krisis pada tahun 2023, dengan ditandai persentase pendapat pada kuartal terakhir melemah. Tentu, perlu sigap dalam menangkalnya, salah satunya mendorong segala elemen untuk turut andil dalam memulihkan perekonomian.
Salah satu upaya pemerintah yaitu pemberdayaan perempuan Indonesia. Dimana perempuan masih menjadi orang yang terbelakang dan dipandang sebelah mata. Walhasil perempuan dianggap sukses hanya dalam urusan rumah tangga, tetapi kurang cekatan dalam urusan publik. Sehingga, wajar saja banyak program pemerintah yang mendedikasikan perempuan agar lebih aktif di tengah masyarakat.
Inipun dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Indramayu yang meraih penghargaan Best Practice Jabar Sustainable Development Goals (SDGs) Award 2022 dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat beberapa minggu yang lalu. Tujuan SDGs sendiri yaitu meningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga pembangunan keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, dab menjaga kualitas lingkungan hidup dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Jenis penghargaan yang diraih yaitu Program Perempuan Berdikari (Peri). Peri tersebut akan mendukung program SDGs yang telah dirancang pemerintah pusat dengan beberapa program unggulan. Salah satunya dengan memberikan perhatian penuh terhadap para pekerja migran khususnya perempuan agar lebih berdaya. (Diskominfo.indramayu.go.id, 21/12/2022).
Tentu kabar tersebut menjadi momentum kebangkitan bagi perempuan, terutama yang tinggal di daerah pesisir atau wilayah pelosok. Walhasil, peran perempuan terus digenjot dalam memperbaiki perekonomian negara. Ya, mereka diberi akses dan kemudahan sebagai penggerak ekonomi.
Akankah Sejahtera?
Pada faktanya, Program Peri merupakan program yang diinisiasi oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Indramayu. Tujuannya tak lain untuk pemberdayaan ekonomi yang diberikan bagi perempuan purna PMI (Pekerja Migran Indonesia) asal Indramayu. Dukungan Pemkab terlihat dengan memberikan pendampingan dan fasilitasi akses permodalan melalui perbankan yaitu dari Bank Jabar dan Banten (BJB) Cabang Indramayu.
Harapannya tentu tak jauh dari mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya, terutama kalangan perempuan. Karena hingga saat ini, Indramayu memang menjadi kantongnya PMI terbesar di Jawa Barat. Tak heran jika pemerintah terus menggenjot berbagai program untuk menggapai tujuannya, walaupun harus bekerja sama dengan investor.
Memang benar, kehadiran Peri bagaikan angin segar bagi perempuan karena memberikan jaminan kesejahteraan yang didukung penuh pemerintah. Benarkah demikian? Mungkinkah permpuan akan benar-benar sejahtera?
Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2021 mencapai 53,34% bagi TPAK perempuan. Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun lalu sebesar 11%. Sementara itu, TPAK pada laki-laki justru mengalami penurunan sejak tahun 2019, terutama saat pandemi. Tahun 2021, TPAK laki-laki sebesar 82,27 persen, sedikit menurun dari tahun 2020 yang mencapai 82,41%. Ini diakibatkan banyaknya laki-laki yang di-PHK.
Data menunjukkan bahwa dunia kerja pun telah dipadati oleh kaum perempuan. Tak peduli apakah terjamin kebutuhan secara keseluruhan ataukah tidak. Mereka diperas tenaga dan pikirannya demi menghasilkan uang. Sebab, begitu mudah mengajak kaum perempuan untuk bekerja, walaupun diupah sedikit.
Inilah program pemberdayaan ekonomi perempuan yang akan selalu digaungkan. Berawal dengan tujuan menaikkan derajat perempuan, tetapi yang ada mengeksploitasi peran hakikinya. Dedikasinya diberikan sepenuhnya untuk meningkatkan roda perekonomian negara, tetapi melupakan kewajiban utamanya, yaitu seorang ibu dan pengurus rumah tangga.
Ternyata munculnya program Peri tak lain turunan dari pemberdayaan ekonomi perempuan yang sudah terencana. Aturan tersebut takkan bisa lepas dari cengkreman sistem demokrasi-sekuler. Sistem buatan manusia yang senantiasa berubah-ubah sesuai kepentingan pengusaha.
Terbukti bahwa masyarakat telah diperdaya dalam hal membedakan kebutuhan dan keinginan. Mereka dipaksa untuk memenuhi keduanya, sehingga tidak hanya laki-laki yang bekerja (suami), tetapi menuntut pula perempuan (istri) bekerja. Tak hanya itu, demokrasi-sekuler yang bercokol dari kapitalisme telah menggeser arah pandang kebahagiaan. Dimana materi menjadi sandarannya, belum lagi gelar dan kedudukan yang tinggi.
Darisanalah tak heran banyak perempuan yang tergiur untuk bekerja, dan meninggalkan keluarganya. Dampaknya, semakin banyak anak yang kurang mendapat perhatian, pendidikan, pendampingan dan kasih sayang orang tua. Wajar jika kenakalan anak dan remaja seperti tawuran, pergaulan bebas, narkoba serta tindakan kriminal lainnya semakin meningkat.
Sesungguhnya program Peri tidak akan membuat sejahtera perempuan sepenuhnya, melainkan mengeksploitasi perempuan secara sistematis dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Mulia dengan Islam
Pemberdayaan ekonomi perempuan telah menghilangkan hati nurani keibuannya. Kesejahteraannya direnggut secara perlahan, waktunya dirampas sedikit demi sedikit. Semuanya agar berjalan mulus roda perekonomiannya.
Berbeda sekali dengan Islam yang amat memuliakan perempuan. Tidak merenggut fitrah aslinya dan tidak dipaksa untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Sebab pemberdayaan perempuan dalam Islam bukan sekadar ajang memperkaya diri dengan materi, melainkan memaksimalkan potensi perempuan sebagai pilar peradaban.
Dalam hal bekerja, Islam membolehkannya tetapi tetap harus memperhatikan jenis pekerjaan, waktunya, dan tata cara berpakaiannya. Karena harus menjaga kehormatan dan kemuliaannya.
Sehingga, peran utama perempuan ada dua, yaitu peran domeatik dan peran publik. Peran domestik mencakup tugasnya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Dimana peran ini tidak akan bisa digeser oleh siapa pun. Maka kewajiban mencari nafkah akan dibebankan kepada laki-laki (suami).
Adapun peran publik meliputi tugasnya sebagai individu yang hidup di tengah masyarakat. Tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan, karena memliki hak yang sama. Seperti mengenyam pendidikan, menuntut ilmu, mengajarkan ilmu, dan berdakwah.
Inilah elektabilitas perempuan dalam Islam. Tidak hanya berdaya sebab banyaknya materi yang dihasilkan, melainkan keaktifan dirinya sebagai hamba Allah SWT melakukan amar makruf nahi mungkar di lingkungan keluarga, masyarakat, dan negara. Wallahu’alam bishshawab.