Bingkaiwarta, KUNINGAN – Pelaksanaan mutasi di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan yang telah dilaksanakan pada tanggal 16 November 2023 dan 22 November 2023 kini menjadi persoalan baru. Hal tersebut dikarenakan adanya beberapa orang pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan yang telah dirotasi dan bahkan telah mendapatkan promosi jabatan, padahal masa kerjanya belum mencapai 2 tahun menjabat pada posisi jabatan semula.
Menyikapi hal tersebut, Forum Advokat dan Aktivis Anti Korupsi Kabupaten Kuningan (F-A3K3) melaksanakan Audensi dengan Komisi I Anggota DPRD Kabupaten Kuningan, Baperjakat dan BKPSDM, terkait pelaksanaan mutasi yang diduga kuat telah bertentangan atau melanggar Peraturan Pemerintah dan terhadap Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Ketua DPC Kongres Advokat Indonesia (KAI) Kabupaten Kuningan, Dadan Somantri Indra Santana SH mengungkapkan, bahwasannya ada pasal yang sudah jelas menyatakan bahwa rotasi itu baru bisa dilakukan apabila seseorang pejabat tersebut telah berada selama 2 tahun atau paling singkat 2 tahun pada jabatan semula.
Hal tersebut berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan atau Peraturan BKN No. 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi.
“Dalam rumusan Pasal 190 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2017 tentang Managemen Pegawai Negeri Sipil dan atau Pasal 2 ayat (3) Peraturan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia No. 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Mutasi telah sangat jelas mengamanatkan bahwa mutasi dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun,” ungkap Dadan kepada awak media, usai melaksanakan Audensi.
Dadan menyebut, ini sudah tidak terbantahkan lagi dan tidak multi tafsir tentang rumusan pasal ini. Sementara pada pelaksanaan mutasi yang kemarin terjadi, pihaknya menduga dan menemukan adanya data atau fakta fakta sudah terjadi pelanggaran. Dimana seseorang pejabat tersebut belum menjabat selama 2 tahun pada jabatan semula. Tetapi sudah dimutasi.
“Kami telah mendapatkan sebanyak 25 orang bahkan lebih. Sehingga pada kesempatan ini kita melakukan audensi untuk mendapatkan penjelasan dari Baperjakat atau BKPSDM dan kita pun menuntut kepada DPRD dalam hal ini Komisi I sebagaimana tugas dan kewenangannya melakukan pengawasan terhadap jalannya roda pemerintahan di Kabupaten Kuningan, untuk mengambil sikap atau menindak lanjuti temuan kami ini,” tutur Dadan.
Menurut Dadan, untuk mendapatkan hal itu sebetulnya mudah. Cuma karena mungkin sebagian orang banyak yang belum paham atas sebuah regulasi. “Kita sandingkan mutasi tahun 2022 dan mutasi tahun 2023. Itu akan ketemu berapa orang. Pejabat yang ternyata itu patut diduga sudah melanggar aturan,” ujarnya.
Ir Toto Suripto salah satu aktivis Kuningan menambahkan, bahwa dalam Peraturan di tahun 2017 itu tidak menjabarkan secara rinci. “Sebetulnya, kalau kita menyandingkan data mutasi tahun 2022 dengan data mutasi tahun 2023 itu sangat mudah. Dan, rujukannya Pasal 11 tahun 2017 dan Peraturan Nomor 5 Tahun 2019 dari BKN. Itu tinggal disandingkan saja kok,” sambung Toto.
Toto juga sangat menyayangkan ketika BKPSDM menyandingkan dengan Kabupaten lain dengan melakukan hal yang sama. Seharusnya, kata Toto, yang salah jangan diikuti.
“Kami melihat peristiwa ini bukanlah peristiwa yang memang membuat kami tidak bisa diam. Ketika ada pelanggaran aturan dan kita biarkan maka disitu kita seolah olah membiarkan ketidakpastian hukum. Membiarkan adanya rasa ketidakadilan pada masyarakat dan ini akan ada dampak dan efeknya,” kata Toto.
Sementara itu, saat pelaksanaan audensi, dari BKPSDM ketika memberikan penjelasan kenapa peristiwa itu bisa terjadi, karena dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 itu tidak mengatur tentang tata cara juklas juklis nya seperti apa. Sehingga seolah olah mengakomodir dari Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000.
Pernyataan dari pihak BKPSDM tersebut jelas membuat Forum Advokat dan Aktivis Anti Korupsi Kabupaten Kuningan (F-A3K3) tidak sependapat.
Dengan begitu, kata Dadan, ini sudah terjadi ketidakpastian hukum dan itu berdampak adanya rasa keadilan kepada masyarakat tidak terpenuhi.
Dadan menegaskan, peristiwa ini tidak akan dibiarkan. Pihaknya meminta Baperjakat atau BKPSDM sebagai leading sektor dalam peristiwa pelaksanaan mutasi itu untuk segera mengevaluasi.
“Kalau kemudian tidak melakukan evaluasi kemudian DPRD tidak sesuai dengan tugas dan kewenangannya tidak melakukan pengawasan, maka kami akan mengambil langkah sendiri, dengan cara data yang kita miliki akan kita sounding kan ke BKN Pusat,” tegas Dadan diamini Toto, Ustad Hamid dan Dadang.
Ia juga mengingatkan, jika DPRD memiliki kepedulian dalam kasus ini kemudian menemukan satu pemikiran atau persepsi yang sama, maka buatlah rekomendasi ke BKN Pusat. Karena untuk membuat Pansus itu tidak mungkin, mengingat mereka sudah pada turun ke lapangan. Kemudian dari BKN Pusat ada rekomendasi ke BKPSDM.
Kejadian ini hampir sama persis dengan kasus yang terjadi di Bandung Barat. Dan, itu juga tadi sudah diakui oleh BKPSDM untuk meminimalisir karena sudah terjadi kasus di Bandung Barat. Tapi kenapa masih terjadi, seolah olah mencari sebuah pembenaran kemudian menjadikan Peraturan Pemerintah Nomor 100 tahun 2000 itu dijadikan payung hukum.
“Jangan jangan adanya Kuningan ini Gagal Bayar, Kuningan termiskin ekstrim, pengangguran banyak, jangan jangan karena memang ada oknum oknum pejabat yang hadir disitu yang lahir tidak dari regulasi yang sebenarnya,” sindir Dadan. (Abel)