Bingkaiwarta, CIREBON – Para ulama sepuh se-Jawa Barat menyerukan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk teguh dan istiqamah memegang khittah NU dan tidak terjerumus politik praktis. Seruan itu disampaikan dalam acara Silaturahmi Masyayikh Peduli Bangsa di Pesantren Khas Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Sabtu (10/2/2024) untuk menyikapi perkembangan situasi politik saat ini.
Dalam acara tersebut, tokoh-tokoh agama Islam Jawa Barat itu mengeluarkan “Resolusi Ulama untuk Penyelamatan Indonesia”. Menghimbau kepada PBNU dan seluruh struktur organisasi di bawahnya untuk istiqamah menegakkan semangat Khittah NU dan Politik Kebangsaan serta tidak terjerumus pada praktik politik praktis dengan mendukung salah satu paslon tertentu menjelang dan saat berlangsungnya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024,” demikian bunyi salah satu poin pernyataan yang dibacakan oleh tokoh Kiai Pantura, KH. Husein Muhammad yang akrab dipanggi Buya Husein.
Seruan itu disampaikan seiring munculnya kekhawatiran dari para ulama terhadap masa depan demokrasi dan masa depan Indonesia, terutama dengan adanya fenomena pelanggaran tatanan hukum oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Juga menguatnya berbagai pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, praktik nepotisme dan kolusi yang semakin merajalela, etika yang hilang, penyalahgunaan wewenang dan praktik politik dinasti yang lebih dikedepankan dibanding politik untuk kemaslahatan bangsa dan negara.
Para kiai pimpinan pesantren se-Jabar tersebut juga meminta kepada seluruh masyarakat khususnya warga Nahdliyin untuk melawan segala bentuk intimidasi dan ketidaknetralan aparatur negara dalam Pilpres 2024.
“Menyerukan kepada seluruh warga bangsa khususnya warga Nahdliyin untuk merapatkan barisan melawan segala bentuk intimidasi dan ketidaknetralan aparatur negara dan atau organisasi dalam Pilpres 2024 demi tegaknya demokrasi dan marwah warga Nahdliyin,” lanjut pernyataan tersebut.
KH. Mustofa Aqil Siradj, Pemimpin Pondok Pesantren Al-Ghadir Kempek, Cirebon mengatakan, para ulama bersepakat bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden harus sesuai dengan kebutuhan agama, bangsa, dan masa depan NKRI.
Kiai asal Kempek Cirebon, Jawa Barat ini mengatakan, para ulama merasakan adanya intimidasi, penekanan dan penggiringan untuk mendukung paslon tertentu dalam Pilpres. “Adanya penekanan sudah banyak dirasakan oleh ulama, ini seakan-akan (menunjukkan) ketidaknetralan, penggiringan dan penekanan,” katanya.
Kiai Musthofa juga menghimbau masyarakat untuk memilih capres-cawapres yang tegas, menegakkan hukum, berkomitmen pada rakyat dan berjiwa nasionalis serta religius. Ia menyerukan untuk tidak memilihi figur pemimpin yang didukung oleh kelompok radikal, ekstrimis dan teroris.
“Silahkan, paslonnya ada tiga. Yang memberi kriteria adil hukum, tidak korupsi siapa, mereka sudah tahu semua,” tegas Kiai Musthofa.
Senada, KH. Husein Muhammad mengajak masyarakat untuk menggunakan hak politiknya dengan memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak bukan karena ada intimidasi, paksaan, dan iming-iming materi.
“Kami para ulama sudah ada pilihan, tidak pernah melanggar HAM, korupsi, dan orang yang berkomitmen menegakkan hukum. Saya kira orang bisa menilai jejak langkah hidupnya, tidak pernah terlibat dalam situasi itu,” ujar sosok yang akrab disapa Buya Husein.
Ia juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk mengawal dan memastikan Pemilu 2024 berjalan secara jujur dan adil untuk menghasilkan pemerintahan yang memiliki legitimasi kuat di mata rakyat.
“Jadi resolusi ini ingin menegaskan kembali komitmen sistem demokrasi dengan penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan,” tegasnya.
Dalam pertemuan kiai se-Jawa Barat ini turut dihadiri oleh KH. Abdul Muin Abdurrahim, KH. Ushfuri Anshor, KH. Rohmat, KH. Ahmad Mustarsyidin, KH. Abdul Manan Ghani, KH. Abdul Muhit, KH. Ubaidillah Ruhiyat, KH. Yusuf Karim, KH. Taufikurrahman, KH. Muhammad Faqih, KH. M. Takiyudin Bashri, KH. Zamzami Amin, KH. Zamzami Yusuf, KH. Moh. Farid NZ, KH. Ruhyat Hasby, KH. Ahmad Syaekhu, KH. R. Amin Muhyiddin, KH. Encep Subandi, KH. Arif Fachruddin, KH. Nurul Huda, KH Abdul Mujib, KH. Jumhur, KH. Miftah Faqih, dan KH. Junjun Junaedi. (Abel/rls)