Bingkaiwarta, KUNINGAN – Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Kuningan menyatakan penolakan tegas terhadap tindakan perceraian sepihak yang dilakukan oleh seorang anggota DPRD Kabupaten Kuningan. IMM menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan penghinaan terhadap martabat perempuan, sekaligus mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Bidang Hikmah PC IMM Kuningan, Roy Aldilah, dalam keterangan pers nya, Senin (16/6/2025).
“Kami mengutuk dan menolak keras perceraian sepihak yang dilakukan oleh anggota dewan terhadap istrinya. Ini bukan sekadar persoalan rumah tangga, tetapi bentuk penyalahgunaan wewenang untuk kepuasan pribadi, yang merendahkan marwah perempuan dan mengkhianati amanah publik,” tegas Roy.
Roy menyatakan bahwa tindakan semena-mena tersebut merupakan preseden buruk yang mencerminkan ketimpangan antara kekuasaan dan keadilan. Sebagai wakil rakyat, anggota dewan seharusnya menjadi teladan moral dan pelindung nilai-nilai keadilan, bukan justru menggunakan posisinya untuk mengabaikan hak-hak perempuan.
“Ia seharusnya menjaga kepercayaan publik, bukan memanfaatkan kekuasaan untuk menginjak harga diri perempuan,” tambah Roy.
IMM Kuningan memandang peristiwa ini sebagai bentuk pelecehan ganda: terhadap perempuan sebagai individu dan terhadap lembaga legislatif sebagai pilar demokrasi.
IMM Kuningan secara resmi telah melayangkan laporan kepada Badan Kehormatan Dewan (BKD) atas dugaan pelanggaran etik tersebut. Mereka mendesak agar BKD segera melakukan investigasi, membuka hasilnya ke publik, dan menjatuhkan sanksi tegas jika terbukti melanggar etik.
“Kami mendesak agar BKD tidak tinggal diam. Jika terbukti melanggar, sanksi mulai dari teguran keras hingga pemberhentian patut dipertimbangkan. Reformasi budaya parlemen harus dimulai dengan menegakkan aturan anti-arogansi, melindungi hak perempuan, dan membangun mekanisme pencegahan penyalahgunaan kekuasaan,” tegas Roy.
IMM menegaskan bahwa tindakan semacam ini tidak bisa ditoleransi dan harus menjadi momentum introspeksi bagi semua pihak, terutama lembaga negara, dalam memperkuat mekanisme kontrol kekuasaan dan penegakan hukum yang adil.
“Demokrasi yang sehat tumbuh dari integritas dan keadilan, bukan dari ego penguasa. Kami menuntut transparansi, akuntabilitas, dan keadilan hukum bagi korban agar martabat perempuan tetap dijunjung tinggi,” tuturnya.
IMM Kuningan menyatakan komitmennya untuk terus mengawal proses ini dan menyerukan kepada masyarakat sipil agar turut menjaga marwah perempuan, menolak penyalahgunaan kekuasaan, dan mendorong budaya politik yang lebih beradab. (Abel)
