Bingkaiwarta, PALU – Kampung Reforma Agraria Duyu Bangkit di Kelurahan Duyu, Kota Palu, menjadi bukti nyata bahwa program Reforma Agraria bukan sekadar penyertipikatan tanah, melainkan juga pemberdayaan masyarakat yang berujung pada kemandirian ekonomi. Sekelompok warga yang sempat tinggal di tenda pengungsian pasca bencana Palu 2018, kini berhasil mengubah lahan bekas tempat pembuangan sampah menjadi kebun anggur yang menjadi penggerak ekonomi warga sekitar.
Saifuddin (45), Ketua Kelompok Tani Duyu Bangkit, dengan bangga menceritakan bagaimana kebun anggur seluas 30×34 meter persegi ini dibangun dari nol. “Semangat kita, jalan saja dulu agar bisa bangkit dan punya penghasilan. Awalnya kami buat seadanya, tahun pertama rugi. Alhamdulillah tahun 2021 BPN masuk dan membantu kami dengan koordinasi ke pemerintah kota. Setelah BPN masuk, banyak hal berubah,” kenangnya saat ditemui di kebun anggurnya, kemarin.
Dengan keterbatasan modal, enam anggota pertama kelompok tani ini bahkan harus menggadaikan BPKB motor untuk membeli bibit dan perlengkapan dasar. Namun, perjuangan mereka tidak sia-sia. Pada tahun 2021, Kementerian ATR/BPN hadir membawa program Reforma Agraria ke desa mereka. BPN membuka jalan dan berkoordinasi dengan berbagai instansi pemerintah untuk membantu mereka mendapatkan akses infrastruktur, penyuluhan pertanian, bantuan alat, hingga dukungan pemasaran.
“Perjalanannya panjang dan tidak mudah. Sebelum BPN datang, panen pertama kami selalu gagal. Hujan turun, anggur busuk semua. Setelah dibantu BPN, kami bisa memasang plastik UV untuk melindungi tanaman. Sekarang, panen bisa dua hingga tiga kali setahun,” ujar Saifuddin.
Hasilnya pun kini sangat memuaskan. Setiap petak lahan mampu menghasilkan hingga Rp90 juta setiap panen, angka yang dulu hanya mimpi bagi Saifuddin dan kelompoknya. Di tahun 2025, terdapat 13 titik kebun anggur yang dikembangkan Kelompok Tani Duyu Bangkit dengan 13 varietas berbeda.
Saat ini, Kebun Anggur Duyu Bangkit telah resmi menjadi Kampung Reforma Agraria binaan Kantor Pertanahan Kota Palu. Wisatawan dari berbagai daerah datang untuk memetik anggur langsung dari kebun, sementara produk mereka dikirim hingga luar kota. “Dulu kami cuma buruh. Sekarang kami bisa mengajak orang lain bekerja di kebun sendiri. Itu baru namanya Reforma Agraria,” ungkap Saifuddin bangga.
Manfaat program Reforma Agraria ini juga dirasakan oleh anggota kelompok tani lainnya, seperti Shamsul Alan (42). Petani anggur ini mengaku bisa memiliki penghasilan tetap dan lebih stabil sejak Reforma Agraria masuk ke desanya. “Dulu saya berdagang kerudung. Setelah ada kebun anggur ini, saya memutuskan untuk bergabung. Kalau berdagang, kadang untung, kadang rugi. Tapi kalau menanam anggur, hasilnya lebih stabil,” tutur Shamsul Alan.
Saifuddin pun tak lupa menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah mendampingi kelompoknya hingga bisa menghasilkan manfaat bagi dirinya dan masyarakat sekitar Duyu. “Terima kasih banyak untuk BPN Kota Palu dan BPN Sulawesi Tengah. Dari yang dulu tidak tahu, sekarang kami jadi paham. Dari yang dulunya kekurangan, kini kami bisa berdiri sendiri. Reforma Agraria bukan cuma soal tanah, tapi soal bagaimana tanah bisa membuat kami mandiri,” tutup Saifuddin.
Kebun Anggur Kampung Reforma Agraria Duyu Bangkit kini menjadi simbol kemandirian masyarakat Duyu. Warga tidak lagi bergantung pada pekerjaan serabutan karena sudah memiliki sumber penghasilan baru yang lebih berkelanjutan. (Abel/hms)














