Bingkaiwarta, KUNINGAN – Adanya kalimat “Jika Pemerintah tidak mampu mengembalikan harga BBM seperti semula, Presiden wajib bertanggungjawab dengan mundur dari jabatannya” pada isi Pernyataan Sikap nomor 3 (tiga) yang disampaikan oleh peserta aksi Gerakan Masyarakat Melawan, di Halaman Gedung DPRD Kabupaten Kuningan, Senin (19/9/2022), bukanlah kalimat yang inkonstitusional atau pernyataan yang melanggar hukum.
Akan tetapi itu sebagai bentuk ekspresi kekecewaan atas kenaikan harga BBM atau kritik terhadap pemerintah dan merupakan aspirasi rakyat yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar.
Demikian dikatakan Dadan Somantri Indra Santana Ketua Ormas Gerakan Pagar Akidah (Gardah) Kabupaten Kuningan, kepada bingkaiwarta.co.id, Kamis (22/9/2022).
Menurut Dadan, menyampaikan kritik dan ataupun menyanjung pemerintah yang sedang berkuasa adalah merupakan kebebasan berpendapat yang tidak boleh untuk dihalang-halangi oleh siapapun.
“Kalau mengkritik penguasa dilarang, maka sudah semestinya penyanjung penguasa juga harus dilarang,” sindir Dadan.
Dadan yang juga seorang pengacara ini menjelaskan, dalam rumusan Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar tahun 1945 menyatakan ”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.” Dan, kemudian dipertegas dengan Pasal 28I ayat 1 yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
“Dengan demikian kebebasan berpendapat dan kebabasan untuk menyatakan pikiran, baik itu memuji kekuasaan, atau mengkritik kekuasaan adalah hak warga negara yang dilindungi Undang-Undang Dasar,” jelasnya.
Dia menegaskan, bahwa kalimat ”Jika Pemerintah tidak mampu mengembalikan harga BBM seperti semula, Presiden wajib bertanggungjawab dengan mundur dari jabatannya” pada isi Pernyataan Sikap nomor 3 (tiga) yang disampaikan oleh peserta aksi Gerakan Masyarakat Melawan telah sesuai dengan konstitusi dan bukan merupakan perbuatan tindak pidana ataupun makar.
“Kalau kita merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia / KBBI maka kata ”wajib” yang tertuang pada surat pernyataan tersebut dapatlah diartikan sebagai kata ”sudah semestinya” ataupun kata ”harus”. Dan bukanlah kata ”wajib” sebagaimana dimaksud di dalam ketentuan syariat Islam,” terangnya.
Terlebih lagi, lanjut Dadan, apabila permintaan Presiden mundur dari jabatannya adalah merupakan tindak pidana, maka Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang pemberhentian Presiden tentunya dapat juga dianggap sebagai panduan untuk berbuat tindak pidana.
“Saat ini menurut pandangan saya bukan lagi persoalan ditandatangani atau tidaknya, ataupun diterima atau tidaknya Surat Pernyataan Sikap peserta aksi GMM oleh Ketua dan sebagian Anggota DPRD Kabupaten Kuningan. Melainkan ada hal yang jauh lebih penting dari itu yang harus kita sikapi. Yaitu ketika Ketua dan beberapa Anggota DPRD Kabupaten Kuningan menyatakan di medsos You Tube, yang pada intinya menyatakan bahwa kalimat pada isi Surat Pernyataan Sikap GMM pada nomor 3 (tiga) adalah Inkonstitusional,” ungkap Dadan.
Dia mengatakan, bahwa ini jauh lebih penting, mengingat pernyataannya di Chanel You Tube tersebut telah menyesatkan warga masyarakat dan mencedrai nilai-nilai demokrasi di negara kita. (Abel)