Oleh : Ummu Aimar
WAKIL Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mengecam terbitnya peraturan pemerintah yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah atau pelajar. Dia menyayangkan terbitnya beleid yang salah satunya mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja usia sekolah, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
“(Beleid tersebut) tidak sejalan dengan amanat Pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,”
Menurutnya, penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah ini sama saja membolehkan budaya seks bebas kepada pelajar.
ungkapnya dilansir dari keterangan resmi :(https://mediaindonesia.com)
Sungguh Fakta yang mencengangkan dan miris, bahwa Kewajiban menyediakan layanan Kesehatan reproduksi salah satunya dengan menyediakan Kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku yang akan membawa kerusakan pada masyarakat. Dan masa depan anak.
Kebijakan ini harusnya dikaji secara mendalam oleh pemerintah. Pasalnya, dengan memberikan alat kontrasepsi kepada anak sekolah dan remaja bukanlah sebuah solusi untuk menjaga kesehatan reproduksi dan seks aman. Melainkan justru akan menghantarkan pada liberalisasi perilaku remaja yang akan berdampak buruk dan membawa kerusakan di tengah masyarakat. Pemberian alat kontrasepsi juga semakin membuka ruang perzinahan dikalangan remaja.
Selain itu, aturan yang telah ditetapkan pemerintah ini juga semakin meneguhkan kedudukan sistem sekularisme di Indonesia. Sekulerisme yang secara nyata mengabaikan aturan agama dari kehidupan masyarakat. Pastinya kerusakan perilaku akan makin marak dipertontonkan, membahayakan masyarakat. Sekularisme hanya melahirkan gaya hidup bebas di tengah generasi kita hari ini.
Penerapan sekularisme pun nampak jelas dalam sistem pendidikan di negeri ini. Kurikulum yang diterapkan hanya mengahsilkan individu-individu menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan tanpa memandang halal haram. Tolak ukur perbuatan yang dihasilkan juga semata-mata maslahat dan manfaat. Maka bisa kita rasakan saat ini berbagai kerusakan terjadi dalam kehidupan kita akibat penerapan sekularisme.
Ini sudah kebablasan bahwa penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama.
Diakui atau tidak, sudah terjadi normalisasi perzinaan di kalangan remaja dan pelajar. Banyak remaja menganggap hubungan seks sebelum nikah adalah wajar. Pada bulan Maret lalu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo, menyoroti kenaikan persentase remaja 15-19 tahun yang melakukan hubungan seks untuk pertama kali. Ia menyebutkan remaja perempuan yang melakukan hubungan seksual ada di angka 59 persen sedangkan pada remaja laki-laki ada di angka 74 persen. “Menikahnya rata-rata pada usia 22 tahun, tetapi hubungan seksnya pada usia 15-19 tahun. Jadi perzinaan kita meningkat.
Selain itu, pelajar dan remaja Indonesia rawan terlibat dalam jaringan prostitusi. Pada bulan Juli lalu Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan ratusan ribu dugaan transaksi mencurigakan terkait prostitusi anak. Dugaan transaksi terkait prostitusi anak melibatkan 24.049 anak usia di bawah 18 tahun.
Akibat dari maraknya perzinaan di kalangan remaja adalah naiknya angka kehamilan di luar nikah, aborsi dan penularan penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (PERDOSKI) melaporkan pada tahun 2017 jumlah remaja menderita penyakit kelamin jumlahnya terus meningkat. Di sejumlah rumah sakit umum daerah banyak pasien usia 12-22 tahun menjalani pengobatan karena mengidap infeksi menular seksual.
Zina dalam timbangan hukum Islam adalah dosa besar. Imam asy-Syaukani menyatakan bahwa tidak ada khilâf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama bahwa zina termasuk dosa besar.
Keharaman zina juga telah Allah SWT tegaskan dalam firman Allah :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Janganlah kalian mendekati zina. Sungguh zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk (TQS al-Isra’ [17]: 32)
Perzinaan menimbulkan bencana di antaranya merusak nasab dan hukum waris, mendorong aborsi dan pembuangan bayi oleh pelaku, menjadi sarana penyebaran berbagai penyakit kelamin, dan menghancurkan keluarga.
Negara sekuler-liberal menjamin kebebasan individu, termasuk kebebasan hak reproduksi, yang salah satunya adalah seks di luar nikah. Untuk mencegah kehamilan dan infeksi penyakit menular seksual, masyarakat didorong dan difasilitasi dengan pelayanan alat-alat kontrasepsi. Ini adalah racun, bukan obat. Upaya ini justru bisa menjerumuskan masyarakat, terutama pelajar dan remaja, ke dalam jurang kehancuran yang lebih dalam.
Kaum Muslim sudah seharusnya menyadari bahwa kerusakan sosial hari ini terjadi adalah akibat penerapan ideologi sekularisme-liberalisme. Dalam negara yang menerapkan ideologi sekularisme-liberalisme, pornografi dibiarkan membanjiri masyarakat, termasuk keluarga Muslim, sehingga mendorong terjadinya berbagai kejahatan sosial. Pria dan wanita dibebaskan bercampur-baur, tidak menutup aurat, termasuk bebas melakukan perzinaan. Tidak ada sanksi sama sekali untuk mencegah kerusakan ini.
Aturan ini meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama. Kerusakan perilaku akan makin marak dan membahayakan Masyarakat dan peradaban manusia, terlebih negara juga menerapkan sistem Pendidikan sekuler, yang menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan.
Sungguh sangat jauh berbeda dengan Islam. Islam mengharuskan negara bekerja secara maksimal dalam membentuk kepribadian Islam pada setiap individu. Untuk mewujudkannya negara akan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan termasuk dalam sistem pendidikan serta melakukan edukasi melalui berbagai sarana khususnya memanfaatkan kecanggihan media yang ada saat ini. Penerapan kurikulum berbasis akidah Islam akan memberikan pemahaman kepada generasi tentang perilaku yang halal dan haram dalam syariat.
Selain menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam, penerapan sistem sanksi sesuai syariat Islam secara tegas juga akan mencegah maraknya perilaku liberal. Islam juga memiliki hukuman yang jelas dan tegas terhadap pelaku zina. Sebagaimana Allah SWT berfirman artinya, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (melaksanakan) agama (hukum) Allah SWT, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (QS. An-nur : 2)
Tepat jika Islam mengharamkan zina. Islam bahkan mengancam pelaku zina dengan sanksi keras berupa cambuk 100 kali bagi pezina yang belum menikah (ghayr muhshan) dan rajam hingga mati bagi pezina yang telah menikah (muhshan). Dengan begitu siapapun tidak akan berani melakukan perzinaan.
Dari dalil-dalil diatas nampak jelas ketegasan sanksi Islam dalam menghukum pelaku zina agar perbuatan tersebut tidak semakin marak. Maka, kita sangat membutuhkan penerapan syariat Islam secara kaffah jika kita menginginkan negeri ini terbebas dari sekularisme dan liberalisme. Sebab, hanya hukum Islam yang terbaik diterapkan untuk kehidupan kita.