Oleh : Ummu Aimar
MHD (9), bocah kelas 2 di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Jabar), meninggal dunia akibat dikeroyok oleh kakak kelasnya.
Kakek korban, HY mengatakan, usai kejadian yang terjadi di sekolah itu, cucunya tersebut sempat mengeluh sakit. Namun Keesokan harinya, korban memaksa tetap masuk sekolah meski dalam keadaan sakit, namun nahas, saat itu korban kembali dikeroyok oleh kakak kelasnya.
“Saya bilang, kalau sakit jangan dulu sekolah, istirahat dulu aja di rumah. Namun saat itu korban memaksa ingin sekolah. Lalu ketika saat berada di sekolah, korban kembali di keroyok oleh kakak kelasnya. Akibat pengeroyokan terakhir, korban harus dilarikan ke RS Primaya akibat mengalami kejang-kejang.
https://bandung.kompas.com)
Bullying memang bukan kasus baru dalam dunia pendidikan, bahkan menjadi tren liar di kalangan anak. Dosa besar dunia pendidikan ini sudah kerap memakan korban, namun tak kunjung mampu diselesaikan oleh para pemangku kekuasaan. Orang tua pun dibuat tak berkutik dan kewalahan. Nampaknya perilaku anak makin lama makin sadis dan bengis.
Akhirnya perilaku bullying kian hari makin marak di kalangan remaja dan bahkan anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Terbukti bukan kali ini saja namun kerap ditemukan kasus bullying yang pelakunya anak sekolah dasar.
Melihat kondisi yang makin parah ini, sudah seharusnya kasus ini menjadi perhatian serius para pemangku kepentingan pendidikan. Kejadian yang terus berulang menunjukkan bahwa bahaya bullying atau perundungan masih mengintai negeri ini.
Kasus bullying atau perundungan yang selalu terjadi harus segera dicarikan solusi tuntas agar bisa memutus siklusnya, dan tidak memakan banyak korban Harus ada upaya preventif untuk mencegah berulangnya kasus ini, karena hukuman yang diterapkan selama ini ternyata faktanya tidak memberikan efek jera.
Sesungguhnya apa yang terjadi pada generasi remaja saat ini adalah buah dari diterapkannya sistem sekuler kapitalisme liberal yang memisahkan agama dari kehidupan hingga melahirkan kebebasan tanpa batas dalam segala aspek dalam menjalani kehidupan. Termasuk aspek dalam bertingkah laku. Derasnya arus informasi yang seperti tak ada filter, semakin tak terkendali mempengaruhi. Apalagi dengan konten-kontennya yang banyak berisi kekerasan baik game maupun film yang mudah sekali ditirukan dalam kehidupan nyata.
Inilah buah pendidikan dalam sistem sekuler yang melahirkan sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem informasi hingga sistem hukum yang tidak mampu menjaga generasi remaja dari kerusakan. Untuk memutus siklus bullying pada remaja dibutuhkan sinergitas antara keluarga, masyarakat dan negara, namun hal itu tidak dapat diwujudkan jika tetap berada dalam sistem sekuler di bawah pemerintahan demokrasi.
Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), korban perundungan sepanjang tahun 2022 mencatat kenaikan signifikan kasus bullying.
(Republika, 22/5/2023).
Adanya peningkatan kasus bullying secara signifikan dan menelan banyak korban jiwa, sudah semestinya bullying menjadi masalah yang darurat yang harus secepatnya diselesaikan. Maka sudah seharusnya penyelesaiannya harus komprehensif, bukan sekadar sibuk menyiapkan regulasi, anggaran, program, namun juga dicari akar penyebab meningkatnya perilaku sadis dan bengis pada anak yang menjadi tren hari ini.
Konsep pendidikan yang berbasis sekuler liberal tak dapat dipungkiri sebagai pembentuk utama perilaku anak makin sadis dan bengis. Bukan hanya menjadi dasar kurikulum pendidikan, akan tetapi sekuler liberal ini telah meracuni pemikiran masyarakat sehingga tanpa sadar mewarnai pola pendidikan baik di keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Marak tontonan kekerasan. Tidak dipungkiri berbagai tontonan kekerasan, baik dalam film ataupun game telah marak dan dibiarkan diakses oleh anak-anak. Alhasil, tontonan ini dapat memicu pembentukan perilaku anak makin sadis dan bengis. Mereka mencontoh apa yang dilihat karena tanpa adanya bimbingan keluarga.
Hilangnya peran masyarakat untuk turut peduli terhadap kualitas generasi. Sikap materialistik dan individualistik membelenggu serta sikap acuh. Padahal masyarakat merupakan salah satu pilar penopang kualitas generasi. Masyarakat yang peduli akan mudah mengenali ketika terjadi perubahan yang diluar kewajaran terhadap kondisi anak-anak di sekitar lingkungan. Dan akan berusaha turut menciptakan kondisi yang kondusif dan nyaman bagi perkembangan perilaku anak.
Maka peran negaralah sebagai pelindung generasi sesungguhnya. Negara memiliki kewajiban menjaga generasi agar tidak terpapar segala jenis tontonan yang mencerminkan tindak kekerasan, psikopat, nihil empati. Namun negara sepenuhnya abai , negara melegalkan segala jenis tontonan yang merusak tanpa adanya filter, tanpa peduli dampak yang ditimbulkan dapat menciptakan pengaruh buruk bagi perkembangan perilaku generasi.
Dalam sistem kehidupan sekuler, anak sangat minim dibentengi dengan akidah agamanya. Kurikulum pendidikan yang dirancang oleh negara pun jauh dari menjadikan agama sebagai dasarnya. Bahkan, tren perilaku liberal menghalalkan anak berperilaku sesukanya.
Oleh karena itu, pola pendidikan yang sekuler liberal baik dalam konsep pendidikan formal maupun informal di keluarga dan lingkungan akar terciptanya generasi yang berperilaku sadis dan bengis. Sistem kehidupan sekularisme liberal telah menjadi biang kerok atas rusaknya generasi bangsa. Padahal generasi merupakan aset besar bagi kelangsungan sebuah peradaban. Perilaku sadis dan bengis ini memang tidak mengejutkan bila terbentuk dari pemahaman sekuler liberal yang telah meracuni bangunan keluarga, lingkungan masyarakat, bahkan tata kelola pengurusan negara.
Maka jangan biarkan adanya kehancuran masa depan peradaban. Anak adalah tonggak penerus peradaban bangsa, yang akan menjadi gambaran terbangunnya peradaban di masa mendatang. Maka jelas akan tergambar nyata peradaban seperti apa yang akan tercipta ketiga anak-anak hari ini dibiarkan tumbuh memiliki perilaku sadis dan bengis. Kerusakan peradaban akan makin parah ketika hal ini tidak diselesaikan secara komprehensif dari akarnya. Nampak bahwa sistem yang rusak maka akan merusak generasi pula.
Pendidikan Islam menjadikan akidah Islam sebagai dasarnya. Akidah Islam tidak hanya dijadikan dasar kurikulum pendidikan, namun juga menjadi akidah setiap individu Muslim agar yang nampak dari perilakunya mencerminkan karakter seorang Muslim yang sesungguhnya. Islam menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai landasan dalam setiap perbuatan, sehingga menjadi benteng dari perilaku sadis dan bengis.
Sistem Islam terbukti mampu mencetak generasi unggul pengisi peradaban emas. Seperti Ali bin Abi Thalib dia adalah pemuda yang pertama kali masuk Islam, melalui didikan Rasulullah SAW Ali bin Abi Thalib tumbuh menjadi mujahid Islam yang senantiasa ikut berperang membela Islam. Mus’ab bin Umair pemuda tampan dan kaya raya, rela meninggalkan hartanya demi melaksanakan amanah suci membawa dakwah Islam sampai ke Madinah. Zaid bin Harits yang ingin ikut berangkat berjihad di usia yang masih muda belia.
Begitu juga Muhammad Al Fatih yang kisahnya fenomenal dan populer sampai hari ini. Pada usia 21 tahun Muhammad Al Fatih mampu menaklukkan kota Konstantinopel, beliau ahli ketentaraan, strategi perang, sains, matematika, dan mampu menguasai 6 bahasa.
Belum pula lahir empat Imam mahzab yang ahli hukum Islam yaitu Imam Maliki, Imam Ahmad ibn Hanbal, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’i. Kemudian ditambah lagi para ilmuwan Muslim yang berperan penting dalam sains dan teknologi masa kini. Seperti Ibnu Sina ahli kedokteran, Al Khawarizmi ahli matematika, Jabbir Hayyan ahli Kimia, Ibnu Rusydi ahli astronomi, dan masih banyak lagi yang lain.
Kegemilangan generasi yang tercipta pada zaman peradaban Islam tercipta dari penerapan syariah Islam dalam segala aspek kehidupan. Akidah Islam dijadikan dasar atas segala aturan melahirkan jiwa-jiwa yang taat pada syariat baik penguasa maupun rakyatnya. Sehingga tidak mungkin akan tercipta anak berperilaku sadis dan bengis karena adanya kontrol dari negara, masyarakat, dan keluarga.
Agar terbentuk karakter kepribadian ini maka pendidikan dilaksanakan secara terintegrasi antara sekolah, lingkungan dan keluarga dengan cara pandang yang sama yaitu menjadikan akidah Islam sebagai dasar pembentukan kepribadian Islam baik pola pikir maupun pola sikapnya. Dan sistem Islam terbukti mampu mencetak generasi gemilang dan pengisi peradaban emas. Karena sistem Islam adalah sistem yang sahih dari Zat Pencipta wajar saja jika yang lahir adalah generasi gemilang. Oleh karena itu, sudah seharusnya sebagai Muslim apabila menginginkan generasi unggul yang jauh dari perilaku sadis dan bengis.