banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
banner 728x250
Berita  

KB Di Pusaran Undang Undang52/2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Refleksi Akhir Tahun 2024)

Oleh : Drs. D. Rusyono, M.Si. (Anggota Juang Kencana Kab. Kuningan, Mengajar pada UBHI Kuningan)

Hiruk pikuk pesta demokrasi kategori Pilkada tanggal 27 November 2024 baru saja secara serentak selesai dilaksanakan dan siapapun pemenangnya yang penting dapat menjalankan amanah dari rakyat guna melanjutkan pembangunan di segala bidang yang  sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, dimana salah satunya adalah membangun Sumber Daya Manusia melalui Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

banner 728x250

Pembangunan Kependudukan dalam sudut pandang program KB dan Pembangunan Keluarga merupakan program Pembangunan Sosial yang sangat penting disamping program-program lainnya seperti diantaranya pendidikan dan kesehatan yang sasarannya masyarakat dalam ikatan keluarga, yang hasilnyapun sama-sama tidak dapat dirasakan secara instan, tetapi perlu proses secara seksama dan waktu yang cukup panjang.

Secara prinsip Pembangunan Kependudukan adalah sebagai upaya yang dilakukan, dalam rangka untuk menjamin keberlangsungan hidup seluruh manusia, artinya tidak bisa dipahami secara sempit dalam aspek demografi saja, tetapi jauh lebih luas adalah untuk mensejahterakan rakyat keseluruhan baik secara fisik, non fisik dan mental spiritual (Wilopo, 1996 dalam Syaeful Milah, 2014).

Pengertian lain tentang pembangunan yang sama-sama mengedepankan kepentingan masyarakat adalah disebutkan sebagai Proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat (Deddy T. Tikson, 2005). Dari kedua pendapat di atas  semuanya akan berawal dan bermuara dari dan kepada masyarakat.

Selanjutnya, menyikapi perkembangan program pengendalian penduduk melalui KB dan Pembangunan Keluarga, selama ini dinakhodai dalam sebuah lembaga setingkat Badan (BKKBN), jadi wajar kalau selama ini ada istilah dicari Menteri Kependudukan (meskipun dulu di Orde Baru sempat ada), tetapi telah cukup lama hilang lagi, dan sekarang Menteri Kependudukan telah datang kembali, sebagai nakhoda dalam  kelembagaan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga yang merupakan integral dari Kabinet Merah Putih 2024-2029.

Pertanyaannya mau dibawa kemana gerbong/lembaga yang besar ini dibawa dengan dipayungi landasan hukum utama UU No.52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta seabreg Peraturan/regulasi turunannya, dalam berbagai kemasan program/kegiatan yang mesti selaras dengan aturan/hokum/regulasi yang ada.

Pentingnya Penyelarasan
Secara prinsip sebuah produk hukum harus mampu memayungi seluruh piranti yang ada dalam organisasi yang dinaunginya dan harus mempermudah terhadap segala proses perjalanannya yang dikelola dan oleh segenap personilnya. Oleh karena itu konsekuensinya harus berbanding lurus untuk menaatinya dan menjabarkannya, karena kalau tidak akan menjadi preseden kurang baik terhadap keberhasilan program/kegiatan yang diembannya, meskipun terkadang ada pula sebuah produk hukum kurang sinkron/selaras dengan program yang ada di dalamnya. Dan setiap produk hukum dibuat tentu sudah memenuhi norma/kaidah hukum dan sasaran yang menjadi obyek hukumnya, hal tersebut bisa saja terpenuhi tetapi aspek-aspek lainpun yang terkait dan akan mempengaruhi harus pula mendapat perhatian sebagaimana mestinya, misal aspek sosial kemasyarakat, keragaman substansi program/kegiatan, masukan berbagai elemen sampai kepada uji publik, ini pun mudah2an sudah ditempuh, tetapi bisa saja kurang dalam forsi waktu dan penggaliannya, karena sebuah produk hukum/Peraturan tidak bisa lepas dari koneksitas dengan berbagai sektor terkait sebagai mitra kerja, karena akan menyangkut dengan berbagai hal seperti irisan program/kegiatan, tupoksi, pendanaan serta kepentingan lainnya, sehingga menjadi sinergitas yang kokoh tidak sampai menimbulkan kesalahpahaman.

Begitu pula halnya dengan UU No.52/2009 dalam peran/fungsi yuridisnya sudah demikian adanya. Tetapi tidak ada salahnya apabila kita simak kembali hitung-hitung (muroja’ah) terutama akan korelasinya dengan kebijakan, program/kegiatan yang ada di lingkup Kementeriaan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Beberapa catatan kecil yang dapat diperoleh dan bisa bermanfaat untuk penyempurnaan ke depan, antara lain :

Secara substansial aspek Perkembangan Kependudukan mungkin terlalu luas, sehingga banyak beririsan dengan beberapa program/kegiatan yang berada pada lembaga lain, kalau aspek Pembangunan Keluarga kelihatan/terasa sudah cukup relevan/selaras dengan program/kegiatan baik secara indikator maupun bentuk hasil-hasilnya (angka maupun non angka) karena bersifat sudah baku berada di dalamnya, seperti KB, ketahanan keluarga, kesejahteraan keluarga dan sebagainya, dan insyaa Allah sudah dijelaskan dalam sumber-sumber aturan turunannya, tetapi sekedar contoh dapat dilihat pada Pasal 1 ayat 1,2,3 dan 13. Pada ayat 2 disebutkan bahwa Kependudukan adalah “Hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas dan kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial budaya, agama serta lingkungan penduduk setempat”.

Kemudian Ayat 3 nya bahwa Perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah “Upaya terencana untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan mengembangkan kualitas penduduk pada seluruh dimensi penduduk”. Sedangkan Ayat 13 disebutkan bahwa Penduduk Rentan adalah “Penduduk yang dalam berbagai matranya tidak atau kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan potensinya sebagai akibat dari keadaan fisik dan/atau non fisiknya”.

Meskipun itu bagian bagian umum dari UU 52/2009 tetapi bagaimanapun tetap akan saling berkaitan dengan pasal-pasal yang lainnya, karena pertanyaannya sederhana kalau ditangani di lembaga lain kenapa muncul di UU ini, sementara pihak lain pun memiliki aturan hukum/regulasinya secara khusus/tersendiri.

Dalam upaya penyelarasan tentunya dalam aspek manajerial, kalaupun tidak secara totalitas minimal berdasarkan skala prioritas sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, apabila masih relevan  tinggal dilanjut, dan apabila ada simpul yang lemah/tidak trelevan tinggal diperbaiki.

Inilah merupakan PR yang cukup besar yang harus menjadi perhatian serius bagi seluruh  jajaran Lembaga Pengelola Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga untuk mengkoordinasikan, mengintegrasikan dan mensinkronkannya (KIS) agar menjadi selaras/serasi, sehingga tidak menjadi polemik dalam pelaksanaannya baik dalam irisan program/kegiatan, tupoksi, pendanaan, maupun kepentingan lain sehingga menjadi sebuah sinergitas yang kokoh.

Kondisi Eksisting
Secara substansial  dari kandungan UU 52/2009 tersebut terdapat dua besaran utama yang harus dilaksanakan yakni yang pertama Perkembangan Kependudukan dan yang kedua Pembangunan Keluarga. Dalam pembangunan keluarga sudah jelas dan terbiasa dalam implementasinya seperti Keluarga Berencana, Ketahanan Keluarga yang tolol ukur capaiannya pun sudah jelas dalam angka-angka absolut maupun narasi. Tetapi dalam hal Perkembangan Kependudukan yang nota bene segala hal ihwal kehidupan akan menyangkut aspek kependudukan yang meliputi penduduk/masyarakat sampai ke unit terkecil keluarga.

Dalam hal ini belum jelas bentuk capaiannya, tolok ukurnya dan sebagainya. Ini penting, harus segera ada solusinya. Contoh lain dalam hal mobilisasi penduduk yang tentu termasuk ke dalam  perkembangan/dinamika kependudukan,  berarti lembaga KB harus tahu dan ikut mengurusinya, tetapi  saat ini seperti di daerah ditangani oleh Disdukcapil dengan aturan/regulasinya tersendiri (UU 24/2013 tentang Adminduk) dalam bentuk Laporan LAMPID (Lahir, Mati, Pindah, Datang), bahkan untuk aspek kelahiran, kematian dan usia harapan hidup yang ditangani oleh Dinkes (UU 36/2009 tentang Kesehatan) diubah terakhir dengan UU No.17/2023 belum yang lainnya yang ada pula di berbagai sektor.

Paling yang secara khusus berada di lingkup Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga meliputi tingkat kesertaan ber KB masyarakat, ketahanan dan kesejahteraan keluarga, pada aspek Kependudukannya paling tidak berupa dampak demografi dari KB antara lain dalam bentuk LPP dan TFR, Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak  ini pun di beberapa sektor ada pula yang menangani.

Sebagai gambaran capaian program pada lingkup program Kependudukan, KB dan Pembangunan Keluarga yang dikelola DPPKBP3A (contoh di Kab. Kuningan), sebagai berikut : Pendewasaan Usia Perkawinan dalam Rata-rata Usia Kawin Pertama Wanita (UKPW) berada pada usia 19,00 th, lalu Kesertaan ber KB masyarakat (CPR) sebesar 114.225 (64,58) dari PUS 176.906, sedangkan pada aspek Perkembangan Kependudukannya lebih merupakan dampak demografi dari kesertaan ber KB diantaranya  LPP  0,04 dan TFR 2,46 (sadataku, 2024), kemudian program Stunting mencapai 8,9 % artinya dari 68.408 balita yang diukur tinggi badannya terdapat 6.115 mengalami stunting (e-PPGM, April 2024). Sedangkan selebihnya program/kegiatan lain berada pada urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak yang nota bene di beberapa SKPD pun turut ada sebagai irisan.

Persoalan dan Upaya
Sebagaimana disinggung di depan bahwa UU 52/2009 areanya terlalu luas terlebih dengan aspek Perkembangan Kependudukan, sehingga cukup kerepotan untuk menselaraskannya dalam berbagai program/kegiatan yang hendak dicapai, karena banyak menyangkut dengan berbagai irisan program maupun tupoksi dan kepentingan yang berada di berbagai pihak/lembaga. Sedangkan untuk merevisi UU bukan hal yang mudah perlu waktu perlu tenaga, pikiran dan biaya.

Belum lagi program yang cukup dahsyat yaitu penanganan STUNTING yang berdasarkan Perpres No.72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting BKKBN menjadi konduktornya, meskipun ini sebuah kepercayaan dan loyalitas dalam pemerintahan tetapi terasa cukup berat dan secara esensipun kurang tepat, karena sangat beririsan dengan substansi kesehatan, bahkan pada awal-awal pelaksanaan di daerah pernah ada anekdot “yang punya data Dinkes, yang jadi komandan KB”, sungguh lucu, mudah-mudahan di era Kabinet Merah Putih akan menjadi pertimbangan tersendiri/dikaji kembali, termasuk dukungan anggarannya.

Atas hal tersebut, mengingat merevisi/merubah Undang Undang terlalu berat, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengkaji dan menyusun ulang kebijakan dan program (grand design) beserta seluruh aspek ikutannya agar selaras dengan UU 52/2009, disertai dengan duduk bersama antar lintas sektor yang terkait secara koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, sehingga menjadi irama yang sinergi, sekaligus mungpung berada dipenghujung tahun 2024, sekaligus disertai penegasan secara komando kepada seluruh jajaran pengelola di semua tingkatan tentang kebijakan yang hendak dicapai mengingat kewenangan kementeriaan akan lebih kuat dan leluasa dalam menggerakan seluruh unsur dan potensi yang ada.

Penutup
Secara sosiologis tujuan pokok dari pembangunan kependudukan dan pembangunan keluarga adalah untuk menyejahterakan masyarakat, dan merupakan hasil akumulasi dari kesejahteraan individu. Hal ini tentunya akan memerlukan dukungan kekuatan hukum yang memadai, dan saat ini sudah dipayungi dengan UU No.52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, maka seluruh perangkat pengelola harus tegak lurus terhadap aturan tersebut beserta segala aturan turunannya disertai upaya menyelaraskannya dengan berbagai sektor tarkait untuk mencapai tujuannya. Padahal kalau boleh berandai-andai nomenklatur di UU nya adalah tentang Pengendalian Penduduk dan Pembangunan Keluarga kelihatannya lebih pas dan terfokus.

Mengingat dalam implementasinya senantiasa bersinggungan dengan berbagai pihak dan berbagai hal, sekaligus sekalian menyambut warna baru pada pemerintahan, maka ada baiknya piranti-piranti yang ada ditinjau/dikaji ulang, sehingga paling tidak supaya selaras dengan rencana tujuan lima tahun ke depan.    SEMOGA !


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!