Bingkaiwarta, CILIMUS – Pemilik usaha kuliner burung puyuh di Desa Bandorasawetan, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Ine Rahayu Kusumawati (42) mempunyai solusi jitu untuk mengatasi persoalan gas elpiji yang kerap terjadi seperti sekarang. Dia memanfaatkan minyak jelantah sisa penggorengan di warungnya menjadi bahan bakar kompor buatan suaminya, sehingga Ine kini bisa memasak daging burung puyuh yang memakan waktu cukup lama dengan tenang sekalipun gas langka di pasaran.
Sudah hampir satu bulan ini, Ine menggunakan kompor berbahan bakar minyak goreng bekas untuk menunjang usaha kedai Roemah Puyuh di rumahnya. Ine mengaku menggunakan kompor alternatif ini bermula dari keresahannya terhadap limbah minyak jelantah dari warung yang kerap terbuang percuma sehingga berpotensi mencemari lingkungan.
“Sampai akhirnya suami saya mencari cara bagaimana memanfaatkan minyak jelantah ini agar tidak jadi limbah. Ternyata di Youtube ada tutorial membuat kompor alternatif berbahan bakar minyak goreng, lalu dicoba ternyata berhasil,” ujar Ine kepada bingkaiwarta.co.id, Kamis (6/2/2025).
Kompor alternatif tersebut, kata Ine, terbuat dari coran semen yang dicetak di ember bekas hingga membentuk kompor. Kompor tersebut dipasang pipa besi untuk menyalurkan angin dari blower dan pipa kecil untuk menyalurkan bahan bakar minyak jelantah.
“Nanti minyak jelantah dibiarkan menetes ke pipa kecil masuk ke kompor, kemudian dinyalakan menggunakan kertas tisu lalu blower dinyalakan. Dengan ditiup angin dari blower membuat api menyala besar tak kalah dengan kompor gas,” ujar Ine.
Dengan menggunakan kompor alternatif berbahan minyak jelantah ini, lanjut Ine, cukup efektif membantu kelangsungan bisnis rumah makannya tersebut. Dari penggunaan minyak jelantah 1 liter, dia bisa mengungkep daging burung puyuh yang memakan waktu hingga tiga jam.
“Minyak jelantah saya dapat dari sisa menggoreng puyuh atau ikan, dikumpulkan lama-lama bisa dapat 1 panci. Lumayan bisa jadi bahan bakar gratis. Untuk mengungkep puyuh sampai empuk selama 3 jam cukup hanya dengan menggunakan 1 liter minyak jelantah saja,” ucapnya.
Pernah stok minyak jelantah dari warungnya kosong, Ine menggantinya dengan oli bekas yang dibelinya dari bengkel. Ternyata, cara ini pun cukup efektif sebagai bahan bakar alternatif.
“Saya beli oli bekas Rp 10.000 dapat satu jerigen isi 5 liter. Bisa dihitung, biaya untuk memasak selama 3 jam hanya menghabiskan 1 liter oli bekas berarti biaya yang dikeluarkan hanya Rp 2.000 saja. Sedangkan kalau pakai gas melon isi 3 kilogram saya beli Rp 19.000 hanya bisa untuk ngungkep puyuh maksimal dua kali,” ungkapnya.
Ine pun mengaku sangat terbantu dengan penggunaan kompor alternatif berbahan bakar minyak jelantah dan oli bekas ini sehingga kini tak lagi tergantung dengan gas elpiji. Dia pun mengajak para pelaku UKM lain dan masyarakat untuk membuat kompor alternatif ini untuk jaga-jaga jika terjadi kelangkaan gas atau harganya tiba-tiba naik.
“Dengan menggunakan kompor alternatif ini kita bisa mengurangi limbah minyak yang dibuang ke lingkungan, dan gas hasil pembakaran pun tidak terlalu banyak menimbulkan polusi. Yuk bikin sendiri di rumah, tutorial pembuatan kompor alternatif ini juga banyak di Youtube bisa kita contoh,” pungkas Ine. (Abel)
