banner 728x250 banner 728x250
banner 728x250

Sekolah : Masa Pandemi dan Pasca Pandemi

Oleh : Weksa Fradita Asriyama, M.Pd. (Dosen Pendidikan Bahasa Inggris Unsoed)

Pandemi Covid 19 pertama kali terdeteksi di Indonesia pada bulan Februari 2020 dan diumumkan secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada awal Maret 2020. Sebagai langkah preventif, pada pertengahan Maret 2020, Gubernur DKI Jakarta, Anis Baswedan menutup sekolah dan meminta para siswa untuk belajar di rumah selama dua pekan. Keputusan ini kemudian diikuti oleh seluruh pemimpin daerah di Indonesia dengan pertimbangan kasus COVID 19 yang semakin meningkat. Dua pekan setelah sekolah ditutup, jumlah warga negara yang terpapar virus COVID 19 tidak menurun tetapi semakin melonjak, sehingga sekolah harus ditutup lebih lama hingga batas waktu yang tidak dapat ditentukan pada saat itu. Terkait dengan penutupan sekolah dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang terhenti, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem, mengeluarkan surat edaran no 4 tahun 2020 tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran coronavirus disease (COVID 19). Surat edaran tersebut mengatur tentang pembatalan Ujian Nasional, teknis pelaksanaan proses belajar dari rumah, teknis pelaksanaan ujian sekolah untuk kelulusan, teknis kenaikan kelas, teknis penerimaan peserta didik baru, dan teknis penggunaan dana BOS untuk membiayai keperluan pencegahan pandemi.

banner 728x250

Dengan adanya surat edaran tersebut, maka secara resmi proses belajar mengajar yang mulanya dilakukan secara tatap muka di sekolah beralih ke pembelajaran daring. Sekolah dituntut untuk tetap menyelenggarakan layanan pendidikan bagi peserta didik pada masa pandemi melalui berbagai platform digital. Pendidik, peserta didik, dan wali peserta didik adalah pihak-pihak terkait yang terdampak langsung oleh kebijakan tersebut.

Pendidik, dalam hal ini guru dan dosen, didesak untuk dapat meningkatkan literasi digital mereka agar dapat menyelenggarakan kelas virtual. Berbagai pelatihan diselenggarakan agar semua pendidik dari seluruh pelosok negeri dapat menggunakan aplikasi kelas virtual seperti zoom, meet, dan microsoft teams sehingga mereka dapat melakukan proses pembelajaran dengan para siswa secara synchronous melalui tatap muka daring. Pendidik juga harus belajar menggunakan jamboard, padlet, mentii, socrative, quizizz, bookreader, bouncyball, dan masih banyak lagi aplikasi berbasis web sebagai media pembelajaran untuk membuat peserta didik tetap antusias mengikuti kelas virtual dan juga untuk melakukan proses asesmen peserta didik. Untuk dapat mengatasi tantangan ini, pendidik tentunya harus memiliki motivasi untuk meningkatan kualitas diri dan didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana yang mumpuni seperti ketersediaan gawai, paket data, dan akses internet.

Tantangan pendidikan masa pandemic juga dialami oleh peserta didik. Pada pendidikan regular, para siswa dapat berinteraksi secara langsung dengan teman seusia mereka dan warga sekolah yang lain. Hal ini sangat mendukung perkembangan soft skill, kemampuan sosial dan pendidikan karakter mereka. Dengan pembelajaran daring, peserta didik melakukan hampir semua proses belajar secara mandiri dari rumah. Proses interaksi dengan guru dan teman sekolah sangat terbatas karena hanya dapat dilakukan melalui media sosial. Segala pembiasaan dan adaptasi pembelajaran daring memberikan banyak dampak bagi peserta didik terutama dari sisi kesehatan mental. Berdasarkan data riset Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada bulan Juli 2020, dari total responden, 93 % remaja pada rentang usia 14-18 tahun mengalami gejala depresi, sementara 7% yang lain mengalami gangguan kecemasan dan ketidakstabilan emosi. Penyebab utama gangguan kesehatan mental ini disebabkan karena merasa tidak mampu memahami materi, kewalahan dengan tugas yang terlalu banyak, kebosanan akut yang disebabkan oleh aktivitas monoton dengan interaksi sosial yang terbatas,

Pihak lain mengalami dampak pendidikan di masa pandemic adalah para wali murid. Agar peserta didik dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan lancar, maka wali murid harus menyediakan sarana pendukung berupa gawai dan akses internet. Hal ini bukan menjadi permasalahan krusial bagi mereka yang memiliki latar belakang sosial ekonomi menengah ke atas. Tantangan ini sangat dirasakan oleh mereka yang berlatar sosial ekonomi menengah ke bawah, karena mereka juga merasakan dampak pandemic dari segi ekonomi seperti pemutusan hubungan kerja dan penurunan pemasukan. Tantangan lain juga dirasakan bagi wali murid peserata didik sekolah dasar. Mereka dituntut untuk mendampingi peserta didik mengikuti pembelajaran daring dan mengerjakan tugas dari guru. Anak-anak usia 7-10 tahun masih belum bisa belajar secara mandiri, sehingga mereka membutuhkan pendampingan penuh untuk belajar literasi dan numerasi.

Tantangan pendidikan pada masa pandemic yang dialami oleh pendidik, peserta didik, dan wali peserta didik ini terjadi selama kurang lebih satu tahun sehingga juga memberikan dampak nyata bagi pendidikan di Indonesia secara garis besar. Dampak dari pembelajaran daring selama satu tahun, yang paling nyata, adalah learning loss. Learning loss terindikasi dari adanya ketertinggalan capaian pembelajaran dan penurunan kemajuan belajar.

Ketertinggalan capaian pembelajaran diakibatkan karena tidak maksimalnya kegiatan pembelajaran daring. Kondisi tiap-tiap siswa yang berasal dari berbagai latar belakang sosial ekonomi, kesenjangan akses pembelajaran online, dan keterbatasan guru dalam menyampaikan materi menjadi factor utama yang menyebabkan tidak tercapainya sebagian capaian pembelajaran yang telah ditetapkan.

Penurunan kemajuan belajar memiliki akar masalah yang tidak jauh berbeda dengan capaian pembelajaran. Penurunan kemajuan belajar yang paling utama adalah dari segi peningkatan numerasi dan literasi terutama pada siswa di kelas awal pendidikan dasar. Hal ini disebabkan karena tidak maksimalnya penyampaian materi dari pendidik dan kurang optimalnya pendampingan dari wali peserta didik karena berbagai keterbasan dari banyak aspek. Penurunan kemajuan belajar peserta didik berpotensi menghampat proses pembelajalaran pada tahun dan jenjang selanjutnya karena tiap peserta didik pada tingkatan yang sama memiliki kemajuan belajar yang berbeda.

Kegiatan belajar mengajar sudah mulai dilaksanakan secara hybrid, daring dan luring terbatas, mulai Juli 2021 dan tidak menutup kemungkinkan di tahun 2022 nanti, sekolah-sekolah di Indonesia sudah bisa menyelenggarakan layanan pendidikan regular secara luring. Pendidikan pasca pandemic ini memunculkan tantangan-tantangan baru. Pendidik dan peserta didik yang sudah mulai terbiasa dengan pembelajaran daring harus mulai beradaptasi kembali dengan pembelajaran luring. Jam belajar luring yang semula hanya terbatas dua hingga tiga jam per hari, kini mulai harus bersiap untuk kembali ke jam sekolah regular. Aktifitas kegiatan belajar yang tadinya bisa dilakukan di rumah dan disesuaikan dengan kondisi rumah, kini harus kembali bersiap untuk memakai seragam dan disiplin dengan peraturan sekolah. Interaksi sosial yang hanya dilakukan melalui media sosial, juga harus kembali bersiap untuk interaksi nyata dengan pendidik, tenaga kependidikan, teman seusia, dan kakak tingkat dan adik tingkat lainnya. Pendidik juga harus mulai menyiapkan metode dan strategi belajar untuk mengatasi perbedaan peningkatan kemampuan belajar siswa dan mengejar keterlambatan capaian pembelajaran.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh sekolah untuk menjawab tantangan pendidikan pasca pandemic. Yang pertama harus dilakukan adalah melakukan asesmen pembelajaran pada semua siswa untuk mengidentifikasi titik awal (baseline) kemampuan siswa setelah berbulan-bulan menjalani pembelajaran daring yang terbatas. Hal ini perlu dilakukan karena sarana belajar dan dukungan  wali peserta didik dalam proses pembelajaran jarak jauh sangat beragam sehingga hasil akhir peningkatan kemampuan belajar siswa juga tidak sama. Jika baseline kemampuan siswa sudah terpetakan, pendidik kemudian memiliki dasar untuk memilih metode dan stategi mengajar yang paling sesuai dengan kebutuhan peserta didik untuk mengejar ketertinggalan capaian pembelajaran selama pandemi.

Langkah berikutnya adalah meningkatkan penurunan kemampuan siswa akibat pandemic, dengan memilih materi yang menarik minat siswa dan menciptakan kondisi kelas yang kondusif dan interaktif serta ramah bagi siswa. Yang perlu ditekankan tentang penilaian peningkatan kemampuan peserta didik adalah sebaiknya standar yang dipakai tidak harus mengacu pada standar kurikulum karena kurikulum disusun dengan kondisi normal bukan situasi pandemic. Peningkatan sebaiknya diukur dari titik awal pengetahuan siswa yang diperoleh dari hasil asesmen pembelajaran saat siswa masuk kembali. Di saat yang sama, sekolah sebaiknya tidak menetapkan target capaian yang terlalu tinggi agar tidak memberikan tekanan pada siswa. Target capaian sebaiknya dititikberatkan pada pencapaian kemempuan literasi dan numerasi.

Selain itu, sekolah juga sebaiknya mulai menyiapkan pembiasaan pendidikan karakter dalam berbagai aktifitas dan kegiatan sekolah agar peserta didik memiliki kesempatan untuk meningkatkan soft skill mereka. Selain itu, pendidik juga sebaiknya menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang mendukung perkembangan keterampilan sosial dan kesadaran serta empati sosial peserta didik. Dua hal ini penting dilakukan karena, keterbatasan interaksi sosial yang dialami siswa semasa belajar mandiri selama berbulan-bulan akibat pandemic. Keberhasilan pendidikan untuk dapat bangkit kembali pasca pandemic bergantung dari kerjasama berbagai pihak, terutama sekolah, pendidik, peserta didik, wali murid, dan warga masyarakat. Jadi, sudah siapkah kita untuk kembali sekolah luring?


banner 336x280
banner 336x280

Tinggalkan Balasan

error: Content is protected !!